17. Bagian 17

88. INT. RUMAH WIDURI — RUANG MAKAN - THE NEXT DAY (MORNING) 88

 

Rahmi mengemas kotak makan siang ke dalam kantong. Dia terlihat buru-buru padahal hari masih pagi. Raut mukanya suntuk. Sikapnya memberi tanda jika ia tak mau diganggu.

 

Widuri masuk. Dia membawa poci teh.

 

Rahmi sudah siap. Dia bergegas pergi. Tapi Widuri mencegahnya.

 

WIDURI

Bu!

 

Rahmi berhenti. Dia menoleh. Tapi pandangannya tidak ke wajah Widuri.

 

WIDURI (CONT’D)

Ibu nggak sarapan? Minum dulu paling nggak, Bu.

 

Rahmi terpaksa duduk. Sembari meletakkan kantong makan siangnya di meja.

 

Widuri mengambilkan makanan. Tapi Rahmi mencegah.

 

RAHMI

Ibu minum saja. Nanti makan di klinik. Udah siang.

 

Widuri berhenti. Lalu dia menuangkan teh. Dalam hatinya, dia merasa dikonfirmasi bahwa ibunya masih kerja di klinik. Sekalipun, dia masih bertanya-tanya.

 

Rahmi menyeruput teh.

 

Widuri mengatur kata. Dia berusaha tersenyum.

 

WIDURI

Semalam Mang Iksan WA Widuri. Dia bilang ...

 

Widuri berhenti. Ibunya tidak memperhatikan. Dia terus menyeruput teh.

 

Widuri berusaha memanggil-manggil. “Bu!”

 

Rahmi terpaksa menoleh. Sekalipun dia merasa emosinya hampir meledak.

 

WIDURI (CONT’D)

Mang Ikhsan WA Widuri semalam. Katanya, Pak Bahri mau ketemu Ibu di kios.

 

Raut muka Rahmi membuat Widuri tidak nyaman. Tapi Rahmi menganggukkan kepala sedikit.

 

WIDURI (CONT’D)

Ibu semalam udah tidur. Jadi, Widuri bilang ke Mang Ikhsan. Ibu bisa nemuin Pak Bahri jam lima sore. Sepulang Ibu dari kerja.

 

Rahmi meletakkan gelas. Dia melirik Widuri tak suka.

 

RAHMI

Kok kamu bisa bilang begitu?

 

WIDURI

Widuri pikir Ibu bakalan susah dapat izin keluar pas jam kerja. Jadinya Widuri bilang gitu.

 

RAHMI

Lain kali nggak usah mikirin sesuatu yang enggak pernah ada di hidup kamu ya, Wid.

 

Widuri berusaha tegar.

 

Rahmi bangkit. Sembari memungut kembali kantong makan siangnya. Dia menggeser kursi agak keras. Sehingga menimbulkan suara derit yang memekakkan telinga.

 

Rahmi pergi. Dia bahkan tak mengindahkan sikap Widuri yang ingin mengambil tangannya untuk salim.


89. EXT. GANG SEMPIT — MORNING 89

 

Suasana pagi itu muram. Langit mendung. Matahari tak tampak.

 

Widuri menuntun sepeda. Situasi jalan gang ramai. Banyak orang berlalu lalang. Ada anak-anak yang mulai berangkat sekolah. Ada pekerja-pekerja yang hendak pergi bekerja. Ada tukang roti keliling. Tukang sayur keliling. Ada bocah balita yang menangis ingin ikut ayahnya pergi bekerja. Ibunya berusaha menenangkan.

 

Ada tetangga yang tengah bersiap mengantar anaknya pergi bekerja. Ada seorang kakek mengajari cucunya berjalan.

 

Widuri terus jalan. Ingin cepat-cepat keluar dari suasana yang rasanya muram itu.

 

90. EXT. JALANAN — CONTINUOUS 90

 

Widuri mengayuh sepeda pelan. Dia jalan keliling-keliling kota. Di kepalanya, ada senandung nada yang dimainkan Ale dan Yudhis.

 

Langit mulai cerah. Matahari sudah muncul. Tapi, hati kita akan tetap merasakan mood yang gloomy.

 

Widuri terus mengayuh sepeda seperti tidak memiliki tujuan.

 

91. EXT. TROTOAR — DEPAN TEMPAT PHOTOCOPY - CONTINUOUS 91

 

Widuri duduk. Dia menatap ke seberang. Ke klinik bersalin tempat ibunya bekerja. Pandangannya nanap.

 

Tampak dua orang Perempuan muda, memakai pakaian rapi, membawa amplop cokelat keluar dari gerbang. Raut muka mereka terlihat kusut.

 

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar