Sanatorium
Daftar Bagian
1. Awal Perkenalan dan Masa Lalu
EXT. TAMAN SIANGLora duduk termenung sendiri,
2. Lamaran dan Pernikahan
INT. KAMAR MANDI MALAMHans baru nongkrong di W
3. Perilaku Hans yang Mulai Aneh
INT. RUMAH PAGIMONTAGE: Lora memasak, berangka
4. Perilaku yang Makin Aneh dan Riwayat Sebuah Rumah
INT. RUMAH MALAMSaat hendak masuk kamar, Lora
5. Pikirannya Seperti Terenggut
CUT BACK TOINT. KAMAR TIDUR MALAMHans masih du
6. Suara-suara Halusinasi
INT. KAMAR TIDUR. RUANG TENGAH PAGILora menata
7. Suara dari Neraka
EXT. BERANDA RUMAH SORELora pulang ke rumah di
8. Keanehan Berlanjut
EXT. TERAS PETANGLora mendekati Hans dengan ra
9. Lukisan-lukisan yang Aneh
INT. RUANG KERJA DINI HARILora masuk ke ruang
10. Adiknya pun Tak Dikenali
INT. TERAS PAGIBram datang di pagi hari. Wajah
11. Memukuli Dinding
INT. RUMAH MALAMLora terbangun ketika mendenga
12. Tak Lagi Dikenali
EXT. DEPAN RUMAH PAGI BUTAPagi-pagi benar, seb
13. Mengamuk Pada Mama
INT. MEJA MAKAN PAGILora mengambil nampan, dan
14. Upaya Bunuh Diri dan Masuk RSJ
INT. RUANG KERJA PAGITerdengar suara kaca dipe
15. Delusi
INT. BANGSAL RSJ SIANGLora duduk di sofa, bezu
16. Saran Kepala Perawat
INT. RUANG KEPALA PERAWAT SIANGLora dan Bram m
17. Perjalanan ke Petirahan Rehabilitasi Mental
EXT. PEGUNUNGAN/PERBUKITAN PAGI2 Minggu Kemudi
18. Petirahan yang Misterius
EXT. HALAMAN PETIRAHAN SIANGDari posisi Lora b
19. Serbuk Penenang
INT. LANTAI DUA PETIRAHAN SIANGLora dan Bram m
20. Sebuah Pengakuan
INT. KAMAR PETIRAHAN MALAMMalam sunyi. Tak ada
21. Suara-suara yang Jernih
INT. KAMAR SANATORIUM PAGIPagi yang menawan. C
13. Mengamuk Pada Mama
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. MEJA MAKAN — PAGI

Lora mengambil nampan, dan menaruh 6 gelas teh, lalu membawanya ke meja makan.

Dia menyiapkan beberapa kue, roti, susu, dan selai, dan kembali mengulang ajakan minum teh.

Lora memegang bahu mama, agar memahami ajakan Lora.

MAMA

Ayo kita ikuti dulu ajakan anak menantu...

LORA

Mari... mari...

Mama beranjak ke meja makan. Papa dan Hanin mengikuti. Kini semua duduk melingkari meja makan.

Lora menata gelas teh di depan mereka. Ada 6 gelas, masing-masing untuk mama mertua, papa mertua, Hanin, Hans, aku, dan satunya untuk suamiku.

LORA (VO)

Semoga ia mau gabung.

Semua mata seakan memandang sebuah gelas yang ditujukan untuk Hans. Lora mulai menyeruput teh.

LORA

Mari minum...

Lora membuka tutup wadah kue, dan kembali menyilakan untuk menikmatinya. Mama, papa, Hanin, dan Bram mulai meminum teh. Lora mengambil kue dan menggigitnya perlahan.

Mereka sejenak menikmati sajian pagi yang sederhana ini dalam diam, semua tampak larut dengan pikirannya masing-masing. Tak ada yang bercakap saat itu, membuat kecanggungan terasa benar.

Hening, hanya ada suara televisi dari ruang tengah yang terdengar ceriwis. Aku melihat jendela dapur, sinar matahari menerobos kisi-kisinya menyirami peralatan dapur yang kini tampak berkilauan.

Lora berdiri, mengangguk pada semua orang.

LORA

Aku akan buka jendela biar udara segar masuk...

Lora menarik korden dan membuka jendela ruang makan. Udara pagi masuk dan mulai terasa menyegarkan.

Lora duduk kembali. Mereka melihat taman kecil yang berada di samping ruang makan. Sayangnya kurang terawat, sebagian daun menguning. Tak ada yang berbunga. Air mancur juga mati, dan ditumbuhi lumut.

Lora menghela napas.

LORA (VO)

Setidaknya semoga udara pagi dan taman itu bisa menyegarkan pikiran.

Pintu kamar mandi dibuka, dan tampak sepasang kaki masuk dapur. Lora tampak cemas saat melihat pintu ruang makan.

LORA (VO)

Semoga dia tak mengabaikanku, mengabaikan kami, tolong Tuhan, tolong Tuhan...

Bram juga tampak cemas. Mama sampai menengok ke arah pintu itu, karena membelakangi posisi duduknya. Papa diam saja, namun kecemasan terpancar di matanya. Hanin terlihat paling tenang.

Hans masuk ruang makan dan nyelonong begitu saja. Acuh tak acuh. Berlalu melewati posisi meja makan kami, seperti tak menyadari ada banyak orang di meja makan.

LORA

Hans, yuks minum teh.

Hans berhenti sejenak, seperti mengenali suara Lora. Tapi tetap tak menoleh sedikit pun.


FLASHBACK

INT. DAPUR — SORE

1 tahun lalu

HANS

Ayo minum teh bersama....nyantai-nyantai...

Hans mengajak Lora, Papa, Mama, Hanin, dan Bram minum teh sambil menikmati taman, dan ngobrol apa saja.

Taman terawat baik, penuh bunga. Air mancur terus mengalir, gemericik airnya.

Semua tampak tertawa oleh celotehan Hans yang lucu (gerak tangan bercerita bisa tanpa suara), bisa dengan suara membahas misalkan kegaduhan politik di negeri ini.

Walau mereka berdua bukan partisan partai politik tertentu, mereka suka membincangkannya karena bikin seru.


CUT BACK TO

INT. RUANG MAKAN — SIANG

Sekarang

Kini di perjamuan teh semua diam. Canggung.

Di dekat mereka, Hans masih berdiri terdiam, tanpa menoleh sedikit pun.

Tiba-tiba Hans seperti bercakap-cakap dengan seseorang. Semua jadi kaget!

Lora langsung berdiri mendekatinya. Meraih bahunya.

LORA

Hans, ayo minum teh dulu...

Hans bergeming. Tetap berdiri, diam. Tak menoleh, namun kini bibirnya terkatup. Ia menghentikan percakapannya.

Mama mertua berdiri dan mendekat, memeluk Hans dari belakang. Mama gemetar.

MAMA

Ini Mama... (kata mama dengan suara gemetar)

Hans tak bereaksi. Ia masih diam.

Mama bergerak ke depan, menghadap Hans, memandang wajah Hans.

Sepasang mata mama seperti tercekat, ia merasa: tak lagi dikenal.

MAMA

Hans, ini Mama!(kata mama lebih keras)

Air muka Mama tampak terpukul. Suasana jadi tertekan.

Hans diam. Berdiri kaku seperti patung.

Bram mendekat, menyentuh bahu mama dan menuntunnya untuk duduk di kursi. Mama tampak lemas, parasnya memucat.

BRAM

Kak, Mama telah datang... (kata Bram lirih)

Bram mencoba memandang mata Hans, namun ia kecewa juga.

Hanin datang, memegang kedua lengan Hans dari depan, dan mengguncangnya.

HANIN

Hans sadarlah, apakah kau kerasukan setan? Sadarlah! (teriaknya, tampak marah)

Mama mulai menangis. Lora memegang bahu Mama, menenangkan. Hans masih bergeming, diam seperti patung.

Papa tampak tertegun, merasa tak percaya dan sedih.

Lora berinisiatif menarik tangan suaminya, setengah menyeretnya, untuk duduk bersama. Herannya tubuh Hans begitu berat, seperti robot.

Bram membantu, ia menarik tangan kanan Hans, dan Hanin turut mendorong punggung Hans dari belakang.

BRAM

Ayo kak, kita kumpul dulu, sambil minum teh.

Tubuh kaku Hans akhirnya bergerak pelan ke meja makan, dan duduk bersama. Ia duduk dekat mama, di depan Lora, dan di sebelah kanan Bram.


FLASHBACK

1 tahun lalu

Hans suka mengajak minum teh bersama.

HANS

Ayo minum teh panas. Sudah siap kuenya. Mari, mari...

Hans paling pertama antusias menyeruput teh panasnya. Ia kemudian mengajak mengobrol, dan melucu.

Semua orang (Papa, Mama, Hanin, Bram, dan Lora) menyimak obrolannya, dan selalu tertawa saat dia melucu (adegan tanpa suara)


CUT BACK TO 

INT. MEJA MAKAN — SIANG

Sekarang

Hans diam tak menyentuh tehnya. Suasana terasa canggung.

Lora mendekatkan teh ke depan Hans.

Hans duduk dengan pandangan lurus tapi matanya seperti tak fokus. Pandangan seperti orang melamun. Pandangan kosong.

Mata Lora berkaca-kaca, namun ia menahan air mata itu yang hendak jatuh.

Papa mertua terlihat sedih.

BRAM

Ayo diminum tehnya, kak...

Bram mencoba mencairkan suasana. 

Hans yang awalnya diam memandang lurus ke depan, tiba-tiba menoleh, memandang ke arah tembok. Kepalanya sedikit mendongak.

Kami semua ikut-ikutan melihat dinding itu. Mama sampai menoleh, namun tak ada apapun di sana, kecuali seekor tokek besar yang merayap pelan dan kemudian berhenti.

LORA

Kenapa dengan tokek, ada apa dengan tokek? (kata Lora spontan)

Mereka melihat fokus ke tokek itu. Kedua mata tokek yang kecil tampak berpandang-pandangan dengan Hans.

Tokek besar dengan bintik-bintik hijau dan kemerahan yang merata di sepanjang kulitnya itu menatap suamiku tanpa kedip.

Lora sedikit bergidik saat menyadari suaminya mendesis sambil menatap nyalang tokek itu. Mereka sedang melakukan komunikasi tertentu.

Hanin dan papa yang ikut-ikutan melihat, mengambil napas panjang nyaris berbarengan, selanjutnya mereka terdiam.

LORA

Ada apa di sana, ada apa dengan tokek itu, Mas?

Lora dengan pelan menyentuh punggung tangan Hans. Mengelus jemarinya, berharap dia mau menjawab pertanyaan, dan tak mengabaikan pertanyaannya.

Tapi Hans tetap diam dengan mata yang terus menatap tokek.

Seolah telah selesai urusan, tokek itu merayap pelan memasuki lubang atap yang bolong karena rembesan air hujan dari genting.

LORA (VO)


Apakah tokek itu memberitahu tentang sesuatu pada suamiku? Ah, pikiran apa ini?

Semua tercenung, seperti tak ada ide lain untuk menyadarkan Hans. Lora menarik napas panjang. 

LORA

Yuks diminum lagi...

Lora ingin mengurangi kecanggungan, dia menyikut lengan Bram yang paham atas maksudnya.

BRAM

Ayo-ayo diminum...

Lora kembali menyeruput teh, Bram mengikuti, disusul mama, papa, dan Hanin. 

Lora mengangsurkan teh pada Hans, mendekatkan bibir gelas pada mulutnya. Hans mau minum dan menatap Lora. Rasa canggung langsung berkurang.

Hans menatap Lora.

LORA (VO)

Ia menatapku. Ya Tuhan... tapi itu tatapan biasa, bukan tatapan orang yang sudah bersama bertahun-tahun.

Hans tersenyum, dan mengangguk, dan seperti teringat sesuatu, tiba-tiba ia kembali menatap dinding lagi. Tubuh Lora gemetar.

LORA (VO)

Ia tadi seperti menjalin kontak denganku, tapi...

Lora mengambil roti dan mendekatkannya lagi ke mulut Hans, menyuapkan. Hans merapatkan mulut, menggeleng, masih dengan tatapan ke dinding. Lora tampak lesu lagi.

LORA

Apakah ada sesuatu di sana? (tanya Lora hati-hati)

Hans diam, mengacuhkan lagi pertanyaan Lora.

LORA

Kau jarang sekali makan, takut sakit… (kata Lora pelan)

MAMA

Apa kabar Hans? Ini Mama… (kata Mama sambil memegang tangan Hans dengan lembut)

Paras Mama yang menua, dengan keriput di sekitar sudut matanya, tampak risau. Air mukanya tertekuk yang tampak kehilangan seseorang yang sangat berharga. Pandangan matanya terlihat cemas dan sedih.

MAMA

Anakku... (Mama tak tahan)

Hans diam, acuh.

MAMA

Ya, Tuhan...

Hans menoleh ke arah mama. Sudut matanya seperti melirik mama tapi tak sampai menatap mama.

Tiba-tiba, tatapan mata Hans tampak marah, menakutkan, namun kemudian jadi seperti tatapan orang yang menjaga jarak.

Hans seperti menciptakan dunianya sendiri yang terisolir. Ia seperti hidup di dunia yang lain.

Tatapan mata Hans kosong, hampa, pikirannya seperti dirampas oleh kekuatan tak kasat mata.

PAPA

Hans... bicaralah... kita ini keluarga...

Hans tampak menatap bibir papa yang bergerak-gerak. Tatapannya seperti seorang tuna wicara yang membaca gerak bibir untuk mengerti percakapan lawan bicara. Namun, sepertinya ia tak mengerti apa yang dibicarakan papa.

Hans diam saja.

Bram mendesah. Wajah Papa tampak cemas.

MAMA

Hans ceritalah...

HANIN

Ayo Hans... Hans!

Hanin mendesak dan memaksa.

Lora cemas, ia risau atas desakan Hanin.

LORA (VO)

Hans orang yang sensitif, jangan dibentak.

HANIN

Hans ceritalah, apa yang terjadi denganmu?! (ulang Hanin tegas)

MAMA

Hans bicaralah...( pinta mama tak menyerah)

Tiba-tiba Hans menatap mata mama. Tatapan yang tak biasa dan menakutkan! Sepasang matanya melotot tajam. Mama tersentak mundur, ketakutan.

HANIN

Hans apa yang kau lakukan?! (berteriak keras)

Tiba-tiba Hans menutup dua telinganya dengan kedua tangan.

Ia seketika berdiri. Masih dengan kedua tangan menutup telinga, ia menggeleng-gelengkan kepalanya, seakan tak ingin mendengar lagi suara apapun dari mereka.

HANS

Mantra, mantra, kau, bajingan! bajingan! (teriak Hans keras mengagetkan semua orang)

Tangan Hans menuding mama! Mama jadi makin ketakutan, shock. Bram memegang lengannya, menenangkan.

Hanin tampak terperangah.

Papa mertua terpaku dengan air muka yang panik.

Hans beralih menuding kami semua, bergantian!

HANS

Kalian semua, kalian menghalangiku!! (teriaknya lebih keras)

Tubuh Hans bergetar. Hawa amarah memancar keluar dari raganya. Ia kembali melirik ke dinding, matanya melotot.

HANS

Pergi, pergiiii! Bebaskan kekasihku!!

Lora kaget bukan kepalang.

LORA (VO)

Kekasih?

Lora mendekat dan memeluk Hans erat, spontan. Ia tampak tak percaya dirinya berani melakukan itu.

Lora tak memikirkan apapun selain ingin menenangkan suaminya.

Hans seperti tengah kerasukan setan, matanya merah memandang tembok.

LORA (VO)

Siapa kekasih yang ia maksud? Apakah ia memiliki perempuan lain?

Tiba-tiba Hans berontak dari pelukan Lora, berlari mendekati tembok, dan memukulnya keras-keras!

"Duggh! Dugghh! Dughhh!!!”

Mereka semua kaget. Hans kembali memukuli tembok lagi. Saat tangannya hendak terayun lagi, Bram menangkap dan menarik tubuhnya kembali.

Tangan kanan Hans berlumuran darah. Tembok sedikit hancur. Mama menangis histeris, untuk kemudian seperti tak sadar, tubuhnya limbung.

Hanin tampak kebingungan, untungnya ia sempat menangkap tubuh Mama.

Lora segera mengambil kasa di kotak obat, dan obat merah, lalu membubuhkannya ke luka Hans.

Hans menarik tangannya, tapi Bram menariknya kembali, dan berhasil menahannya untuk Lora tetesi obat.

HANS

Kau menghalangiku! (katanya dengan napas tersengal-sengal)

Air muka Hans merah tampak sangat marah.

LORA

Menghalangimu dari apa?

Hans diam, dan hanya memandangi Lora.

Pandangan Hans terasa menyiksa, seperti pandangan orang yang penuh kebencian, atau keinginan balas dendam!

Lora tak membalas pandangannya, rasanya menakutkan.

Lora menyibukkan diri untuk merawat lukanya.

HANIN

Tenang Ma, sabar, sabar, tenang... (katanya sambil memijit-mijit bahu mama)

Lora tampak empatik/terenyuh melihat raut muka Mama yang tampak sedih dan takut.

Semua diam, tak percaya atas apa yang terjadi.

PAPA

Kita perlu paranormal... (katanya lirih, tercekat)

HANIN

Jangan! Kita harus membawanya ke rumah sakit jiwa!

MAMA

Kita pakai keduanya.

PAPA

Apa kepalanya habis terbentur sesuatu...? (katanya sambil menatap Lora)

Lora menggeleng.

PAPA

Kepala yang habis terbentur bisa hilang memorinya.

BRAM

Dia telah berubah...

Lora mengangguk.

LORA

Kami belum ke dokter, hanya...

Suara Lora terhenti. Wajahnya tampak tegang.

BRAM

Di rumah sakit jiwa nanti, kepalanya pasti juga akan discan...

Bram seperti membantu kebekuan Lora.

Saat demikian, tiba-tiba, sekonyong-konyong Hans menarik tangannya, dan pergi begitu saja ke ruang kerja. Ia berjalan seperti tak terjadi apa-apa.

LORA (VO)

Luka di tangannya akan mudah sembuh dengan sendirinya, tapi luka yang membuat perilakunya jadi aneh, terasa sulit disembuhkan.

Mama, papa, Bram, Hanin, dan Lora menatap punggung Hans yang menghilang ke dalam ruang kerjanya.

Lora menarik napas dalam-dalam, ia tampak menenangkan diri.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar