14. Bagian 14

75. INT. KIOS — MOMENTS LATER 75

 

Dari POV Widuri kita akan melihat Ale mendekat.

 

Ale menggendong tas gitar.

 

Widuri menoleh ke atas rak. Gitar Ale masih ada di sana.

 

Ale memarkir sepeda motor. Kemudian duduk di sebelah Widuri.

 

WIDURI

Gitar siapa?

 

ALE

Yudhis.

 

Ale menoleh ke dalam.

 

ALE (CONT’D)

Orangnya mana?

 

WIDURI

Belum ke sini.

 

Tatapan Ale ke Widuri sangsi.

 

Widuri memahami tatapan Ale dan merasa jengkel.

 

WIDURI (cont’d)

Dia beneran nggak di sini Ale.

 

Ale tersenyum penuh arti. Sembari membuka tas gitar.

 

ALE

Gue juga cuman ngecek Widuri.

 

Widuri menggelengkan kepala. Tetap menyesali sikap Ale.

 

ALE (CONT’D)

Gue udah janjian sama dia mau ke sini. Makanya gue ngecek. Kali aja dia datang duluan.

 

Ale menatap Widuri. Dia masih tidak menyembunyikan rasa sangsinya. Dia pun mulai memainkan nada.

 

Widuri mengalihkan pandang ke jalan. Di seberang, dia melihat mobil Yudhis menepi dan berhenti. Yudhis keluar. Dia berjalan menyeberang.

 

76. INT. KIOS — LATER 76

 

Yudhis mendekat.

 

Widuri berusaha rileks. Sekalipun hatinya deg-degan tidak keruan.

 

Pandangan Yudhis dan Widuri bertemu sepersekian detik. Yudhis merasa canggung. Tapi dia berhasil menguasai diri.

 

ALE

(ke Yudhis)

Kirain lo duluan ke sininya? Lo bilang kan tadi jam setengah tujuh OTW.

 

YUDHIS

Iya. Gue cabut jam segitu, kok.

 

Yudhis merasakan pandangan Widuri.

 

YUDHIS (CONT’D)

Tapi nganter emak gue dulu tadi. Trus agak macet.

 

Tatapan Ale ke Yudhis tak yakin.

 

Yudhis mengabaikan perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan tatapan Ale. Dia mengambil gitar yang sedang dimainkan Ale, lalu duduk di sebelahnya.

 

77. INT. KIOS — CONTINUOUS 77

 

Widuri, Yudhis, dan Ale duduk melingkar di sisa ruangan sempit yang biasa.

 

Ale dan Yudhis memegang gitar mereka sendiri-sendiri. Mereka memainkan nada yang seirama.

 

Widuri menikmati suasana itu. Dalam hati, dia ikut bersenandung.

 

78. INT. KIOS — AFTERNOON 78

 

Sunset. Angin bertiup sepoi. Suasananya menyenangkan.

 

Widuri dan Yudhis duduk di pintu kios. Dibatasi tumpukan-tumpukan buku.

 

Widuri menyelipkan rambut ke belakang telinga.

 

Yudhis sigap. Dia memfotonya menggunakan handphone.

 

Widuri menoleh. Dia tersenyum. Perasaannya hangat.

 

Yudhis meng-capture momen itu lagi. Memfoto Widuri beberapa kali.

 

WIDURI

Kalau saya udah terkenal nanti. Ambil foto bayar loh.

 

Yudhis tersenyum penuh arti.

 

YUDHIS

Kompensasi yang setimpal.

 

Widuri tertawa kecil.

 

Yudhis mematikan handphone.

 

WIDURI

Hari ini grup rame lagi.

 

Yudhis mengangguk.

 

YUDHIS

Iya. Perlu sesuatu buat ngerayain?

 

Widuri menggelengkan kepala.

 

WIDURI

Nggak perlu. Enggak semua ‘pencapaian’ harus dirayain.

 

YUDHIS

Memangnya kenapa?

 

WIDURI

Nggak pa-pa.

 

YUDHIS

Berarti nggak pa-pa juga dong kalau dirayain?

 

Widuri tertawa. Sembari menganggukkan kepala.

 

Yudhis menatap Widuri. Dia menyipitkan mata.

 

YUDHIS (cont’d)

Tapi kesannya kayak saya ambisius banget nggak sih? Harus banget diramein grupnya?

 

Widuri mencerna kata-kata Yudhis.

 

WIDURI

Kamu ngerasa gitu?

 

Yudhis terhenyak. Dia tertawa malu.

 

WIDURI (CONT’D)

Kenapa? Seru lagi. Hape saya jadi makin rame. Nggak ngebosenin. Soalnya, sejauh ini hape saya lebih sering bunyi karena ada orang pesen buku. Atau dari grup orang-orang kios.

 

Widuri dan Yudhis tertawa.

 

YUDHIS

Syukurlah grup itu ada gunanya?

 

Widuri menghela napas.

 

WIDURI

Yudhis, kita emang belum lama kenal. Tapi saya rasa kamu bukan orang kurang kerjaan yang mau-maunya buang energi buat sesuatu yang sia-sia.

 

YUDHIS

Omongan kamu begitu karena kamu penulis aja, kan?

 

Widuri tertawa.

 

WIDURI

Atau karena kita kenalnya belum lama aja. Bisa jadi kan?

 

Yudhis menaikkan alis.

 

YUDHIS

Emang lama atau enggaknya ngaruh banget ya, Wid?

 

Widuri menelan ludah. Dia tak punya jawaban. Hanya bisa tersenyum kaku.

 

YUDHIS (CONT’D)

Ya kalau nggak. Nggak usah dipikirin. Nggak usah dibahas juga, kan?

 

Yudhis tersenyum. Dia paham kata-katanya mengubah suasana menjadi beku.

 

Senyuman Widuri kali ini lebih rileks. Dia lalu mengalihkan pandang ke sunset. Sedangkan Yudhis mengalihkan pandang ke tempat lain.

 

YUDHIS (CONT’D)

Tapi kalau inget kata-kata Daru ke Pipin ...

 

Widuri menoleh. Dia kaget. Pandangannya ke Yudhis penuh rasa haru.

 

YUDHIS (CONT’D)

Aturan soal jarak sama waktu, harusnya nggak berlaku deh.

 

Widuri dan Yudhis berpandangan lama.

 

Yudhis tersenyum. Widuri mengatur napas.

 

YUDHIS & WIDURI

“Selagi rasa kita saling mengikat. Tak akan sanggup jarak menjadi sekat.”

 

Widuri gugup. Jantungnya deg-degan.

 

Senyuman Yudhis penuh arti. Dia menatap mata Widuri dalam.

 

Widuri mengalihkan pandang.

 

Yudhis mengernyit. Tangannya mengepal.

 

WIDURI

(Nyaris tanpa suara)

Kamu baca novel itu?

 

YUDHIS

Iya. Dan mumpung kamu belum terkenal, mungkin saya mau minta tanda tangan.

 

Widuri dan Yudhis saling menoleh.

 

Yudhis memekik tawa konyol.

 

WIDURI

Terus?

 

YUDHIS

Kemungkinan juga bakal gabung klub sastra bareng temen-temen kos.

 

WIDURI

Bakal belajar nulis juga?


YUDHIS

Itu termasuk dalam paketan joinnya, kan?

 

WIDURI

Kalau gitu, kamu butuh mentor. Tenang aja, saya ada banyak kenalan yang bagus.

 

YUDHIS

Oke.

 

Widuri tersenyum. Dia memandang sunset. Menyembunyikannya menggigit bibir dari Yudhis.

 

Yudhis menatapnya. Tiba-tiba dia merasa hampa.

 

 

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar