Disukai
1
Dilihat
1,266
Rain
Thriller

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" ucap seorang perempuan paruh baya kepadaku dibawah guyuran gerimis yang berjatuhan di atas pemakaman ini.

"Pergi. Sangat jauh hingga tidak akan ada siapapun yang akan menemukanku," ucapku menatap langit kelabu di atas kepalaku.

"Apa kau tau dimana itu?"

"Tidak dan tidak peduli."

"Masih ada waktu untuk memikirkannya kembali. Kami akan selalu berada di sisimu."

Aku tersenyum dan melirik perempuan itu dari balik bahuku.

"Disisiku? Kalian memang benar-benar buta, ya?"

Aku kembali memalingkan pandanganku ke depan, ke arah tirai hujan yang seakan menyimpan sebuah misteri itu.

"Buka mata kalian. Apa Anda tidak sadar sudah berada di atas tanah makam?"

"Bangunlah dari ilusi murahan yang kalian ciptakan dalam otak kecil kalian itu."

Aku membalikan badan dan memperlihatkan wajah rusakku padanya, yang basah karena hujan.

"Anda lihat? Apa yang sudah kalian lakukan padaku? Wajah ini, topeng ini ...," aku mengelupas kulit sintetis itu dan menghancurkannya dengan panas pada telapak tanganku, menguapkannya dengan cepat, secepat mereka merubahku menjadi sebuah boneka.

"Mereka sudah rusak karena perbuatan kalian sendiri. Apa kalian peduli? Ha ... kalian bahkan tidak mengingat sudah memaksaku memakai topeng busuk itu, yang kalian pungut dari imajinasi-imajinasi kalian yang jauh lebih busuk daripada sampah murahan itu."

"Apa yang sebenarnya kalian inginkan? Uang? Surga? Kalian pikir hal seperti itu nyata? Orang-orang buta dan tuli seperti kalian yang tidak mau melihat kenyataan yang ada, yang tidak pernah mau mendengarkan kecuali dari keserakahan yang sudah memperbudak diri kalian dalam sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi nyata. Apa kalian pikir dunia ini taman bermain kalian dan aku sebagai mainannya? Jadi kalian bisa bebas mempermainkan dan merusakku lalu membuangku ke tempat sampah!? Sampai kapanpun seekor elang tidak akan pernah bisa berenang. Tapi dalam khayalan anak kecil kalian yang menyedihkan itu kalian berpikir bahwa seekor elang bisa berenang dan menyelam dengan cepat dan bebas seperti sekumpulan ikan bodoh itu, yang hanya bisa bicara omong kosong setiap harinya, menunggu ajal menjemput mereka. Setiap makhluk punya tempat dan takdirnya sendiri-sendiri. Dan elang adalah penguasa udara jika kalian memaksanya untuk berenang dan menyelam, hanya kematian dan taring-taring tajam seekor hiu yang menunggunya di bawah sana! Kegelapan tak berujung yang kemudian menjadi sebuah pemakaman bagi sang Raja yang terlupakan, yang hidupnya sudah kalian renggut bahkan sebelum dia diciptakan. Apa kau mendengarkan? Ya, Tuhan! Tolong! Dengarkan sekali saja! Buka mata dan telinga yang menempel pada wajahmu itu!"

"Haaaaahhh!!!"

"Percuma saja, ini tidak akan pernah berhasil. Kalian semua hanya tidak akan pernah peduli dengan apapun kecuali diri kalian, keegoisan kalian dan keserakahan bodoh kalian itu! Kalian tidak akan pernah puas hingga seluruh tubuh kalian benar-benar hancur tak tersisa."

"Tolong pergi saja dari hadapanku, biarkan aku sendiri menangisi hari pemakamanku ini."

"Tolong ...."

"Hahahahahaha ...."

Suara tawa dan tangis anak kecil memenuhi taman bermain itu, tapi tidak denganku.

Aku hanya bisa terduduk tanpa suara, bahkan air mata, menatap anak-anak kecil dan keegoisan mereka yang mulai tumbuh itu, memaksa dan merengek-rengek kepada ibu mereka untuk membelikan mereka makanan atau mainan yang nanti hanya akan berakhir menjadi sampah tak berharga bagi mereka, dan melupakannya, dalam kebusukan sebuah tempat sampah.

Kenapa? Ada apa dengan anak-anak kecil yang bodoh itu? Kenapa mereka selalu bersikap seenaknya dan mengulanginya, lagi dan lagi di setiap pagi, di setiap hari, seakan mereka tidak pernah merasa cukup dengan semua yang sudah mereka dapatkan.

Sedangkan aku, aku hanya ... apa? Apa yang sebenarnya aku lakukan? Kenapa aku hanya duduk terdiam disaat semua temanku bersikap seperti preman? Kenapa? Kenapa aku justru memilih untuk tunduk dan patuh dalam sebuah aturan yang mengikatku, yang membelengguku, dan mengambil seluruh kehidupanku, yang mengubahku menjadi sebuah boneka, yang berjalan menuju neraka, pemakamanku sendiri, aku mengubur bangkaiku sendiri dalam sebuah tempat sampah yang gelap dan penuh dengan kebusukan dunia.

Kenapa? Apa yang sudah kau lakukan padaku?

Tolong lepaskan aku ... biarkan aku bernafas dengan bebas, lepaskan aku dari kegelapan yang mencekik ini, bebaskan aku dari perasaan hampa, sendirian, kesepian, kecemasan, dan keputusasaan ini.

Biarkan aku hidup menjadi diriku sendiri. Aku juga ingin seperti mereka, para preman cilik itu, yang hanya bisa merengek, berteriak dan menangis seperti bayi. Aku ingin menjadi bayi. Aku sudah lelah terus berpura-pura menjadi orang dewasa dan selalu mengalah seumur hidupku. Aku ingin itu ... kumpulan mainan itu, aku ingin menghancurkannya dan menyiksa mereka hingga tidak ada lagi yang tersisa. Aku ingin permen itu, melumat dan menggigit rasa manisnya yang palsu. Aku menginginkan semuanya! Segalanya! Berikan semuanya padaku!

"Hahahahahaha ... aku menyukainya, perasaan ini, kebebasan, tidak, kehidupan, aku menyukainya."

Seorang pemuda gondrong berambut putih, bermata putih, dengan sebuah senyuman kepuasan pada wajah tirusnya, terlihat sedang menikmati sebuah pembantaian yang baru saja dilakukannya, di dalam sebuah istana megah di tengah-tengah badai yang menghantam.

"Dar!"

Kilatan petir memperlihatkan ekspresi wajah yang penuh dengan kebahagiaan itu secara sekilas dalam balutan kegelapan yang menyelimutinya.

"Hehe ... kenapa baru sekarang aku menyadarinya ... perasaan kegembiraan yang membuat kecanduan ini ... kehidupan yang selama ini mereka rasakan ... kumpulan bayi-bayi bodoh dan egois itu."

"Aku jadi penasaran dengan rasa dari darah mereka yang menjijikan itu."

"Aaahh ... sungguh sangat lezat. Rasa ini, semua kepalsuan ini."

"Aku ingin lagi. Beri aku lebih banyak lagi. Kalian semua para bayi tidak berguna."

"Dar!"

Di tengah sebuah kota pada malam yang kelam itu, sang pemuda dengan santai duduk diatas menara tertinggi di kota itu, mengawasi dan mencium aroma kehidupan yang sangat menggoda dari seluruh penjuru kota.

"Aku datang ... sebuah kematian."

Dia melompat dalam gelap dan mewarnai kota itu dengan lumuran darah saat fajar menjelang, meskipun tanpa cahaya matahari di belakang dan badai yang terus menerjang, hari esok tidak akan pernah datang.

"Nanananana ...."

Pemuda gila itu terus bersenandung di bawah guyuran hujan berdarah.

Menari-nari bagaikan anak kecil yang berbahagia setelah mendapatkan kemauannya.

"Hmm ... apa ini? Setangkai bunga? Mawar merah ... tunggu sebentar, ini bukan mawar merah ... ini mawar putih yang berdarah. Hmm ... menurutku setangkai bunga tidak bisa berdarah. Lalu, darah siapa ini?"

Pemuda gila itu terlihat berpikir dengan sangat keras.

"Hmm ... apa ini? Dingin, tidak, hangat, merah. Ini darah. Darah siapa? Kenapa ada di dadaku? Tunggu sebentar, kenapa dadaku berlubang? Sejak kapan? Aku tidak mengingatnya. Perasaan ini ... apa?"

Pemuda gila itu berbalik menghadap ke belakang.

Seorang bocah laki-laki dengan tatapan kosongnya sedang menatap ke arahnya, sangat menakutkan, bahkan bagi sang pemuda gila.

Bocah laki-laki itu hanya duduk diam tanpa gerakan sedikitpun, persis seperti sebuah boneka.

"Kau ... siapa?"

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@semangat123 : ❤️
❤️❤️❤️
Rekomendasi dari Thriller
Rekomendasi