7. Bagian 7

44. E/I. JALAN RAYA/MOBIL — MOMENTS LATER 44

 

Jalanan macet. Widuri dan Yudhis terjebak dalam situasi canggung. Widuri berusaha rileks. Sedangkan Yudhis tampak lebih tenang. Suara klakson yang bising terdengar saling bersahutan.

 

YUDHIS

Seharian ini kamu nggak ikutan chat di grup. Kamu juga nggak WA saya. Kenapa?

 

WIDURI

Karena kamu nggak WA saya duluan.

 

YUDHIS

Harus saya duluan?

 

Widuri terkesiap. Dia merasakan rasa kecewa dalam nada bicara Yudhis.

 

WIDURI

Aturannya gitu, kan?

 

YUDHIS

Yang bikin aturan siapa? Kamu? Ale?

 

WIDURI

Bukan siapa-siapa.

 

YUDHIS

Terus aturan itu ada dengan sendirinya? Apa nggak mustahil?

 

Widuri berusaha mengalihkan pandangan tapi tak bisa. Dia merasa tubuhnya tidak bisa digerakan.

 

YUDHIS (CONT’D)

Macet ini aja. Yang sekarang lagi ngejebak kita di sini ada asal-usulnya. Jadi nggak mungkin dong kalau aturan itu enggak ada yang bikin?

 

WIDURI

Saya nggak bilang nggak ada yang bikin. Saya bilang bukan siapa-siapa. (Beat) Bisa aja karena cuman saya yang pengin ngomong begitu.

 

Hening lama.

 

Yudhis menelan ludahnya. Dia tersenyum kaku.

 

Widuri merasa serba salah.

 

YUDHIS

Oke.

 

Widuri menoleh. Yudhis berekspresi jenaka.

 

YUDHIS (CONT’D)

Alasan kamu lumayan bisa diterima.

 

Widuri mengatupkan bibir menahan agar tidak tertawa. Tapi dia tak bisa.

 

Yudhis tertawa. Akhirnya Widuri pun tertawa.

 

YUDHIS

Lucu ya.

 

WIDURI

Bagian mana yang lucu?

 

Widuri menghirup udara. Perasaannya lega.

 

YUDHIS

Barusan.
(beat)
Saya.
(beat)
Kamu. Dan kemacetan. Dan suara-suara klakson yang sama sekali nggak ada pentingnya itu. “B-e-r-i-s-i-k”.


WIDURI

Tapi nggak sedikit orang suka sama keberisikan.

 

Yudhis tertawa hambar. Dia mendekatkan tubuhnya ke kemudi. Meletakkan kedua tangannya di sana.

 

YUDHIS

Harus kata-kata seperti itu? Memangnya nggak ada yang lain?

 

WIDURI

Yang lain. Apa misalnya?

 

Yudhis menegakkan tubuh. Menatap Widuri.

 

YUDHIS

Saya nggak tahu apa yang mungkin mau kamu omongin. Saya nggak bisa nebak.

 

Widuri menelan rasa kecewa.

 

WIDURI

Itu kamu betulan nggak bisa. Atau nggak mau buat bisa?

 

Yudhis tertawa pahit.

 

YUDHIS

Dua-duanya.
(beat)
Lebih tepatnya, karena saya enggak suka main tebak-tebakan.
(beat)
Saya benci.

 

WIDURI

(Nyaris tanpa suara)
Kalau gitu bantu saya cari ide.

 

Yudhis tersenyum penuh arti.

 

Sementara Widuri menunggu tanggapan.

 

YUDHIS

Masa depan.

 

Alis Widuri bertaut.

 

Yudhis menganggukkan kepala.

 

YUDHIS (CONT’D)

Apa yang kamu bayangin soal masa depan?
(beat)
Tulisan-tulisan kamu? Mimpi mimpi kamu? Atau kios?

 

Widuri mengatur kata. Dia merasa tidak nyaman dengan ide ini. Tapi dia tidak punya pilihan lain.

 

WIDURI

Saya hampir nggak punya bayangan apa-apa. Tapi yang berani saya jamin adalah. Saya bakal tetep nulis.

 

YUDHIS

Buku-buku kamu best seller?

 

Widuri mengangkat bahu.

 

WIDURI

Mungkin termasuk itu juga.

 

Yudhis mengangguk. Senyumannya tipis.

 

Widuri menatap Yudhis. Memberikannya pandangan gilirannya berbicara.

 

Yudhis mengatur kata.

 

YUDHIS

Saya masih nyimpen cita-cita lama saya bareng Ale.

 

Tatapan Widuri serius. Ketertarikan di wajahnya tidak dia tutup-tutupi.

 

Yudhis merasa senang sekaligus malu melihat ekspresi Widuri.

 

YUDHIS (CONT’D)

Dari zaman SMP, saya udah janjian sama Ale mau bikin sesuatu selepas kuliah.
(beat)
Sekarang Ale udah lulus. Tapi karena saya belum, jadi kepaksa di-pending dulu.

 

Widuri mencermati kata-kata Yudhis.

 

WIDURI

Apa itu?

 

Yudhis tersipu-sipu. Dia mengedarkan pandang ke luar.

 

Yudhis mengembalikan pandangannya ke Widuri.

 

YUDHIS

Musik. Band.
(beat)
Hanya aja kami enggak bilang itu sebagai terobosan atau mahakarya.
(beat)
Tapi sesuatu yang memang betul-betul kami mau. Nggak pake mikirin profit. Atau ntarnya bakal jalan apa nggak. Intinya dibikin. Dan harus jadi aja dulu.

 

WIDURI

Ale nggak pernah ngomongin soal ini.

 

Yudhis menganggukkan kepala.

 

YUDHIS

Nggak heran. Kamu juga orang pertama yang saya kasih tahu.

 

WIDURI

Kenapa? Kalian janjian juga enggak cerita-cerita ke orang lain?

 

YUDHIS

Enggak. Mungkin karena saya sendiri nggak suka ngomongin satu topik yang sama dengan orang yang beda.

 

WIDURI

Sementara Ale orangnya suka sok misterius.

 

Yudhis dan Widuri tertawa.

 

Yudhis mengedarkan pandangan lagi ke luar.

 

Widuri memandangi Yudhis.

 

Perlahan-lahan tawa Widuri reda. Ekspresi wajahnya berubah menjadi sedih. Sesuai dengan perasaannya yang menjadi tak menentu. Dia gelisah. Dia juga merasa takut.

 

Widuri menundukkan kepala. Lalu membuang pandangannya ke luar. Ke samping kirinya.

 

Yudhis menoleh. Tawa di wajahnya telah berubah menjadi senyuman ringan.

 

Saat Widuri menoleh lagi, pandangannya dengan Yudhis bertemu.

 

Yudhis menangkap kesedihan di mata Widuri. Dia merasakan kesedihan itu. Tapi dia tak tahu Widuri sedih karena apa.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar