Risma, sosok gadis remaja yang masih duduk di bangku kelas XI. Harus merasakan kesedihan paling mendalam saat sang ibu meninggal akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Hingga untuk beberapa hari ia harus meliburkan diri ke sekolah.
Setelah beberapa hari masa berkabung lewat. Risma kembali bersekolah setelah selesai menyiapkan sarapan untuk ayahnya. Hal itu sudah menjadi kewajiban yang harus ia lakukan. Selain membersihkan rumah serta pekerjaan lain yang biasa dilakukan oleh almarhumah ibunya. Karena kini Risma-lah yang mengambil peran sebagai ibu rumah tangga.
Risma melakukan hal itu, karena hanya ia dan ayahnya saja yang tinggal di rumah tersebut. Sepetak rumah KPR tipe standar bagi sang ayah yang seorang PNS di Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar. Rumah yang awalnya penuh warna pelangi, perlahan-lahan menjadi kelam. Seiring waktu yang terus bergulir.
Hal itu tampak dari kebiasaan ayahnya, yang dulu sangat rajin beribadah dan sering mengingatkan Risma untuk sholat. Kini, sudah tidak dilakukannya sama sekali. Apalagi sang ayah hampir setiap hari jarang ada di rumah. Lebih memilih keluar setelah pulang kerja dan datang-datangnya selalu di atas jam 11 malam.
Risma tidak bisa berbuat apa-apa atas perubahan yang terjadi pada ayahnya. Hanya bisa memohon kepada Allah di setiap sholatnya, agar sang ayah bisa seperti dulu lagi. Kembali menjadi sosok yang penuh kasih sayang.
Namun, sebelum doa itu terijabahkan. Malam penuh petaka sudah terlebih dahulu menimpa Risma. Saat ia baru menyelesaikan sholat tahajud. Ketika hendak berdoa.
Tiba-tiba, ayahnya datang dan mengancam dirinya. Dengan sebilah golok yang bersiap menebas batang lehernya dari arah kanan jika coba-coba untuk berteriak. Risma yang mendapatkan ancaman seperti itu, tentu sangat ketakutan dan tidak berani berteriak.
"Bagus, kau memang anak yang penurut, Risma. Almarhumah ibumu pasti bangga akan hal ini. Apalagi jika kau mau menggantikan perannya melayani Ayahmu ini," ucap sang ayah sambil menyeringai.
"Ayah. Kenapa Ayah berkata demikian? Sadarlah, Ayah. Aku ini anak ka .... "
"Kau bukan anak kandungku, Risma. Aku menikahi ibumu, karena kasian melihatnya. Hamil, tanpa ada laki-laki yang mau bertanggung jawab atas kehamilannya," potong pria itu sambil mendekat hingga tercium bau alkohol yang sangat menyengat.
Risma yang mendengar kenyataan itu langsung menangis dan seketika itu juga ia menjadi lemas tak bertenaga. Seperti orang yang kehilangan kesadaran. Namun, dengan kedua mata yang masih terbuka. Sehingga hanya bisa pasrah saat ayah tirinya membaringkan tubuhnya di atas sajadah.
"Betapa ranumnya tubuhmu, Risma. Jauh lebih ranum dibandingkan ibumu," ucap pria itu setelah melepas semua kain yang melekat di tubuh Risma.
Entah sudah berapa lama pria itu melampiaskan nafsu bejatnya sebelum kesadaran Risma kembali. Di saat itulah, amarahnya mulai tersulut. Apalagi saat melihat wajah sanga ayah yang terlihat menikmati perbuatannya. Dengan cepat ia meraih golok yang berada tepat di bawah tangan kanannya. Tanpa disadari oleh ayah tirinya.
Lalu dengan sekali tebasan, batang leher pria itu putus. Ketika hendak mencapai titik tertinggi kenikmatan. Sehingga darah segar memuncrat ke mana-mana. Membasahi sajadah putih yang menjadi saksi bisu atas kebiadapan seorang ayah tiri kepada Risma. Tepat setelah 40 hari kematian ibunya.
"Ayah, Ibu. Maafkan anakmu ini," ucap Risma sebelum bangkit untuk menelepon pihak yang berwajib.
TAMAT