Disukai
1
Dilihat
1,017
INFERNO
Drama

"Akhirnya."

"Aku berhasil ... membunuh diriku sendiri, lagi."

***

Heaven, unknown year.

Sebuah bintang yang bersinar paling terang di seluruh alam semesta jatuh dengan bebas dalam kecepatan cahaya menuju ke kedalaman kegelapan tak berujung di bawahnya.

Bagaikan seekor burung elang yang terjun bebas kedalam lautan biru, bintang itu terbakar oleh apinya sendiri, menembus ketujuh lapis langit, memasuki atmosfer, lalu menghantam sebuah samudera dan menjemput kematiannya sendiri jauh dalam kedalaman lautan biru.

Dalam dekapan dingin samudera biru, bintang yang tenggelam itu pun akhirnya padam dan membeku.

***

Earth, zero year.

Dibawah guyuran gerimis hujan yang tak pernah berhenti, sekumpulan anak-anak manusia berkumpul dalam sebuah pemakaman.

Dibawah payung-payung hitam mereka, mereka terlihat begitu bahagia dengan senyuman palsu mereka.

"Jedarrr!!!"

Sebuah petir biru meledak di atas langit yang selalu menangis itu.

Kilatan petir menyambar-nyambar udara yang dingin di sepanjang sesi pemakaman yang penuh dengan kebahagiaan.

Angin dingin berhembus dengan kencang, menandakan sebuah badai yang lebih besar akan segera datang.

Tangisan dan air mata kepalsuan membasahi topeng-topeng badut yang mereka kenakan dengan sempurna.

Dan terakhir, ratusan tangkai mawar biru dilemparkan oleh ratusan badut itu di atas gundukan tanah yang basah karena hujan, dengan sebuah papan nama di ujungnya bertuliskan, "HAPPY DEATH DAY".

***

Hell, endless year.

"Welcome to the hell," ucap salah seorang iblis padaku.

Lonceng kematian berdentang dengan sangat keras pada hari pertama penerimaan iblis baru tahun ini di seluruh penjuru neraka yang terbakar.

Ratusan, ribuan ... tidak ... hanya ada aku disini seorang, sendirian dalam kesepian dan keputusasaan menghadap sebuah gerbang dan pintu masuk yang akan mengirimku masuk kedalam hukuman, siksaan, dan kutukan tanpa akhir di depan sana, di sebuah masa depan yang penuh dengan kegelapan.

"Oi, anak baru. Apa kau tuli?" tanya satpam sekolah yang menyadarkanku kembali ke dalam kenyataan.

"Cepat masuk!" perintahnya kemudian.

Aku dan ribuan murid lainnya terburu-buru dan berdesakan memasuki gerbang sekolah yang mulai di tutup secara perlahan dari kedua sisi oleh kedua murid botak di sisi-sisinya.

Sinar mentari pagi itu benar-benar membakar kami semua, para tahanan yang digunduli kepalanya. Dengan sikap siap siaga kami digiring ke tengah-tengah lapangan yang botak seperti gerombolan anjing yang akan diberi makan oleh tuannya.

Puluhan menit yang mengerikan dan penuh kengerian meneror kami selama sesi pidato yang suram itu. Ribuan tetes keringat berjatuhan dan membasahi gurun tandus ini, memberinya sebuah bahan bakar asin untuk menciptakan sebuah kehidupan di atasnya.

Kemudian, setelah puluhan menit bertahan dalam kesengsaraan, akhirnya kami dibubarkan dan dikirim ke dalam medan perang masing-masing, sebuah tempat yang sudah siap, dengan berbagai senjata mematikannya, membantai kami semua dalam kebrutalan peperangan di dalamnya.

"Cklek."

Pintu tertutup, dan kegelapan pun kembali mencekikku.

Pandanganku kembali memburam, seluruh ruangan dipenuhi dengan kegelapan, lalu, semua teman baruku mulai berubah menjadi tiga puluh satu sosok monster mengerikan yang menatapku bersamaan dengan sorot mata tajam mata-mata merah mereka yang menyala dengan terang dalam kegelapan.

Setelah itu, tidak lama kemudian, sesosok iblis dengan perut buncit datang memasuki ruangan, dengan sepasang mata merah menyalanya dan sebuah senyuman yang terukir dengan lebar pada kepala kotaknya.

"Oi. Kau tidak apa-apa?" tanya seorang teman disebelahku.

"Ya ... aku baik-baik saja."

"Oh, baiklah kalau begitu. Aku pikir kau sakit."

"Kau terlihat pucat. Wajahmu ... seperti kekurangan darah. Kau seperti sedang dicekik atau tercekik sesuatu. Kau yakin baik-baik saja?" ulangnya.

"Ya. Aku baik-baik saja. Aku hanya membutuhkan sedikit ... oksigen," jawabku mencoba tersenyum.

"Oh, baiklah."

"Ngomong-ngomong, aku ...."

"Iblis nomer dua yang akan selalu menerormu sepanjang waktu."

Tiba-tiba saja pemuda gundul itu kembali berubah menjadi sesosok monster, atau iblis, yang mengerikan.

"Ya ... aku nomer dua puluh satu," ucapku kemudian.

"Senang berkenalan denganmu, nomer dua puluh satu," balas iblis kedua itu kemudian dengan sebuah senyum yang tak kalah mengerikan dari wajahnya itu.

"Ya, aku juga, nomer dua."

"Oi! Kalian berdua yang bicara. Maju!"

Iblis berkepala kotak dan berperut buncit itu tiba-tiba berteriak kepada kami berdua.

"Oh, sial. Kita akan mati," ujar si nomer dua bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke depan ruangan yang lebih gelap dan menakutkan.

"Nomer dua puluh satu!" teriak sang iblis kotak.

"Maju ... atau mati."

Setelah mendengar ultimatum itu, aku, iblis nomer dua puluh satu, mau tidak mau harus segera menyusul si nomer dua ke depan ruangan yang gelap dan menakutkan itu jika tidak ingin mati untuk yang kesekian kalinya.

Dengan kedua kaki berdarahku, aku secara perlahan, menyeret keduanya dengan ketakutan dan penuh kecemasaan dalam pikiranku yang kacau dan berantakan, menuju ke kedalaman kegelapan dalam lautan ketakutan dan kecemasan yang mendalam.

"Gluk."

Aku menelan ludah apiku yang panas kedalam kerongkonganku yang kering dan kasar, membiarkannya membakar seluruh terowongan yang gelap tanpa satupun cahaya yang meneranginya itu.

Setelah berdiri tepat disamping sang nomer dua, aku dengan sangat perlahan, memutar dan membalikan tubuh kurusku menghadap ke arah ke tiga puluh sosok iblis baru yang menatapku dengan penuh kejijikan.

Mereka terlihat seakan ingin memuntahkan kotoran mereka sendiri dari dalam mulut mereka yang besar dan lebar.

Seketika itu juga ruang dan waktu terasa sangat bengkok hingga kau tidak akan bisa merasakan waktu bergerak barang sedetikpun saat dirimu ditelan dengan paksa oleh sebuah lubang hitam kolosal di bawah kaki-kakimu yang membeku.

Kegelapan disekitarku mulai terlihat seperti sekumpulan ular yang terus mengitariku dari setiap sisi dan sudut yang terbuka, menguncinya dengan lilitan-lilitan mereka, tidak membiarkan setitik cahaya sekalipun untuk menembus barikadenya, mengunci dan menelanku sepenuhnya dalam selimut kegelapan, tidak membiarkanku bergerak, bahkan bernafas, dengan bebas, lalu mulai menertawakanku dengan suara tawa nyaring mereka yang memenuhi telinga, kepala dan pikiranku sepanjang waktu.

"Oi," panggil guru baruku yang duduk di atas sebuah kursi plastik berwarna di hadapanku sedang menatap layar kaca bercahaya di hadapannya.

"Kau dengar? Aku memberimu dua pilihan, nyanyi atau berdiri disana sampai jam istirahat? Cepat pilih sekarang juga," ucapnya masih fokus pada laptopnya.

"Ah ... apa saya harus memilih dan melakukannya?"

"Tentu saja. Apa kau tidak mendengarku tadi?"

"Ya, saya mendengarnya, pak. Tapi saya tidak menyukai keduanya. Jadi untuk apa saya harus repot-repot memilih dan melakukan sesuatu yang tidak saya sukai dan berpura-pura bahwa seakan-akan saya menyukainya?"

"Itu tidak masuk akal."

"Itu sangat masuk akal," sahut guruku tiba-tiba berbalik dan menatapku dengan penuh kekesalan pada wajah kotaknya.

"Karena itu hukumanmu. Kau mengerti?"

"Tidak. Tentu saja tidak. Maksud saya memangnya apa yang saya lakukan hingga saya harus mempermalukan diri saya sendiri dengan berpura-pura menjadi seorang badut untuk menghibur kalian semua?"

Seisi ruangan terdiam melihat dan mendengar hal bodoh yang baru saja kulakukan.

Guru baruku yang berkepala kotak dan berperut buncit itu bangkit dari kursi plastiknya yang sedikit bengkok pada kaki-kakinya karena berat yang di topang dengan sekuat tenaga oleh mereka.

Dia berdiri dengan tegap dan menatapku dengan sangat tajam dengan kedua bola mata merahnya yang menyala-nyala.

Kepalaku pusing, pandanganku kembali memburam, dan aku kembali terlempar kedalam neraka, lalu kembali kedalam realita, lalu kembali lagi ke neraka, realita, neraka, realita, berulang kali hingga membuatku ingin muntah saja.

"Kau mau tau apa kesalahanmu, nak?" tanya sang guru berwujud iblis dalam pengelihatan mataku yang buta.

"Kau. Kaulah kesalahan terbesar dalam hidupmu. Kau ... kau ... kau ... kau seharusnya tidak ada di dunia ini. Kau seharusnya tidak pernah terlahir kedalam dunia ini. Kau bukan siapa-siapa. Kau hanyalah seorang iblis yang dibuang dari neraka. Tidak ada tempat untukmu disini, di dunia ini, di kehidupan ini, di dalam surga, bahkan neraka sekalipun. Mereka tidak mau menerima keberadaanmu di dalam sana, keluargamu sendiri, mereka membuangmu dari dalam rumahmu sendiri, kau hanya aib bagi mereka semua, kau bahkan tidak layak menjadi seorang iblis. Kau bukan siapa-siapa, nak. Itulah kesalahan terbesar dalam hidupmu yang bahkan tidak layak disebut sebagai sebuah kehidupan."

"Jadi jangan banyak bertanya lagi dan lakukan saja apa yang kami perintahkan kepadamu!"

"Karena kau tidak punya hak apapun untuk segalanya."

***

"Dor!"

Sebuah timah panas melesat dengan cepat dan menembus sebuah kepala kosong dari seorang anak kecil yang baru saja menjual jiwa dan hidupnya kepada sesosok iblis terkutuk yang tersegel jauh di dalam kegelapan dalam dirinya.

Bocah itu hanya bisa duduk terdiam dengan sepasang tatapan kosong dari kedua bola matanya yang sudah kehilangan cahayanya di tengah kegelapan kelam yang membelenggu tubuh kurusnya.

"Apa yang sudah aku lakukan?"

***

"Kau harus bersekolah disana."

"Kau harus menjadi ...."

"Kau tidak tau apa-apa. Kau itu masih kecil, tidak tau apa-apa, tidak mengerti kehidupan. Kau masih belum melalui dan merasakan apa yang sudah kami lalui dan rasakan tapi kami sudah mengalami dan melalui apa yang sedang kau alami dan lalui sekarang. Kami tau apa yang terbaik untukmu, untuk masa depanmu. Jadi dengarkan apa yang kami katakan dan jangan membantah."

"Kami melakukannya juga demi dirimu, demi masa depanmu, agar kau punya masa depan yang cerah tidak seperti kami ...."

"Kalau kalian saja gagal bagaimana bisa kalian membuatku berhasil? Kalian hanya berusaha menyeretku kedalam kubangan lumpur yang sama dengan kalian. Jika kalian gagal di masa lalu kalian, jangan memaksaku untuk ikut gagal bersama kalian."

"Apa kalian pernah mendengarkan sebelumnya? Apa kalian pernah mendengar dan menghiraukan perkataan orang lain sebelumnya? Aku bertaruh kalian tidak pernah melakukannya, itu sebabnya kalian gagal. Kemudian kalian mulai menyadari kesalahan kalian itu lalu berusaha memaksaku untuk selalu mendengarkan kalian dan melarangku untuk berbicara, sama seperti sebuah boneka. Tapi apa kalian menyadari sesuatu? Sesuatu yang salah pada diri kalian? Sebuah lubang yang kalian biarkan begitu saja di hadapan kalian? Aku yakin kalian tidak mengetahuinya, meskipun ada sebuah lubang hitam raksasa yang melahap diri kalian, kalian pasti tidak akan mengetahuinya, karena kalian buta, kalian tidak pernah belajar dari kesalahan, kalian hanya terus mengulanginya dan membuatnya semakin besar setiap saat, kalian tidak pernah melihat dan mendengarkan sesuatu disekitar kalian, kalian hanya mengunci dan mengisolasi diri kalian yang menyedihkan bersama segala kegagalan kalian dalam delusi kalian yang cacat. Kalian tidak pernah mendengarkan, bahkan sekarang. Kalian pikir bisa menghapus kesalahan dan kegagalan kalian di masa lalu dengan mengubah orang lain menjadi boneka, boneka kesayangan kalian yang menyedihkan, yang bahkan tidak mengetahui siapa atau apa dirinya yang sebenarnya. Kalian, dengan polosnya, menipu, membohongi, dan mengambil hidup orang lain dan mengunci jiwa mereka bersama kalian dan semua hal buruk itu dalam dunia kalian yang rusak! Apa kalian masih belum mengerti juga!? Kalian masih orang yang sama! Kalian masih melakukan kesalahan bodoh yang sama dan sedang melihat kehancuran yang sama!"

"Kalian tau apa kesalahan kalian tapi kalian masih dan akan terus selalu mengulanginya. Kalian berpikir semua orang akan melakukan kesalahan bodoh yang sama seperti kalian. Jadi kalian berusaha mencegahku melakukannya dan merusakku sebelum aku melakukan kesalahan yang belum tentu kulakukan di masa depan!"

"Kalian sudah menghancurkan masa depan itu sendiri! Kalian dengar!? Buka mata kalian! Buka telinga kalian! Kalian merusak segalanya dengan keegoisan kalian!"

"Sekarang lihat diriku ... aku berantakan luar dalam. Kalian mempreteliku seperti mainan ... dan jika aku menolak sekali saja, kalian akan memperlakukanku seperti kriminal ... atau salah satu diantara kalian akan menangis dan bersedih karena boneka kesayangannya sudah tidak mau bermain dengannya ...."

"Apa kalian ... apa kalian tidak pernah berpikir sebelumnya? Apa yang akan terjadi atas segala keegoisan kalian yang akan ciptakan? Aku tersiksa disini! Sendirian! Kesepian! Aku ... aku tidak mau menyakiti siapa atau apapun disini, bahkan jika harus memilih, aku lebih baik mati untuk orang lain. Tapi aku tidak mati, tidak juga hidup, aku ... aku tidak tau ... aku hanya sebuah warna kelabu diantara warna-warni dunia ini. Aku ... aku awalnya tidak mempermasalahkannya sama sekali, aku tidak peduli jika harus menjadi boneka seumur hidup demi kebahagiaan orang lain. Aku sudah berusaha menjadi sebaik dan sesempurna mungkin. Tapi faktanya aku bukan sebuah boneka yang sempurna yang bisa mengabulkan segala harapan dan beban berat ekspetasi yang kalian lemparkan begitu saja kepadaku. Aku bahkan bukan boneka sama sekali. Aku berusaha melawan tapi aku tidak bisa. Kalian sudah memberiku kutukan yang menyebalkan sejak aku kecil. Sebuah ironi yang mengerikan dalam neraka ini. Aku bahkan tidak bisa bernafas, karena orang lain akan menangis jika aku melakukannya."

"Ha ...!"

"Menyebalkan sekali, sangat-sangat menyebalkan."

"Ya, baiklah. Lupakan saja. Kalian juga tidak mempedulikannya, kan?"

"Tenang saja, aku tidak akan melawan. Tapi aku juga tidak akan bermain. Aku sudah lelah. Aku lelah terus bermain dan berpura-pura menjadi orang lain tanpa henti, siang dan malam, sepanjang hari."

"Aku lebih memilih untuk tidak menjadi siapapun atau apapun sepanjang sisa hidupku, yang tidak bisa dikatakan hidup ini, daripada harus kembali berpura-pura hidup untuk menjadi orang lain."

"Tapi ... bolehkah aku bertanya satu hal? Satu hal saja?"

"Apa ... untuk apa sebenarnya aku diciptakan dan dilahirkan?"

"Atau ... seharusnya aku tidak pernah dilahirkan dan terlahir di neraka ini?"

***

"Oi, Lucas."

"Yang Mulia memanggilmu untuk makan malam."

Seorang iblis penjaga membuka pintu dan masuk kedalam ruangan, dengan sebuah tombak berapi di salah satu tangan, memerintahkanku untuk segera keluar dari ruangan, atau ... sebuah kenangan, dan segera menemui sang Raja untuk sebuah jamuan makan malam.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@semangat123 : 🥲
Kasihan sekali😥😥
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi