INT. RUANG KERJA — DINI HARI
Lora masuk ke ruang kerja Hans, dan menyalakan laptopnya.
Melalui layar Microsoft Word, dia bisa menelusuri Hans sedang menulis apa.
LORA (VO)
Lora memeriksa microsoft word, meneliti tulisan dan tanggal ditulisnya.
LORA (VO)
Saat berpikir begitu, Lora melihat tumpukan kertas.
Dia bangkit mendekat, membuka dan tampak banyak lukisan di sana, sebagian masih sketsa, dan coret-coretan.
LORA (VO)
Banyak gambar kelamin yang ditusuk, payudara dicacah-cacah, kepala putus terpenggal, bercak darah, pisau besar, mata copot, dan juga coretan umpatan-umpatan kasar macam bajingan, asu, tai, dancuk!
LORA (VO)
OS
Suara-suara itu kembali terdengar, menimbun kepala Lora.
Ada pula gambar dua tokek saling berhadapan seperti bersenggama, gedung besar berkaca berlatar pohon-pohon hutan, seorang gadis dibalik besi teralis penjara, bayi diatas tungku api yang menjilat-jilat menyala.
LORA
Lora meraba gambarnya. Ia memerhatikan ruang kerja Hans yang tampak berbeda. Penuh palet, kuas, tabung-tabung warna, dan kanvas.
Juga tergeletak sebuah buku kuning mencolok berjudul: Lust for Life, Kisah Nyata Vincent Van Gogh. Pelukis termahal di dunia yang mati sebagai orang terbuang.
LORA (VO)
Lora celingukan mengedarkan pandangan.
LORA (VO)
Lora melongokkan kepalanya di bawah dipan, mungkin Hans meletakkan tumpukan korannya di situ. Namun tetap tak ada!
LORA (VO)
Lora membuka almari. Hanya ada tumpukan kaos dan baju yang apak. Lora duduk di dipan.
LORA (VO)
Intinya itu membuatku harus bekerja keras menjadi tonggak utama ekonomi keluarga ini, karena ia tak bisa diharapkan penghasilannya dari menulis.
Beat.
LORA (VO)
Lora tampak sedih.
LORA
Lora keluar dari kamar kerja Hans, tak enak hati, khawatir disangka apa jika Hans tahu dirinya di situ, dari pada menambah persoalan.
INT. RUANG KAMAR — MALAM
Lora melamun. Ia merasa kesepian.
LORA (VO)
Wajah Lora memerah. Percumbuan intim dengan Hans melintas di ingatannya.
LORA (VO)
FLASHBACK
INT. KAMAR TIDUR — MALAM
Suatu malam karena tak tahan, walau pesimis karena keanehannya, Lora memakai lingerie di depannya, berharap dia punya hasrat.
Dulu biasanya Hans akan menyentuh Lora karena tahu jika memakai lingerie berarti tanda bahwa Lora tengah berhasrat, Hans tahu itu.
Lagipula jika melihat Lora begitu, Hans akan bergairah.
CUT BACK TO
Namun hingga Lora mondar-mandir sampai lelah di depannya, Hans tak acuh. Bahkan saat mereka tidur bersebelahan.
Dia hanya menatap tembok itu lagi. Rasanya kemarahan Lora mau meledak!
Lora menarik napas dalam-dalam, mencoba mengurangi emosi.
LORA
Posisi Hans yang telentang membuat air mukanya tak jelas. Lora menarik lengan Hans agar ia miring juga.
Sekarang mereka sama-sama dalam posisi saling berhadapan.
LORA
Lora menatap mata Hans.
LORA (VO)
Beat.
LORA
Beat.
LORA (VO)
Lora memegang pipi Hans dan kembali menatap matanya.
LORA
Lora seperti memancingnya.
LORA (VO)
Kelopak mata Hans seperti bergerak-gerak, namun mata itu kembali hampa. Bagai patung, Hans diam saja. Kemarahan Lora tertahan, matanya berkaca-kaca.
Lora menarik tangan Hans, dan meletakkannya di dadanya.
LORA (VO)
Saat Lora lepaskan, tangan Hans terkulai begitu saja.
LORA (VO)
Lora membalikkan badan, dan diam-diam menangis tanpa suara. Ia merasa tak berdaya. Lama Lora menangis hingga mulai menyadari bahwa tangisan ini tak ada gunanya.
LORA
Lora bergetar ia berupaya meredakan nyeri di hatinya dengan memikirkan hal-hal lain. Lora bangkit berdiri, menuju kulkas, dan minum soda dingin. Ia menenggaknya berkali-kali.
LORA (VO)
Lora cemas, bingung, ia merasa pedih. Ia tak tahan. Ia mengambil HP, dan menelpon keluarga Hans.
Bram, adik Hans yang mengangkat telepon.
Saat Lora mendengar suara Bram, Wajah Lora jadi ceria, bersemu merah. Ia ingat akan senyum Bram yang menawan. Lora merasa senang, namun ia kemudian bercerita tentang Hans.
Di seberang: Bram tampak percaya, papa dan mama mertua juga. Tak ada yang sepenuhnya percaya saat Lora ceritakan semua peristiwa.
Lora mendesak mereka, akhirnya Bram akan mengunjunginya esok hari. Wajah Lora tampak senang.