Disukai
0
Dilihat
1,044
Home
Romantis

"Apa kau sudah gila!?"

"Aku bahkan tidak mengenalmu."

"Menyingkirlah dari hadapanku."

Dalam mimpi buruk itu, dimana dunia mulai runtuh secara perlahan dalam lautan kegelapan yang akan menenggelamkan seluruh kehidupan di dalamnya jauh ke dasar neraka jahanam yang dikuasai oleh rasa lapar dan haus akan dendam dan kebencian akan segala kebohongan yang selalu berdiri dan berkuasa di atas mereka selama ini, dia, gadis cantik dan sempurna, sosok yang selalu kuanggap sebagai malaikat penolongku selama ini, dengan begitu entengnya mencabut nyawaku dan meninggalkanku begitu saja dalam rasa kecewa dan tidak percaya dengan kedua bola mata yang nyaris keluar dalam pandangan kosongnya saat kegelapan pekat itu mulai memeluk dan mendekapku yang kelabu dalam rasa dinginnya yang mematikan segala perasaan yang pernah ada dalam tubuh yang sudah lama layu dan membusuk ini, membuatku benar-benar sudah mati rasa akan kehidupan yang penuh dengan segala kebohongannya di sekelilingku yang kini sedang berjalan menuju kehancuran yang diciptakannya sendiri.

"Menyerahlah. Hancurkan segalanya."

***

Entah sudah berapa lama aku terjebak di sini, dalam kota mati ini, sebuah kota kuno yang telah lama runtuh dan ditinggalkan, sebuah tempat dimana sang mentari tidak pernah terbit dan sang langit selalu menangis sepanjang hari, siang dan malam, 247365.

Dan hari ini, tepat pada siang hari yang sepi dan sunyi ini, kegelapan malam masih menaungiku dan hujan air mata kelabu kembali menguyur, membasahi dan mewarnai tubuh layu dan busuk ini dalam warna biru kesedihan dan keputusasaan yang kekal dan abadi.

Tanpa cahaya dan kehangatan dari dalam pintu surga yang sudah lama tertutup bagi peradaban yang hilang ini aku berjalan tanpa arah dan tujuan di atas sebuah jalan kecil, sempit, dan rusak dengan hanyah ditemani oleh beberapa cahaya buram dari beberapa pasang lampu jalan yang mulai rusak satu persatu ditelan oleh waktu, yang bahkan sudah lama mati dan tak berdetak selama berabad-abad lamanya, yang sedang mati-matian berusaha menyorotiku yang sekarat dan tak berdaya ini dengan jejak-jejak kaki yang juga sudah lama menghilang dihanyutkan oleh aliran bencana yang sudah meluluhlantakan kehidupan dan harapan yang telah direngut, dirampas, dan diambil paksa dari rumahnya.

Satu, dua, cahaya buram dan menyedihkan pun menghilang dan kembali meninggalkannku sendirian dalam sebuah penderitaan abadi dari sebuah rasa kesedihan, keputusasaan, kegagalan, dan kesendirian. Layaknya seorang kriminal atau bajingan atau bahkan para pengerat berdasi yang rakus dan serakah serta aktor sandiwara yang penuh dengan segala keboohongan dan tipu daya aku benar-benar terkurung dan berubah menjadi sesosok iblis gagal di sini dalam sebuah neraka yang bahkan terisolasi dari segala hawa panas yang membara dan membakar segalanya dan membekukanku sendirian dalam sepi bak sebuah planet yang terlupakan atau bintang yang telah lama mati dan padam di tengah-tengah kegelapan dan kehampaan ruang angkasa yang mengepung di sekelilingnya.

"Aku pulang."

Seperti biasa dan selalu, setiap saat, detik, menit, dan jam yang sudah lama menghilang, aku pulang dan hanya ada keheningan dan kengerian dari sebuah rumah kosong yang mulai tenggelam dalam banjir yang terus meninggi tanpa henti seakan sudah tidak sabar untuk segera memakan dan melahap segala kegagalan yang menyedihkan itu.

Semakin dalam dan jauh aku menyusuri tempat pemakaman ini aku terus dan semakin tenggelam dan tertelan di dalamnya hingga aku tiba dalam kamarku, ruangan pribadiku, yang sudah terendam oleh kehancuran yang membekukan.

Tidak ada cahaya, tidak ada suara, dan bahkan tidak ada aroma dan rasa yang tertinggal apalagi menetap dalam ruangan sempit dan menyesakan ini. Semuanya lagi-lagi pergi dan menghilang dariku tanpa pernah menoleh kembali ke belakang, bahkan sekali, semuanya meninggalkanku, aku ditinggal sendirian di sini dalam sebuah penjara, hukuman, dan kutukan yang tidak pernah diharapkan.

Kembalilah semuanya, setidaknya satu dari sejuta, atau lepaskan dan bebaskan saja aku dari rantai-rantai besi karatan yang mengikat dan membelengguku selama ini, biarkan aku hidup, biarkan aku bernafas dengan bebas, biarkan aku pergi dan terbang jauh ke atas langit malam yang sudah mengurungku selama ini menuju ke tempatku berasal, ke tempat seharusnya aku berada, ke dalam surga dan lautan hangat yang sudah menunggu dan menantiku di sana, ke sebuah pulau dimana hanya akan ada aku dan dia serta bebagai kebahagiaan tak terbatas di dalamnya.

Biarkan aku membentangkan kembali sepasang sayap yang sudah lama rusak ini, biarkan aku ... menjemput dan mendatanginya, malaikat kematianku tersayang.

"Byuuurrrr ...."

Pada akhirnya, aku pun tertelan ke dalam kematian, lagi.

Lautan kesedian ini benar-benar telah menelanku dan menarikku dengan paksa ke dalam pelukannya yang menenangkan. Semua menjadi gelap sekarang, gelap sedalam-dalamnya, selamat tinggal, sayang.

***

"Ha!!!"

"Ha ... ha ... ha ... ha ... ha ...."

Aku terbangun dan tergeletak tak berdaya di atas sebuah kubangan lumpur kecil di sebuah jalan raya yang ramai akan para warga yang berlalu-lalang dan menatapku dengan penuh tanda tanya dan juga rasa kebingungan serta keheranan tepat di tengah sebuah kota Megapolitan.

Mereka semua masih dan tetap menatap penampilanku yang acak-acakan dan berantakan serta belepotan dan basah lantaran lumpur, air, dan kotoran.

Tubuh dan pakaianku benar-benar basah kuyup seakan baru saja menjeburkan dan menenggelamkan diri dalam sebuah lautan kotoran dan sampah.

Setelah itu aku bangkit berdiri dari kubangan lumpur kecil itu dan berusaha berjalan dengan sempoyongan seperti seorang gelandangan di saat semua orang, dengan sengaja, minggir, menyingkir, dan memberiku jalan yang terbuka di antara tatapan mata dan ekspresi wajah mereka yang jijik dan ketakutan.

Aku terus berjalan dan berjalan di bawah siraman cahaya matahari yang sangat terang dan menghangatkan tubuh layu dan busuk ini. seperti setangkai bunga di musim semi kini aku merasa tubuh yang sudah lama membeku ini secara perlahan mulai hidup, bernafas, dan bersemi kembali.

"Indah sekali," ucapku terpesona saat melihat sebuah surga yang tersaji dengan sempurna tepat di hadapan mata kepalaku sendiri saat ini saat setangkai bunga ini mulai mekar dan mengembang dengan sempurna saat seekor kupu-kupu secara perlahan mulai keluar dari dalam kepompong dan dunia mimpinya yang hangat dan mulai membentangkan serta mengepakan sepasang sayap barunya yang bersinar dengan sangat indah dan menawan di bawah guyuran dan siraman cahaya matahari surga yang abadi saat burung-burung mulai berkicau dengan riang gembiranya saat kehidupan kembali mendapatkan haknya untuk ada dan kembali menyeimbangkan dunia dan alam semesta yang telah hancur dan diporak-porandakan oleh sebuah kekacauan dan kematian sebelumnya.

Lautan biru jernih yang bercahaya dan berkelap-kelip seperti bintang di angkasa memantulkan sinar cahaya matahari pagi di antara gerombolan awan yang sedang berlari dan menari-nari di atas langit biru di atasnya. Burung-burung camar berterbangan dan saling berkejar-kejaran di udara yang hangat menunggangi aliran arus angin sepoi-sepoi yang menyejukan di saat puluhan ekor lumba-lumba dan beberapa ekor paus biru melompat-lompat bagaikan segerombolan pemain sirkus yang sedang mempertunjukan aksi-aksi menawan dan spektakuler mereka yang mengagumkan.

"Aku pulang."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi