Disukai
17
Dilihat
1,680
SABTU SORE DI SEBUAH VILLA
Drama

Hawa dingin malam itu. Embun bertetes-tetes meresap ke pori-pori bak cairan cuka yang sengaja disiramkan di atas luka menganga. Tentu pedih sepertinya. Namun tak terdengar suara erangan pun keluar dari mulutnya. Bibirnya mendesis, gigi gemeretak beberapa kali. Jerit tertahan mengakhiri penderitaannya. Senjata makan tuan! Biarlah. Dia memang pantas mati.

Hitungan detik berselang, kobaran api merembet begitu cepat, melalap semua hingga tak tersisa. Bau tak sedap tiba-tiba menusuk hidung. Sesuatu yang aneh terbakar.

Kian lama kepulan asap pun meninggi. Hampir seluruh penduduk tersentak dari tidurnya. Salah satunya ada yang membunyikan kentongan tanda bahaya.

“Kebakaran! Kebakaran!”

 

# # #

 

Berita kebakaran sebuah villa menjadi headline sebuah koran pagi hari ini. Ini peristiwa besar sekaligus menggembirakan bagi sebagian penduduk sekitar yang menurut keterangan, malam itu ikut menyaksikan dari dekat. Anehnya, puluhan penduduk yang setengah tersadar dari mimpinya itu hanya mampu berdecak-decak dan sebagian ada yang berseru menyebut asma Tuhan beberapa kali tanpa tindakan untuk memadamkan si jago merah, hingga api benar-benar melumatkan seluruhnya.

Kira-kira satu tahun lalu villa itu dibangun. Hanya satu bangunan. Letaknya terpencil dari rumah-rumah penduduk. Tak seorangpun tahu siapa pemilik villa tersebut. Milik pribadikah atau milik seorang pengusaha yang sengaja disewakan.

Setiap Sabtu sore pengunjung villa itu datang. Berganti-ganti orang. Akan tetapi ada pula seorang pengunjung tetap. Dia tak pernah absen membawa serta rekan-rekannya. Sabtu ini dia datang bersama seorang wanita cantik, Sabtu berikutnya kadang bersama rekannya yang laki-laki beberapa orang, dan seterusnya.

Dia seorang pria tampan. Dandanannya ala pejabat eksekutif. Selalu datang dengan mobil mentereng. Begitupun dengan teman-teman yang dibawanya ke villa itu. Semuanya berpenampilan jetset.

Itulah mungkin yang membuat penduduk segan berkenalan dengan pria tampan dan kawan-kawannya. Dan tentu saja karena pria tampan itu pun tak sudi mengenalkan diri lebih dulu. Hingga satu tahun sudah usia villa itu, tak seorang pendudukpun yang mengenal penghuninya.

Pun tidak banyak orang tahu kalau aku mengenal pria itu lebih dari seorang rekan. Tanpa disadari, mungkin mereka pernah juga datang ke villa itu pada suatu Sabtu sore bersamanya. Hanya saja penampilanku tidak se-elite rekan-rekannya yang lain, barangkali.

Tentu saja mereka tak jelas mengenali wajahku karena waktu itu aku datang bersamanya dalam kondisi cuaca amat buruk. Hujan lebat, halilintar menyambar tiada henti. Kuyakini tak seorang pendudukpun yang berani membuka pintu untuk menyaksikan situasi di luar rumah. Kalau pun ada yang sempat melihat, mungkin hanya kebetulan. Itupun dengan pandangan masa bodoh.

Aku berkenalan dengan dia sejak sebuah tanda pengenal pers disematkan di dada kiriku. Dia seorang eksekutif muda yang jenius. Banyak kawan sejawatnya yang mengagumi kejeniusannya. Termasuk aku yang selama ini menghormati potensinya sebagai orang besar yang menghargai profesiku.

Hampir dua tahun kami bersahabat baik. Jelas, sebelum villa di pemukiman penduduk itu berdiri. Berita yang kutulis tentang dia selalu berita yang baik-baik. Bukan karena dia sudah seperti sahabatku sendiri tapi dia memang eksekutif yang profesional.

Oh iya, Sabtu sore itu ada kali pertama aku diundangnya untuk menginap di villa. Sebuah santapan makan malam nan lezat dihidangkannya spesial untukku, karena tak sepotong mahlukpun di situ kecuali kami berdua.

Villa itu jadi terkesan angker. Bulu kudukku mendadak meremang. Hujan angin tak berhenti hingga menjelang subuh. Suaranya bergemuruh mengalahkan bunyi jangkrik dan binatang malam lainnya.

Kejanggalan lain kudapati di dalam villa itu. Sebuah ruangan yang oleh pria itu dibiarkan dalam kondisi tanpa penerangan. Pintunya tertutup rapat. Sebuah gembok besar menggantung di sana. Ketika pertanyaan jahil kusodorkan, dia terlihat gugup menjawab. Walaupun tentu saja karena kejeniusannya dia berhasil menjawab pertanyaanku dengan sebuah pernyataan yang masuk akal.

“Kamar itu pintunya rusak. Maksudku tempat lampunya rusak, belum sempat diperbaiki.” Lalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain.

Semalam bersama dia di villa itu kurasakan berbeda dari biasanya. Aku seperti tidak sedang berkomunikasi dengan dia. Ada sesuatu yang dia sembunyikan.

Mengobati kepenasaranku, aku menyambangi pemukiman pada kesempatan lain, tentu saja sebagai wartawan.

Dari pernyataan beberapa penduduklah kuperoleh informasi bahwa villa itu baru saja berdiri sekitar satu tahun yang lalu dengan tanpa konfirmasi apapun kepada penduduk yang berdekatan letak rumahnya.

Dari seorang petani yang kutemui di ladangnya, kutahu dia selalu datang dengan rekannya selain aku. Termasuk seorang wanita cantik yang berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan adalah bukan istrinya.

“Yang wanitanya cantik-cantik, Mas. Tiap malam minggu beda. Kalau yang saya lihat sih tiga orang mungkin ya.”

“Sebenarnya penduduk sini nggak ada yang suka dengan adanya villa itu,” kata seorang ibu yang saat itu sedang berkumpul dengan keluarganya di teras rumah. “Ada yang bilang, villa itu selalu dijadikan tempat mesum. Ada yang mabok-mabokan juga, Mas. Kami pengen protes tapi kami takut.”

“Kenapa nggak lapor ke yang berwajib saja?”

“Kata pak lurah sih sudah, Mas. Tapi sampai hari ini nggak ada petugas yang datang untuk mengecek kebenaran informasi yang diberikan lurah kami. Mas ini orang pertama yang nanya-nanya soal villa itu.”

Pemukiman itu memang cukup jauh berbeda dari layaknya sebuah pedesaan. Daerahnya sulit dijangkau. Tak ada trasnportasi yang melewati wilayah itu. Kalau waktu itu aku tak kebetulan datang bersama pria itu akupun tak akan menyangka kalau di sekitar situ ada kehidupan manusia.

# # #

Tiba-tiba tersiar kabar bahwa sang eksekutif muda yang jenius itu ternyata punya skandal perselingkuhan. Berdasarkan nara sumber yang dimintai keterangan menyebutkan kalau wanita yang berhasil digaetnya tidak hanya satu.

Yang sangat tidak aku percaya, salah satu dari wanita simpanannya adalah seorang yang persis lima bulan lalu kulingkarkan cincin emas putih di jarinya. Dia bekerja di salah satu bank swasta. Kira-kira lima bulan mendatang kami bermaksud melangsungkan resepsi pernikahan. Tanpa diskusi berkepanjangan hubungan kamipun berakhir.

Walau demikian, rasa marah, emosi kebencian tidak terobati oleh apapun. Harga diriku telah tercabik-cabik. Aku dan pria itu akhirnya sepakat untuk saling bertemu, menyelesaikan urusan laki-laki. Kami bicara empat mata di villa itu yang tak lain adalah miliknya.

Seperti Sabtu sore sebelumnya, aku datang bersamanya ke villa itu seakan tanpa masalah. Aku disuguhi suasana indah dan hidangan lezat. Entah apa yang dia inginkan dari aku.

“Saya harap, kamu tidak berbuat konyol.” Dia mencoba mengancamku. “Saya bisa berbuat apa saja jika kamu berani mengangkat masalah ini ke publik.”

Hh! Ancamannya lebih keras.

“Kita kan bersahabat. Masalah ini masalah kecil. Tak usah dibesar-besarkan. Hal biasa lah. Wajar laki-laki ingin wanita lebih dari satu toh? Apa istimewanya kalau berita ini diangkat. Tak ada hubungannya dengan profesionalitas jabatan.”

“Siapa yang bisa menjamin kalau kasus ini tidak akan menjadi besar?” Aku balik menggertaknya.

“Sudahlah, Pram. Saya ingin kepastian sekarang. Soal benefitnya kamu tinggal tunggu nanti.”

“Saya tidak ingin menjanjikan sesuatu. Lagipula kalau menurutmu ini berita biasa dan tidak ada hubungannya dengan profesionalitas jabatan, kenapa takut dengan publikasi.”

Benda tajam berkilat terhunus tiba-tiba mengarah perutku. Sayang, dia tak berhasil menghujamkannya. Gelagat itu sudah kucium sejak tadi. Dan tentu saja karena kewaspadaanku, malam itu akulah yang jadi pemenangnya.

# # #

“Pram, posisimu di mana? Segera merapat ke kantor.” Edwin meneleponku dari kantor. “Polisi sedang mengusut peristiwa kebakaran kemarin malam. Kau diminta segera datang untuk memberi keterangan penting. Kau kan yang menulis beritanya. Menurut dugaan mereka ada insiden lain sebelum kebakaran villa itu. Kemungkinan sudah terjadi pembunuhan yang direncanakan. Saksi mata mengungkapkan, kira-kira menjelang magrib ada dua orang laki-laki mengunjungi villa itu.”

# # #

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi