Inun

"Sudahlah, Lif! dia hanya Nun mati yang kolot, yang tidak mengerti fashion, style dan mode zaman sekarang, gak trend. ih, kolot! Nun tetaplah Nun! bukan Waw yg benar-benar Waw! Inun menepis Zakia yang mencengkram dagunya.

"Kamu itu cantik, Nun! ini bercerminlah. lihatlah! sebagai orang yg mencintai kamu, siapa yg tidak bangga punya cewek cantik seperti kamu? plis, nun! bantu harga diri saya sebagai pacar kamu di depan mereka semua. Pada cermin kau yakinkan dirimu, bahwa kerudungmu itu menutupi kecantikanmu, ayok nun..! kamu masih tidak pede juga yah..?"tanya Alif setelah melihat Inun langsung berbalik arah darinya.

Zakia dengan santai melemparkan dua botol minuman ringan pada Alif. Alif memberikan sebotol pada Inun.

"Minumlah, rileks dululah!"ujar Zakia sambil meneguk air dibotol minuman miliknya. Inun awalnya ragu, namun Alif meyakininya.

"Percayalah padaku!" sambil membimbing botol minuman ke mulut Inun. Tiba-tiba lima orang murid menghalanginya. "Jangan Nun!" kata kelimanya. Alif dan Zakia terkejut.

"Bukankah siang ini kau ada janji padaku..", "Sore nanti kau juga sudah janji menemaniku Nun...", "Pukul enam kamu janji untuk melihat matahari terbenam...", "Setengah delapan malam..sebelum lelap, kau janji kan untuk memulai mimpi bersamaku dengan doa...", "Dan setelah terbangun dari lelah..kau berjanji untuk menanti matahari terbit dengan doa dan semangatmu bersamaku?"

"Iya teman, saya masih ingat janji tersebut. Ini sahabab-sahabat saya, lima waktu...!"Inun memperkenalkan kelima sahabatnya pada Alif dan Zakia. Kemudian bergegas meninggalkan keduanya.

Mereka hanya sahabatmu bukan cinta sejatimu, terserah kamu! pilih lima waktu sahabatmu atau saya? cinta sejatimu...Nun! mereka hanya sesaat bagimu..hanya ada dalam lima waktu! sedangkan selebihnya! saya yakin kau pasti akan kembali merasa sepi! Alif berusaha keras untuk meyakinkan Inun, namun Inun tetap melanjutkan perjalanan bersama kelima sahabatnya.

"Silahkan kau pilih sahabatmu! Dengan membuang kebahagian dimasa mudamu...!" Kali ini Alif berteriak dengan lantang karena ia yakin Inun tak akan memilih bersamanya. Inun menghentikan langkahnya, kelima sahabatnya bertanya dan meyakinkannya. "Aku Waw bukan Nun. Inun berlari menyusul Alif dan Zakia. Melihat keadaan tersebut Alif berbahagia menyambutnya. Sementara kelima sahabatnya menatap Inun dengan rasa kecewa. "Demi masa sesungguhnya manusia kerugian..! Kelima sahabatnya lenyap. Inun berteriak dengan kencang sambil melempar kerudung yang ia pakai. Aku waw bukan Nun!!! Alif dan Zakia tertawa.

Inun merasa sangat lepas dan bebas. Tiba-tiba Nun mulai merasakan gelagat yang ganjil dengan Alif. Meskipun dalam keadaan setengah pusing, Inun berlari dari Alif. Langit mendadak kelam. Kilat petir dan hujan menjadi siluet rasa takut yang sangat mencekam. Dibelakang pintu kelas tempat Inun bersembunyi. Nyaris setelah Alif mendapatkannya, cermin menjadi senjati untuk melindunginya dari birahi yang sudah merasuki Alif. Suara teriakan Zakia menjadi penutup masa remajanya.

"Orang tuamu tidak pernah kemari?" tanya bu Rinai, guru Agama yang menemani Inun duduk bersama dikursi taman rumah sakit jiwa saat ini. "Ayahku facebook, yang selalu bertanya what's on your mind? dan ibuku tweeter: what happening?" Bu Rinai mengeleng melihat tingkah Inun. Setelah tertawa lepas, Inun terhenyak kemudian berteriak histeris! Itu waw yang melakukannya, bukan saya!" Inun menangis. Bu Rina mendekapnya kemudian menatapnya dengan hangat lalu berkata: "Temuilah lima waktu sahabatmu, Nun..."

Bu Rinai membalut kepalanya dengan kerudung. "Demi masa..."bisik bu Rina padanya.

9 disukai 7K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction