Disukai
0
Dilihat
295
Kesadaran
Sejarah


Keterlibatan Gifar, Ismu, Arkan dan Bang Sira dalam sebuah organisasi yang mewujud dalam gerakan sosialisme religius. Dengan berbagai asumsi perjuangan. Gerakan perjuangan berkelanjutan untuk menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar), gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal, gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal, gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik, gerakan pemikiran yang menjangkau realitas rakyat dan terlibat dalam penyelesaian masalah rakyat, gerakan kritis yang menyerang sistem peradaban materialistik dan menyerukan peradaban manusia berbasis tauhid. Kesadaran-kesadaran ini yang membuat mereka belajar dari sejarah Nabi.

Dalam sirah-sirah Nabi, disebutkan bahwa penerus sejarah suci kenabian adalah Tauhid. Tuhan yang Maha Esa mengutus para Nabi dan Rasul dalam wujud manusia yang diamanahi wahyu untuk mengingatkan kehadiran-Nya, perintah-Nya, cinta-Nya, dan harapan-Nya. Sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, tradisi Islam mengakui seluruh mata rantai kenabian, mulai dari para Rasul yang dikenal seperti Ibrahim, Nuh, Musa, Isa. Hingga para nabi yang namanya tidak disebutkan dalam sejarah, tapi terlukis dengan kisah-kisah.

Dalam seluruh Rasul, sosok yang paling penting pada jalur nasab Nabi Muhammad, tentu saja adalah Nabi Ibrahim. Ibrahim menegasikan Tuhan-Tuhan lain, dan mewujudkan monoteisme murni, tentang ketundukan kesadaran manusiawi pada rencana Tuhan, tentang kemampuan hati untuk mengakui keberadaan-Nya dan kedamaian-Nya. Islam termaktub dalam damai dan tunduk sepenuh hati.

Nabi Ibrahim adalah sebagaimana kisah para Nabi, bahwa mereka lahir dan tumbuh di tengah masyarakat yang hidup dalam masa jahiliah. Masyarakat di tengah-tengah hidupnya Nabi Ibrahim adalah masyarakat yang banyak membuat arca untuk disembah. Patung yang terutama dibuat dari batu yang dipahat menyerupai bentuk orang atau binatang.

Saat itu hidup seorang penguasa, Namrud. Ia sebagai Raja dan mengaku sebagai Tuhan. Namrud pun dipercaya rakyatnya sebagai Tuhan dan ia menjadi penguasa Babel dengan bangga. Namrud dalam tidurnya bermimpi bahwa ada seorang anak yang dapat menghancurkan dan menggulingkannya. Ia kemudian membuat kebijakan untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir. Orang tua Ibrahim dengan kehendak Allah, menyembunyikan putra mereka di sebuah gua.

Masyarakat di negeri Nabi Ibrahim, tidak hanya menyembah berhala, tapi juga menyembah matahari, bulan, dan bintang. Hal ini membuat Ibrahim bertanya siapa yang menciptakan dunia ini.

Ia selalu termenung, ketika matahari terbit, ia menggugah inikah Tuhan?

Matahari terbenam, dan bulan muncul bersinar, Tuhan mati, dan bergantikah Tuhan?

Bintang-bintang bersinar, mengapa Tuhan membagi dirinya menjadi banyak?

Bulan, bintang, matahari silih berganti. Tuhan tidak bisa hilang pasti ada Zat yang mengatur silih bergantinya bulan, bintang dan matahari. Dalam usia yang terus beranjak dewasa, Ibrahim berbaur dengan masyarakat dan menemukan titik terang dalam keyakinan.

Ketika Ibrahim beranjak dewasa, ia berhadapan dengan Namrud. Sebelumnya, ia menghancurkan semua berhala di wilayah Namrud. Kemudian ia meninggalkan salah satu berhala terbesar dan meletakkan kapak ke berhala itu. Namrud menyadari dan memanggil Ibrahim untuk meminta jawaban atas kejadian itu. Ibrahim menjawab bahwa berhala terbesar adalah yang menghancurkan semua berhala. Kemudian terjadi perdebatan yang membuat Namrud memerintahkan pasukannya untuk menghukum Ibrahim dengan cara membakarnya hidup-hidup. Diletakkan tumpukan kayu dan dibakar dengan api, Ibrahim diikat di atas kayu yang dibakar itu. Ibrahim selamat, keluar dari api tanpa terluka, tanpa terbakar.

Dalam perjalanan hidupnya Ibrahim kemudian membangun keluarga, memiliki keturunan. Ibrahim membawa pergi Hajar dan Ismail ke lembah Bakka di Jazirah Arab yang kini dikenal dengan Mekkah. Dalam berbagai catatan sirah, Ibrahim dan Hajar masuk dalam wilayah tanya, jawab, penderitaan dan doa. Dan dalam keterpaksaan dibaluti keikhlasan dan keimanan, mereka mengalami pengasingan dan keterpisahan.

Segala perjalanan hidup Ibrahim. Kabah dibangun oleh Ibrahim dan anaknya Ismail. Selama berabad-abad Mekkah telah menjadi tempat berziarah, tapi juga sering menjadi pasar dan pusat perdagangan yang melahirkan perpaduan unik antara agama dan budaya. Setelah waktu yang lama, penyembahan yang monoteisme, akhirnya menciptakan kultus kesukuan bahkan berhala lokal dengan beragam kesyirikan.

Mula-mula dari masyarakat Mekkah saat itu merupakan masyarakat yang tidak mengenal huruf. Mereka menyukai syair dan disampaikan secara lisan. Zaman itu, sebelum Islam menyelimuti, dikatakan sebagai jahiliah. Dalam kondisi itu ditambahkan dengan kondisi sosial yang buruk. Kondisi ekonomi juga turut suram. Kesengsaraan menyelimuti golongan masyarakat lemah. Struktur ekonomi kesukuan mengalami masa oligarki perdagangan. Oligarki perdagangan tumbuh dan keserakahan terhadap materi ikut serta. Secara terang-terangan aturan-aturan suku dilanggar.

Para pedagang mulai menumpuk-numpuk harta dengan mengabaikan norma-norma kesukuan. Fakir miskin, anak yatim dibiarkan dan dihiraukan. Muncullah ketegangan sosial. Anak-anak yatim, para janda, orang-orang miskin terasa menderita luar biasa. Banyak sekali perempuan atau laki-laki yang menjadi budak. Perbudakan tumbuh subur. Bahkan budak-budak itu dipaksa bekerja tanpa dibayar. Perbudakan-perbudakan ini kebanyakan terjadi di daerah pinggiran Mekkah. Mereka seperti tak lagi memiliki harkat sebagai manusia.

Di antara yang lain, ada yang bukan budak, orang merdeka tapi benar-benar dalam kondisi terpinggirkan. Orang-orang marginal. Mereka menjadi buruh dengan upah yang rendah. Pemandangan Mekkah yang senantiasa dilewati kafilah-kafilah dagang dengan onta-ontanya. Onta-onta itu ada yang mengangkut barang-barang dagangan, ada juga yang tidak. Sementara orang-orang melarat pada masa itu, yang hidup miskin dan merana. Mereka tidak bisa memprotes semua ini dan juga tidak boleh berkumpul atau berserikat.

“Nabi hadir untuk menyelamatkan manusia di bumi ini”, kata Bang Sira dalam diskusi kami itu.

“Nabi juga berjuang untuk membebaskan kaum yang tertindas, fakis, miskin dan membuang kebodohan”, lanjut Bang Sira sambil menatap pada kami.

Kedatangan Islam adalah untuk merubah status quo atas kemapanan orang-orang Quraisy. Mengentaskan kelompok yang tertindas dan yang terlindas, tereksploitasi atas nama budaya dan kesukuan. Mereka itulah kelompok masyarakat yang lemah pada negeri Kurun Pasir itu. Keadaan yang dimana masyarakat dengan sebagian anggota menindas secara semu, secara diam-diam terhadap sebagian anggota lainnya yang lemah.

“Nabi bahkan mentitahkan bahwa kemiskinan mendekati kefukuran,” kata Bang Sira.

“Tapi bung, yang seharusnya membuat kemiskinan menciptakan kefukuran adalah kemiskinan yang diciptakan karena kekuasaan, karena hegemoni yang melanggengkan kekayaan pada segelintir orang. Kemiskinan struktural yang membuat kemungkinan-kemungkinan kefukuran,” Gifar memberikan argumentasinya.

“Bahwa kemiskinan struktural akan membuat tercipta kesenjangan dalam masyarakat Islam. Keadilan yang distributif adalah syarat dari terciptanya masyarakat Islam”, lanjut Gifar. Bahwa sebuah negara dapat bertahan hidup walau di dalamnya ada kekufuran, kemaksiatan, tapi negara tidak bisa bertahan bila didalamnya terselubungi penindasan, pemiskinan, pemungkaran terhadap keadilan distributif.

Agama sesungguhnya tidak boleh dijadikan sebatas tempat keluh kesah atau sekedar lenguhan dari kaum-kaum sederhana. Agama tidak boleh dihadirkan untuk menjadi candu bagi orang-orang sederhana. Agama tidak boleh hanya berhenti sampai pada urusan yang disebut sebagai perasaan rohani, perasaan beragama, perasaan ukhrawi, namun juga tidak boleh dilekatkan semata-mata berurusan dengan masalah duniawi. Agama harus menjaga relevansi keduanya. Bahwa hal-hal yang kita hidup di dunia ini adalah bentuk pertanggungjawaban di akhirat. “Sayangnya saat-saat ini agama dengan teologinya, dilekatkan lebih banyak dengan seikat ritual yang tidak menyikapi ruh pembebasan, tidak menyentuh kepentingan kaum tertindas, para pekerja kasar, atau kelas menengah ke bawah,” keluh kesah mereka dengan diskusi dalam rutinitas mereka di organisasi.

“Agama seharusnya menjadi sumber gerakan, sumber kekuatan, sumber idiom, bahkan keharusan ideologi bagi orang-orang sederhana untuk mengubah keadaan mereka, melawan kemiskinan struktural, menghadir keadilan distributif,” sekali lagi mereka hidup dalam diskusi-diskusi mereka.

Ketika Nabi mulai mendakwahkan Islam di Mekkah masyarakat secara sosial bersitegang dengan Nabi. Di samping konflik dan persaingan antar suku, masyarakat Mekkah dirundung ketegangan karena harta benda hanya terkonsentrasi pada beberapa orang dan tidak ada keadilan distributif. Berkat kemunculan sebuah kelas berpengaruh, yakni kelas borjuis-merkantilis di Mekkah, benteng struktur yang bersifat kesukuan itu akhirnya pecah. Hubungan antar suku digantikan dengan sistem ekonomi merkantilis yang didasarkan pada tukar menukar barang. Sistem dimana menyatukan dan meningkatkan kekayaan dengan mengumpulkan dan mencadangkan kemudian memonopoli. Kemudian diikuti dengan kehidupan ekonomi pastoral. Tentang kehidupan di gurun, gembala dan penghidupannya. Tentang gurun yang tenang dan tentram. Dengan segala kondisi itu, ekonomi perdaganganlah yang lebih dominan di Mekkah.

Islam hadir sebagai sebuah agama dengan pengertian teknis dan sosial revolutif menjadi tantangan yang mengancam struktur yang menindas pada saat itu di dalam maupun di luar Arab. Dengan tujuan dasar adalah persaudaraan yang universal, kesetaraan, dan keadilan sosial.

Islam menekankan keadilan distributif. Keadilan ini bentuk berseberangan dengan sikap penumpukan dan penimbunan harta kekayaan. Islam menganjurkan bahwa orang aya mendermakan hartanya untuk anak yatim, janda-janda, fakir dan miskin. Demikian tantangan kemiskinan ini harus dijawab dengan membangun struktur sosial yang bebas dari eksploitasi, penindasan, kemiskinan struktural, pembodohan struktural dan peminimalisiran konsentrasi kekayaan pada segelintir tangan. Dalam struktur sosial seperti ini, terdapat nilai lain yakni keadilan dalam bidang sosial, ekonomi, hukum dan politik.

Muhammad lahir di Mekkah dalam kondisi sosial yang buruk sekali. Beliau yatim piatu sejak kecil. Beliau kemudian menikah dengan Khadijah, seorang yang kaya. Nabi kemudian mulai melakukan perenungan di gua Hira untuk memikirkan kondisi sosial, religius, politik dan ekonomi di sekelilingnya. Beliau kemudian benar-benar mengejutkan kota Mekkah pada usia 40 tahun untuk membebaskan masyarakat Mekkah dan juga seluruh umat manusia.

Masa-masa ketika Muhammad mulai menghabiskan waktu untuk mengasingkan diri di gua Hira, ketika Ramadhan, ia pergi ke gua Hira dengan membawa bekal dan tetap menyendiri selama sekitar satu bulan dan hany sesekali pulang untuk mengambil makanan ketika persediaan sudah sedikit berkurang. Dalam mencapai gua Hira, ia harus mendaki sebuah bukit kecil dan berjalan menuju sisi bukit kecil kedua dengan menyusuri jalan setapak. Dari mulut gua Hira, terlihatlah Kabah jauh di bawah bukiit dan di kejauhan tampak gurun tandus yang terbentang sejauh mata memandang.

Jauh dari orang lan dan berhadapan langsng dengan alam membuat Muhammad berada dalam suasan mencari makna dan kedamaian. Ia tidak pernah mengikuti ritus penyembahan berhala, tidak menyakini kepercayaan dan ritual suku-suku di Bangsa Arab, wilayahnya dan menjauhi segala bentuk takhayul dan berbagai buruk sangka. Ia juga tentu terlindungi dari tuhan-tuhan palsu. Baik dalam bentuk penyembahan terhadap berhala maupun penghambaan terhadap kekuasaan dan kekayaan.

Nabi sebagai utusan Allah menggulirkan tantangan yang membahayakan saudagar-saudagar kaya di Mekkah. Saudagar-saudagar ini berasal dari suku yang berkuasa di Mekkah, yakni suku Quraisy. Mereka menyombongkan diri dan mabuk dengan kekuasaan. Mereka melanggar norma-norma kesukuan dan tidak lagi menghargai kaum fakir dan miskin. Orang-orang miskin dan tertindas di Mekkah, termasuk para budak, merupakan sebagian dari pengikut pertama dari Nabi ketika beliau mulai menyebarkan ajaran suci Islam.

Pengikut Nabi tumbuh sedikit demi sedikit sebagai bagian dari hasil dakwak secara diam-diam oleh Nabi. Keterlibatan Abu Bakar, sebagai sahabat dan tergolong sebagai orang pertama yang membenarkan Nabi, Abu Bakar adalah orang yang akan membeli budak dari tuannya dan membebaskan mereka atas nama prinsip-prinsip Islam yang menekankan keseteraan manusia.

Selama waktu-waktu awal, pengikut Nabi masih tergolong sedikit. Mereka bertemu di rumah salah seorang sahabat, al-Arqam ibn Abi al-Arqam. Disinilah mereka belajar hal-hal terkait Islam dengan kondisi wahyu yang masih terus turun. Lingkungan di sekitar mereka semakin tak bersahabat karena penduduk Mekkah telah mengetahui prinsip dasar agama (yang menurut mereka sebagai agama baru) dan mengkhawatirkan dampaknya terhadap kaum miskin dan kaum muda. Selama hampir tiga tahun, secara diam-diam, tersembunyi, Nabi telah membangun masyarakat Muslim pertama yang tergabung tanpa pembedaan dari berbagai klan suku dan status sosial. Meskipun kebanyakan dari mereka adalah anak muda dan orang-orang sederhana (orang miskin, budak).

Orang Quraisy bukan semata-mata menentang seorang manusia dan sebuah misi. Sesungguhnya, jika semua utusan Tuhan mendapati pengalaman yang sama, penentangan serupa, hal itu terjadi karena kandungan pesan yang dibawa oleh mereka merupakan revolusi radikal atas tatanan masyarakat.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Sejarah
Rekomendasi