19. Bagian 19

96. EXT. JALANAN — AFTERNOON 96

 

Jalanan ramai. Kendaraan lalu-lalang.

 

Widuri dan Yudhis berjalan beriringin di pinggir jalan berlatar sunset. Yudhis menuntun sepeda Widuri.

 

YUDHIS

Sori kalau ngasih tahunya mendadak.

 

WIDURI

Paling nggak, kamu masih ingat buat ngasih tahu.

 

Yudhis berhenti.

 

Setelah tiga langkah Widuri ikut berhenti.

 

Mereka lalu bertatapan.

 

Tatapan Widuri ke Yudhis memperlihatkan mood-nya yang kacau.

 

YUDHIS

Kepikiran nggak, kalau saya pergi nggak ngasih tahu kamu?

 

Widuri menelan ludahnya. Dia mendekat satu langkah.

 

WIDURI

Saya nggak tahu gimana kamu nganggepnya saya. Tapi, kalau pun cuman sekadar sopan santun. Kamu pasti ingat buat ngasih tahu saya.

 

Yudhis memaksa senyum. Dia merasakan rasa kecewa dalam nada bicara Widuri.

 

YUDHIS

Beri tahu saya alasan kamu bisa yakin begitu.

 

Widuri menghela napas.

 

WIDURI

Kemarin saya bilang ke kamu. (Beat)
Bunyi hape saya jadi ada variasinya gara-gara kamu bikin grup.
(Beat)
Enggak monoton lagi.
(beat)
Jadi kalo saya enggak ada rasa yakin.
(beat)
Artinya ada yang enggak beres.

 

Pegangan tangan Yudhis di kemudi sepeda mengencang. Otot-otot lengannya mengeras.

 

WIDURI (CONT’D)

Bukan di kamu. Tapi saya.

 

Yudhis menghela napas. Dia memaksa diri agar kuat menatap Widuri.

 

YUDHIS

Kalau itu di kamu. Saya mau tanya lagi. Apa nanti kamu bakal ingat sama saya? Selama saya di Surabaya?

 

WIDURI

Kamu nanya gitu seolah-olah saya punya banyak peluang buat nggak ingat apa-apa.

 

Yudhis tersenyum pahit.

 

WIDURI (CONT’D)

Sekarang saya tanya. Apa yang bakal kamu ingat dari saya?

 

Pandangan Yudhis ke Widuri penuh cinta.

 

YUDHIS

Kamu.

 

Widuri tak bisa bergerak. Perasaannya tidak yakin. Tapi dia melihat dengan jelas tatapan Yudhis yang penuh cinta.

 

SMASH CUT TO:


97. EXT. SEBERANG JALAN — SAME TIME (AFTERNOON) 97

 

Rahmi berdiri mematung memegangi sepeda. Terus memperhatikan Widuri dan Yudhis di seberang jalan. Di benaknya dipenuhi ribuan tanya. Sedangkan di dadanya dipenuhi campur aduk perasaan yang tak menentu. Ada senang. Ada waswas. Ada bahagia. Ada khawatir. Dan ada juga marah.

 

Rahmi meneruskan berjalan begitu melihat Widuri dan Yudhis kembali berjalan.


98. EXT. MULUT GANG SEMPIT — CONTINUOUS 98

 

Widuri dan Yudhis berhenti. Yudhis memberikan sepeda ke Widuri.

 

YUDHIS

Saya sampai sini aja. Di rumahnya Ale pasti lagi ngumpat-ngumpat karena saya nggak datang-datang.

 

Widuri mengangguk.

 

Yudhis merasa canggung. Dia lalu mengulurkan tangan.

 

Widuri kebingungan. Tapi ragu-ragu, dia menyambut tangan Yudhis.

 

Yudhis tersenyum. Dia merasakan tangan Widuri dingin.

 

Yudhis melepaskan tangan.

 

YUDHIS (CONT'D)

Ketemu lagi besok, ya.

 

Widuri mengangguk. Tapi hatinya terasa pedih. Terus merasa tak bisa melepaskan Yudhis pergi.

 

Yudhis merendahkan dada berpamitan. Dia lalu pergi.

 

Widuri ingin menahan Yudhis. Tapi dia merasa tidak berdaya.

 

99. INT. RUMAH WIDURI — RUANG MAKAN - EVENING 99

 

Widuri, Rahmi, dan Oki makan dalam diam. Tapi Widuri tidak betul-betul selera makan. Dia merasa gundah. Satu tangan memegang sendok. Sementara tangannya yang lain menggenggam ponsel di bawah meja. Di dalam hatinya, Widuri mengharap-harap cemas Yudhis akan mengirim pesan chat.

 

Rahmi memperhatikan Widuri. Pandangannya tak suka.

 

Oki menyadari sikap Rahmi. Dia menoleh dari Rahmi ke Widuri. Di bawah meja, kita akan melihat Oki menendang kaki Widuri. Tapi Widuri abai. Widuri terlalu fokus pada handphone-nya.

 

Terdengar bunyi ponsel. Widuri gegas memeriksa. Tapi nihil. Tak ada notifikasi apa-apa.

 

Raut muka Widuri murung. Dia tak sadar Rahmi dan Oki memperhatikannya.

 

Terdengar bunyi kedua kali. Widuri menoleh. Yang berbunyi adalah ponsel Oki.

 

Oki cuek membuka ponsel. Rahmi dan Widuri memandanginya.

 

RAHMI

Hapenya taroh, Ki!

 

Oki mematikan handphone. Melanjutkan makan. Sedangkan Widuri akhirnya menyadari situasi dan berupaya fokus makan.

 

100. INT. RUMAH WIDURI — KAMAR WIDURI - NIGHT 100

 

Widuri duduk. Di meja, dia meletakkan ponsel. Dia memandangi ponselnya. Berharap-harap cemas Yudhis akan menelpon. Tapi Yudhis tak kunjung menelpon.

 

101. INT. RUMAH YUDHIS — KAMAR YUDHIS - SAME TIME (NIGHT) 101

 

Yudhis mengepak barang-barangnya ke dalam carier. Dia dibantu ADJENG, 55 tahun, ibunya.

 

ADJENG

Kamu serius nggak mau naik pesawat aja? Naik kereta kan lama.

 

YUDHIS

Kemarin Yudhis pulang naik kereta. Sekarang pun harus naik kereta lagi dong, Ma.

 

Adjeng menggeleng-gelengkan kepala.

 

ADJENG

Lucu kamu. Emang ada aturan begitu?

 

YUDHIS

Ada Ma, Yudhis yang bikin.

 

Yudhis dan Adjeng tertawa.

 

ADJENG

Sudahlah. Makin ngawur kamu. Pokoknya jangan lupa. Jangan sering keluyuran juga biar nanti di tes lagi pas mau naik kereta aman.

 

Yudhis mengangguk sambil tertawa.

 

Adjeng bangkit. Lalu keluar dari kamar Yudhis.

 

Yudhis memindah carier yang sudah siap ke pinggir meja belajar. Dia menoleh ke meja. Tertegun menatap ponsel. Dia ingin menelpon Widuri. Tapi dia merasa segan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar