Ketua Kelas

Ibuku bertangan besi, berkepala batu namun berhati salju. Dikepalanya aku temukan kerasnya benturan-benturan hidup yang ia lakoni, tangannya memberikanku kekuatan tentang bagaimana kau harus mempertahankan dan bagaimana kau harus melepaskan tanpa harus mengabaikan. Tubuhnya api, namun tak satupun tahu bahwa hatinya diselimuti salju yang lembut dan teduh.

Setiap malam menjelang tidur, ibu tak pernah menceritakan dongeng seperti ibu-ibu lain pada umumnya. Dongeng baginya hanya akan membesarkan anganku sebagai perempuan yang selalu tengelam dalam mimpi, terpuruk dari kegelapan-kegelapan yang dilelapkan dengan fantasi.

“Bu, sekali saja aku ingin mendengarkan dongeng sebelum tidur dari ibu.."

“Dongeng apa? Dongeng tentang seorang putri yang akhirnya bahagia bersama pangeran penyelamat hidupnya? Ratna, cukup banyak perempuan di dunia hanya dibesarkan dengan mimpi, cukup banyak perempuan di dunia hanya dibesarkan oleh bualan-bualan belaka, Ingatlah! Setiap manusia berhak untuk menjadi pemenang, setiap manusia berhak untuk senang dan setiap manusia berhak memimpin dirinya sendiri sekalipun harus bertaruh dimeja judi.

Klian mungkin berpikir ibuku seorang penjudi yang hebat. Bukan, dia hanya sempat bekerja dikerumunan pria-pria mewah menghabiskan hura-hura tanpa usaha..tanpa upaya, sekalipun ribut saling menghujam, saling memaki, saling berkoar-koar! Akulah orang yang paling berkuasa diaantara kalian! tunduklah!!

"Uang bicara, membungkam semua hati yang katanya paling murni dari duniawi..."

Hari ini, akhirnya aku memahami apa maksud ibu tentang perempuan yang bertaruh dimeja judi. Yah! aku melihat semua pertaruhan ini. Sudah sering terjadi, malah sudah lama menjadi bual-bualan dari bisik-bisik para siswa di sini.

Disekolahku, perseteruan antar kelas sering terjadi, dan biasanya ditunganggi juga oleh percakapan-percakapan yang wara wiri dari bibir ke bibir.

“Anak Ipa itu, memang seperti itu, sok pintar, segala sesuatu mesti diselesaikan secara ilmiah, selalu dirumuskan secara matematis!

“Yah namanya juga kelas IPS, hanya pintar berargumentasi!”seolah-olah sudah mahir dalam menjalankan birokrasi serta diplomatis! "

Akhirnya, perdebatan jadi pertarungan, usai menyerang kata, kelas pun jadi sasaran untuk di sabotase, dibombardir sebagai bentuk ancaman agar kami tidak menganggap mereka main-main.

Mereka semua sebenarnya korban, tak ada satupun yang menjadi pemenang, bahkan semua sudah pandai menjadi dalang. Saling melakoni, saling bermain dan mempermainkan, aku melihatnya itu dengan kepala dingin.Bagaimana jika ini terjadi pada setiap belahan dunia, jika kelas-kelas saja saling melempari perseteruan.

Ketika semuanya hancur, tak ada satupun yang keluar sebagai sang pemenang yang paling hebat!Maka semuanya terkapar! orang-orang menjadi korban, hanya masalah yang semestinya bisa diselesaikan dengan sederhana.

Kebencian seperti apa sehingga telinga tak lagi saling mendengar, tangan tak lagi saling berjabat, hati tak lagi saling memeluk? kebencian seperti apa, kau lihat ibumu, jika dunia ini seperti ibu, maka kita lahir dari planet yang sama, mengapa tak kita temukan saja persamaan? Mengapa selalu meruncing pada perbedaan?

Dan perempuan, adalah saksi dimana rahim tak pernah menciptakan permusuhan dan mengajarkan pertaruhan. Perselisihan hanya milik zaman, dimana kesadaran untuk melihat sejarah dari masa lampau mulai diabaikan.

"Aku Ratna, perempuan yang kalian pilih sebagai ketua dikelas ini, bersaksi, bahwa kita semua tak ada yang salah, kita semua tak ada yang benar!! kita hanya belum cukup baik untuk menjadi orang yang baik..."

4 disukai 5 komentar 7.2K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Salam kenal ya semua🙏
Ratna yg aku kenal tuh rata2 cewek yg tangguh
Namanya sama denganku ratna🤣
Apanya mas yang rapi?
Rapii
Saran Flash Fiction