Suami untuk Istriku
8. Bagian #8

32  INT. RESTO SEPI – SIANG

Girian, Regi dan Barie memesan minuman di Resto itu.

Dan benar tak lama kemudian muncul Tantri (22 tahun) dari dalam kantor Biro KanoArch menuju resto itu.

RIGA
Dia sekretaris!

GIRIAN
Kog tahu?
(Menoleh tak percaya)

RIGA
Tahulah. Dari rambutnya... kacamatanya... dan cara jalannya.... Jelas sekali dia sekretaris.

GIRIAN
Masak sih?
(Menggaruk kepalanya tak mengerti)

BARIE
Jangan serius gitu ah, Gir! Itu kan ada tulisan di bajunya!


Saat itulah jaket Tantri tersibak sedikit, dan terbaca tulisan di bajunya: Sekretaris.

GIRIAN
Sialan! Kirain serius!

RIGA
Biar aku yang ndeketin dulu!
(Riga bangkit)


Riga mendekati Tantri yang sedang duduk di salah satu kursi, menunggu pesanan makanannya.

RIGA
Hai... Kosong Mbak?

TANTRI
(Menatap heran)
Di sana juga kosong? Di sana juga...

RIGA
(Nyengir)
Harus di sini, karena niatnya mau kenalan. Boleh kan?

TANTRI
Kenapa nggak?

RIGA
(Duduk di depan Tantri)
Enak ya resto di sini, agak sepi...

TANTRI
(Setengah berbisik)
Kalo agak sepi, bukannya biasanya karena... gak enak?

RIGA
(Riga mangut-mangut)
Eh, Mbak, Mbak dari kantor sebelah ya?

TANTRI
(Mengangguk)
Kenapa?

RIGA
Gak papa. Hmmm, boleh temen-temenku di sana gabung?
(Menunjuk ke arah Girian dan barie)

TANTRI
(Nampak agak keberatan)
Mau apa?


Tapi Riga sudah melambaikan tangan pada Girian dan Barie, yang langsung mendekat dan duduk di samping Riga dengan malu-malu.

RIGA
Maaf, Kak, kalau gak nyaman. Ini soalnya temenku mau nanya sesuatu... (Ia menyenggol siku Girian)

GIRIAN
Hmmm... Iya ini, Mbak. Saya mau nanya sesuatu...

TANTRI
Tanya apa?

GIRIAN
Hmmm... Apa ada kawan mbak, yang namanya Ardhan...

TANTRI
(Bibir Tantri langsung membuka, seakan mengerti tujuan Girian) Ooooh... Pak Ardhan...
(Melihat Girian dari ujung rambut ke kakinya)
Kirain normal...

RIGA
(Nyengir)
Hehe, ketahuan juga jati dirimu, Batman!

GIRIAN
Bukan begitu, Mbak! Saya lagi cari informasi tentang Ardhan. Bisa jadi dia kakak angkatan saya waktu kuliah dulu di Arsitektur?

TANTRI
Hmmm, bisa jadi sih. Pak Ardhan memang ngurus interior di kantor kami. Tapi aku gak tahu angkatan berapa...

GIRIAN
Hmmm, info lainnya, apa dia sudah punya istri atau...

TANTRI
(Mulut Tantri terbuka lebih membulat lagi, namun kali ini ia cepat-cepat menutupnya)
Duh, nanyanya, gitu amat...

RIGA
(Ketawa)
Sabar napa, Gir! Keliatan banget kalo kangen.. hahaha....

GIRIAN
Sialan! Ini serius kog, Mbak.
Tapi bukan soal macem-macem...

TANTRI
Udah ah! Aku ada di divisi lain dengan Pak Ardhan, jadi gak terlalu tahu. Maaf ya, pesananku sudah jadi.


Tantri langsung berlalu dari situ.

GIRIAN
Gagal deh. Kamu sih becandanya, dia jadi jijaiii...

RIGA
Aku cuma mencoba mencairkan suasana...


Saat Girian, Riga dan Barie nampak tak tahu harus melakukan apa lagi, Satpam Albert (40 tahun) tiba-tiba mendekati mereka.

SATPAM ALBERT
Mas Mas ini sedang mencari informasi tentang Pak Ardhan ya?

GIRIAN
Iya, Pak, benar. Apa Bapak tahu?


Satpam Albert tersenyum dan menepuk dadanya.

SATPAM ALBERT
Apa sih yang saya ndak tahu di sekitar sini, Mas. Saya ini pendengar yang baik, semua hal saya dengarkan...
(Ia meletakkan telapak tangannya di belakang telinganya)

GIRIAN
Jadi apa... Pak Ardhan sudah menikah?

SATPAM ALBERT
Fiks, masih bujang, Mas. Belum nikah.

GIRIAN
Wah, makasih, Pak...
(Matanya nampak gembira)

SATPAM ALBERT
Kalau Mas mau bertemu, saya bisa mengantarnya...

GIRIAN
Wah serius, Pak? Waah, makasih pakai banget, Pak.

SATPAM ALBERT
Iya, Mas, semua bisa diatur... (Tersenyum, sambil membuat gerakan merokok di depan bibirnya)

RIGA
(Menyenggol Girian sambil berbisik)
Kasih itu, Gir! Kog malah diem saja?

GIRIAN
Eh, maaf, Pak, maaf...
(Buru-buru mengambil uang di dompet)

DISSOLVE TO



33  INT. LOBBY - KANTOR KANOARCH – SORE

Girian duduk dengan tak tenang. Bolak-balik ia melihat ke pintu keluar. Satpam Albert yang membawanya, memberi tanda untuk bersabar.

Sampai kemudian, Ardhan (26 tahun) nampak keluar dari ruangannya.

SLOW MOTION

Ardhan berjalan pelan. Rambutnya yang setengah panjang melambai ke kiri dan ke kanan. Senyum tampannya masih seperti dulu, menyapa Resepsionis, dan beberapa kawannya yang langsung meleleh kegirangan.

Girian langsung mendekatinya.

GIRIAN
Mas...

ARDHAN
(Menoleh)
Ya?

GIRIAN
(Mendekat)
Saya Girian, Mas. Dulu saya adik angkatan Mas, waktu di Arsitektur.

ARDHAN
Ooooh... gitu ya? Hmmm, ada apa ya?

GIRIAN
Gak ada apa-apa, Mas. Pas lewat saja, jadi pingin ketemu?

ARDHAN
Hmmm... naga-naganya kamu mau minta sumbangan Alumnus ya?

GIRIAN
(Kaget)
Oh gak, gak, Mas!

ARDHAN
Biasa gitu. Tapi kalau mau minta sumbangan, jangan ke saya. Saya anti ngasih sumbangan. Wong sumbangan di Indomart saja saya gak pernah ngasih. Itu buat saya bikin orang malas saja!

GIRIAN
Iya, Mas, saya tahu. Kalau boleh kita ngobrol sebentar...

ARDHAN
(Menimbang-nimbang sebentar)
Hmmm, gimana ya?

GIRIAN
Di dekat sini, ada warung Padang kita bisa ngobrol sebentar...

ARDHAN
Warung padang...
(Menggeleng-geleng kepalanya)

CUT

 


34  INT. RESTO KOREA MEWAH – MALAM

Makanan Korea lengkap nampak di atas meja. Box daging berderet dan menumpuk. Pembakaran ukuran Menengah, dan sepanci sop dan toppoki.

Di satu kursi, wajah cemberut Girian nampak tak bisa ditutupi, sementara di kursi yang lain Ardhan nampak tersenyum sumringah.

ARDHAN
Biar ngobrolnya afdol...

GIRIAN
(Mengangguk) Ya, Mas.

GIRIAN (V.O.)
Ah, untungnya Riga dan Barie sudah pulang duluan.

ARDHAN
Tapi kita ngobrolnya sehabis makan yaaa...

GIRIAN
(Mengangguk lagi) Ya, Mas.


Ardhan makan dengan lahap. Sesekali bergerak mengikuti irama lagu BTS yang terdengar: Permission To Dance.

ARDHAN
Ah, lagunya pas banget... Permission to Eat... hehe...

GIRIAN
(Memaksakan senyumnya)
Permition to Dance, Mas...

ARDHAN
(Tertawa)
Bercandaaaa. Ayo nambah lagi... Jangan sungkan...

ARDHAN
Pastinya saya gak sungkan, Mas. Kan saya yang bayar...


Ardhan memanggil pelayan, meminta tambahan daging.

Sepuluh menit kemudian ia sudah melepas ikat pinggangnya, kekeyangan.

ARDHAN
Kenyangnyaaa...

GIRIAN
(Membereskan meja di depannya)
Siap untuk bicara, Mas?

ARDHAN
Five minute, please...


Ardhan bersender dan nampak memejamkan matanya. Namun saat nampaknya akan beneran ketiduran, Girian mencoleknya, Mas.

GIRIAN
Mas?

ARDHAN
Ya, ya?

ARDHAN
Mas masih kenal... Isara?

GIRIAN
Isara?

GIRIAN
Teman saya dulu, Mas. Waktu kuliah dia pernah ngejar-ngejar, Mas...

ARDHAN
Ah, kamu ini... kayak gak tahu dulu aja...
(Ia memukul-mukul bahu Girian sampai Girian hampir terjungkal)
Kamu kan tahu, dulu banyak cewek yang ndeketin aku. Ya, mana saya hapal, Gir.
Ah, masak harus kuomongin ini sih, Gir. Ntar kamu mikirnya aku narsis dan songong...

GIRIAN
Ya, Mas, aku lupa.
(Menggaruk kepalanya)
Nah, alasan kedatangan saya bertemu Mas itu ada hubungannya dengan itu. Ceritanya Isara itu sakit parah dan umurnya diperkitrakan 1 tahun lagi. Itulah mengapa kemudian kedua orang tua kami... menikahkan kami. Demi keluarga, kami kemudian menyetujuinya. Tentu ini hanya sekadar pernikahan palsu saja...

ARDHAN
Waduh, ini seperti di film? Yakin kamu gak sedang presentasi skript film?

GIRIAN
Gaklah, Mas.
Karena saya sudah lama bersahabat dengannya, saya kemudian berniat membantunya mencari orang yang dulu pernah ia.. cintai. Ya, agar kami bisa terbebas juga dari sandiwara ini...

ARDHAN
Maksud kamu... aku...

GIRIAN
Ya, Mas. Saya pengen minta tolong, Mas untuk... menikahi Isara. Mungkin selama sekitar 1 tahun saja...

ARDHAN
Wah, ini permintaan yang tak terbayangkan... (batuk-batuk)

Ardhan berpikir sejenak, masih sesekali menggeleng-geleng kepalanya. Sementara Girian menunggu saja.

ARDHAN
Yaaa, pada intinya aku tentu suka menolong orang, apalagi dalam persoalan cinta seperti ini. Terlebih memberi kebahagiaan seseorang yang sedang sakit parah seperti ini... Itu pasti sangat berarti bagi ... Pursala... eh, siapa tadi?

GIRIAN
Isara, Mas. Kalo Pursala itu pemain badminton dari India. Sempat meraih menduduki peringkat 2 dunia dan jadi juara pertama di kejuaraan dunia...

ARDHAN
Ya, Isara, Isara!
Intinya aku tak keberatan membantu seseorang dalam kondisi seperti itu. Toh, hanya setahun... Dan selama setahun itu aku benar-benar...
(Memotong kalimatnya dan menunggu respon Girian)


Tapi Girian tak cukup mengerti maksud kalimat itu.

ARDHAN
Kamu ini, Gir! Maksudku selama setahun itu aku benar-benar... memberikan naskah batin buatnya kan?
(Menggerak-gerakkan pinggangnya ke depan dan belakang dengan wajah mesum)


Wajah Girian memerah. Nampak jelas ia tak menutupi ketidaksukaannya pada kalimat Ardhan.

ARDHAN
Gir? Apa kamu masih belum mudeng?

GIRIAN
(Menelan ludah)
Ya, Mas, aku tahu maksud, Mas.
Dan... tentu saja itu, Mas. Setelah aku bercerai, dan Isara... menikah dengan Mas...

ARDHAN
(Matanya berbinar)
Ah, siap, siap, Dan... setelah kira-kira satu tahun... semua akan selesai yaaa....

GIRIAN
(Mengangguk)
Iya, Mas...

ARDHAN
Siap, siap.

GIRIAN
Nampaknya aku benar-benar tak salah mendatangi Mas, walau sebenarnya aku sempat ragu tadi...

ARDHAN
Sebentar, Gir! Walau bagaimana pun aku harus berpikir dulu, ini bukan masalah sepele buatku...
(Nampak berpikir keras)
Aku harus benar-benar bisa memutuskan dengan matang, mana yang harus kuceraikan lebih dulu, istri ketiga atau keempat. Ini gak mudah. Yang agak suka ngelawan memang istri ketiga, tapi wajahnya mengingatkanku pada Song Hye Kyo, dan kalau ia lagi orgasme ia selalu teriak-teriak: Kamsahamnida, kamsahamnida... Jadi sayang juga kalau dicerai. Sedang istri keempat...

Girian kaget. Mulutnya hanya melongo tak percaya...

GIRIAN
Mas... kamu... sudah... menikah... dengan... empat... perempuan?

ARDHAN
(Kaget)
Lho, kamu belum tahu? Kukira kamu malah sudah tahu isu tentang niat perceraianku, makanya kamu datang...
                   
GIRIAN
Sialan!


Girian dengan tampang marah, langsung bangkit dan meninggalkan meja.

ARDHAN
Gir! Hey, Gir!
(Berusaha memanggil)
Jangan lupa bill-nya yaaaa... Senang bertemu denganmu...

CUT



35  INT. BALKON – RUMAH ISARA & GIRIAN – MALAM

Langit penuh bintang.

Suasana malam dari loteng nampak hening. Tak ada kendaraan yang lewat.

Girian duduk di kursi di tepi balkon

GIRIAN (V.O)
Masih saja inget wajah mesumnya... masih pengen nonjok aja bawannya. Dari dulu memang pengen banget nonjok...


INSERT

Potongan dari Sene 34

ARDHAN
Kamu ini, Gir! Maksudku selama setahun itu aku benar-benar... memberikan naskah batin buatnya kan?
(Menggerak-gerakkan pinggangnya ke depan dan belakang dengan wajah mesum)


Girian meninju-ninju angin di depannya.


INSERT:

Potongan dari Scene 34

ARDHAN
Aku harus benar-benar bisa memutuskan dengan matang, mana yang harus kuceraikan lebih dulu, istri ketiga atau keempat. Ini gak mudah. Yang agak suka ngelawan memang istri ketiga, tapi wajahnya mengingatkanku pada Song Hye Kyo, dan kalau ia lagi orgasme ia selalu teriak-teriak: Kamsahamnida.. kamsahamnida... Jadi sayang juga kalau dicerai. Sedang istri keempat...


Girian menendang-nendang angin.

GIRIAN (V.O)
Sialaaan!


Isara muncul di balkon.

ISARA
Oh kamu di sini toh...
Ngapain?


Girian yang semula nampak bad mood, mencoba tersenyum.

GIRIAN
Nyari angin aja, sumpek di delam. Eh, kamu jangan ke sini! Di sini anginnya agak kenceng.

ISARA
Kenceng?
(Tetap duduk di sebelah Girian)
Sekenceng apa kalau dibanding angin yang menerpa hidupku sih?
(Isara melet)

GIRIAN
Ih, kamu ini dibilangin!

ISARA
Lagian kenapa kamu tadi manyun? Yang sakit aku, kog kamu yang kayaknya mikir? Jangan-jangan kamu mulai merasa terjebak di sini ya?

GIRIAN
Gak gitulah
(menggaruk kepalanya)


Isara duduk bersender. Matanya melihat sebuah pohon besar di depannya.

ISARA
Ah, lihat pohon itu! Jadi ingat dulu... kita punya rumah pohon di pohon seperti itu ya...

GIRIAN
(Melihat ke arah pohon)
Ah iya ya....

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar