10. Bagian 10

55. EXT. TAMAN — AFTERNOON 55

 

Situasi taman ramai. Ale dan Widuri jalan bersisian. Ale naik sepeda motor, sementara Widuri naik sepeda.

 

Tanpa suara kita akan melihat Ale dan Widuri berbicara sembari tertawa-tawa.

 

Ale mengulurkan tangannya yang bebas ke Widuri.

 

Widuri balas mengulurkan tangannya. Tapi karena susah menjaga keseimbangan, tangan mereka tidak saling menggapai.

 

Ale dan Widuri memarkir kendaraan masing-masing. Lalu duduk di bangku yang menghadap ke jalanan.

 

Ale menatap Widuri.

 

Widuri menghindar.

 

ALE

Jadi tadi itu orangnya?

 

Widuri mengangguk lesu.

 

ALE

Emangnya lo udah setuju? (Beat) Wasiat bokap lo gimana?

 

WIDURI

Gue sih jelas enggak setuju.
Tapi itu maunya nyokap.

 

Widuri menghela napas. Dia mengalihkan pandang ke sunset.

 

Ale mengikuti arah pandangan Widuri. Menyipitkan mata.

 

ALE

Gue tadi iseng nanya sama Mang Ikhsan. Mang Ikhsan sendiri sih yang mulai. Dia tanya, elo “mau gimana” kalau kios udah dijual.

 

Hening.

 

Widuri memberikan pandangan menuntut. Bahunya kaku.

 

ALE (CONT’D)

Gue enggak jawab lo mau gimana secara gue aja enggak tahu.

 

Widuri menggigit bibir.

 

Ale merasa menyesal telah berbicara seperti ini pada Widuri.

 

ALE (CONT’D)

Makanya gue alihin aja. Gue tanya mau dijual berapa. Tapi, bukannya jawab malah dia nya nawarin ke gue berani bayar lebih tinggi apa nggak.

 

Widuri mulai tertarik dengan omongan Ale.

 

Ale merasa Widuri sudah tidak sekaku seperti beberapa saat sebelumnya. Dia memiringkan posisi duduk.

 

WIDURI

Mang Ikhsan bilang mau dijual berapa?

 

Ale menggelengkan kepala.

 

ALE

Enggak nyebut nominal, sih.

 

Widuri menelan ludah.

 

ALE (CONT’D)

Tapi, si pembeli bakal membayar di bawah harga standar.

 

Widuri terkejut. Raut mukanya terlihat marah.

 

ALE (CONT’D)

Itu bukan karena dia mau ngejatohin harga pasarnya, Wid. Tapi karena emang kondisinya lagi begini. Kata Mang Ikhsan, tawarannya udah termasuk tinggi. Apalagi nyokap lo maunya dibayar cepet.
(beat)
Itu kenapa Mang Ikhsan nanya gue mau bayar lebih tinggi apa nggak?

 

WIDURI

Memangnya lo minat?

 

Ale tertawa pahit. Sembari menggeleng-gelengkan kepala.

 

Widuri memukul bahunya.

 

WIDURI (cont’d)

Gue serius!

 

ALE

Wid, kalau kita enggak saling kenal pun gue bakal tetep ketawa ngedenger pertanyaan lo ini. Gue bakal ketawa sampai nangis. Serius.

 

Widuri menatap Ale tajam.

 

ALE (CONT’D)

Lo sendiri melek temen lo ini kismin. Mana ada duit gue bayarin kios berwasiat bokap lo.

 

WIDURI

Bokap lo, Al. Bukan lo.

 

Ale menatap Widuri.

 

Widuri tampak putus asa tapi belum mau menyerah.

 

WIDURI (cont’d)

Kali aja bokap lo minat. Kalau ya minat, nanti lapaknya bisa disewain ke gue.

 

Ale mengatur kata.

 

ALE

Gini Wid. Yang jadi soal sekarang. Lo udah sanggup ngelepas wasiat bokap lo?

 

Widuri menatap Ale. Dia merasa tertohok. Matanya terasa panas. Tapi dia menahan diri agar tidak menangis.

 

ALE (CONT’D)

Problem utamanya kan itu, Wid.

 

Widuri menundukkan kepala. Dia tak mau mengakui kebenaran kata-kata Ale.

 

56. EXT. JALANAN — MOMENTS LATER 56

 

Hari mulai gelap. Widuri mengayuh sepeda dengan kecepatan tinggi. Tanpa sengaja, dia melihat ibunya keluar dari tempat laundry kiloan membawa bungkusan plastik besar dalam pelukannya. Ibunya terlihat kepayahan. Jalannya sempoyongan.

 

Widuri berhenti. Pandangannya nanar menatap ibunya.

 

Rahmi menaruh bungkusan di boncengan sepeda.

 

Seorang perempuan muda keluar membawa bungkusan yang lebih kecil. Dia tergopoh-gopoh mendekat ke Rahmi.

 

Perempuan muda itu meletakkan bungkusan kecil di keranjang sepeda. Lalu memberikan sesuatu yang tampaknya secarik kertas ke Rahmi.

 

Rahmi terburu-buru pergi. Widuri ingin mengikuti. Tapi situasi jalan membuatnya terhalangi.


57. EXT. MULUT GANG KECIL — CONTINUOUS 57

 

Widuri melihat mobil Yudhis di pinggir jalan. Dia ragu mendekat. Tapi dia tak punya pilihan.

 

Mobil itu kosong. Widuri pun terus jalan ke rumah.

 

58. EXT. DEPAN RUMAH WIDURI — LATER 58

 

Widuri memasuki halaman. Di teras, ada Yudhis dan Oki sedang mengobrol akrab.

 

Yudhis dan Oki melihat Widuri. Mereka berhenti bicara.

 

Oki bangkit. Lewat POV Widuri kita akan melihat Oki berbicara sesuatu pada Yudhis. Yudhis mengangguk, lalu Oki masuk ke dalam rumah.

 

Widuri menyandarkan sepeda dan mendekat. Yudhis berdiri. Widuri tak mau menebak-nebak makna raut wajah Yudhis.

 

WIDURI

Udah lama?

 

YUDHIS

Belum.

 

Yudhis tersenyum kaku. Widuri merasa ada yang kurang beres.

 

YUDHIS (cont’d)

Tadi saya ke kios. Kamu nggak ada.

 

Widuri tersenyum tipis. Pandangannya menghindari Yudhis.

 

YUDHIS (cont’d)

Kata bapak-bapak di kios sebelah, kamu pergi sama Ale.

 

Widuri menggelengkan kepala. Dia merasa diinterogasi.

 

WIDURI

Kita nggak pergi. Tapi pulang.

 

Tatapan Yudhis ke Widuri penuh selidik.

 

YUDHIS

Kena macet di jalan? Lama banget.

 

Widuri merasa Yudhis bersikap impulsif. Tapi dia bersikeras mengabaikan perasaan itu.

 

WIDURI

Kamu sendiri ke sini mau ngapain? Sampai dibela-belain nungguin saya?

 

Yudhis meringis malu-malu.

 

YUDHIS

Saya laper. Sekalian mau nagih janji yang kemarin.

 

Widuri menghela napas. Dia tertawa sebal ke Yudhis.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar