Perjalanan Dinas (Bagian 1: Bandung-Cirebon)
5. BANDUNG - 4

29. (JAKARTA) INT. RUANG KANTOR — DAY


FLASHBACK

Text: Jakarta, November 2014


Suasana ruang kepegawaian masih riuh. Beberapa pegawai masih silih berganti keluar dan masuk.

Seorang pegawai, Dion (laki-laki, 30 tahun), masuk ruangan dan menuju tempat duduk Pak Iwan. Di tangannya tergenggam sebuah map. Ia mengambil kursi kosong, kemudian duduk di samping Pak Iwan. Pak Iwan pun memutar kursinya hingga menghadap Dion.


PAK IWAN
Ada apa?

DION
(menyerahkan map) Saya mau mengajukan pindah.

PAK IWAN
(menerima map, lalu membukanya) Pindah?

DION
Iya, Pak. Saya ingin pindah ke Ditjen Jalan dan Jembatan. Latar belakang pendidikan saya, kan, teknik sipil. Spesifikasi bidang perkerasan jalan. Saya pikir saya akan lebih cocok di sana ketimbang di Perencanaan Wilayah.

PAK IWAN
(mengembalikan map kepada Dion) Maaf, tapi kalo sekarang kayaknya nggak bisa.

DION
Lho, kenapa, Pak?

PAK IWAN
Kamu lihat sendiri, Ditjen Perencanaan Wilayah sedang dalam proses pindah kementerian. Kita perlu mendata seluruh pegawai dulu. Karena itu, tidak ada yang boleh mutasi.

DION
Memangnya ditjen ini beneran mau pindah? Kan, itu baru isu.

PAK IWAN
Bukan isu lagi, kok. Orang udah hampir pasti 90 persen. Ini kita tinggal mendata pegawai-pegawainya.

DION
Ya nggak bisa gitu, dong. Ini untuk pengembangan karier saya juga. Dengan latar pendidikan saya, saya justru kurang bisa berkembang di sini.

PAK IWAN
Kamu sengaja nggak mau pindah dari Kementerian Infrastruktur?

DION
(terkejut) Ya … bukan gitu juga, Pak…. (gugup)

PAK IWAN
Kalaupun iya, saya tidak menyalahkan kamu. Cuma, masalahnya (memutar tubuh menghadap meja, kemudian mengambil setumpuk map), yang mendadak mengajukan pindah bukan cuma kamu. (menunjukkan tumpukan map tersebut)


Dion terkejut.


Christie melihat keduanya tanpa bermaksud menyela pembicaraan. Alih-alih, ia malah melipir diam-diam hingga masuk ke dalam ruangannya, ruangan Kepala Bagian Kepegawaian dan Ortala. Ia menutup pintu, dan kemudian melihat kembali layar ponselnya. Terlihat di tulisan layar ponsel tersebut pesan dari Fitra.


CU: Saya akan mengundurkan diri. Surat saya menyusul.


FLASHBACK OFF


CUT TO


30. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Gya tampak bingung melihat sikap Christie dan Fitra. Tampak Christie dan Fitra saling menatap dengan sinis.


GYA
Eh … iya. (berusaha memecah suasana) Kamu ada perlu apa di sini, Fit? Kok pesan kamar segala?

FITRA
Oh…. (menoleh ke Gya, raut wajahnya langsung berubah, kembali tersenyum). Saya pesan kamar untuk Jumat nanti. Suami saya mau ke sini. Lalu kami mau ke Yogya naik mobil. Saya pesan kamar buat istirahat dulu sebelum jalan lagi.

GYA
Mobil? (melongok keluar)

FITRA
Itu. (menunjuk ke suatu arah)


Tampak sebuah mobil sedan putih terparkir di depan gedung kantor.


GYA
Apa itu?

FITRA
Peugeot 405, tahun 1995. Matic. Mobil yang biasa dipakai Mas Juna sekarang dipakai sama ibu mertua. Memang itu juga bukan mobil Mas Juna, sih. Makanya saya cari mobil lagi. Mas Juna, sih, yang nyari. Ketemu yang cocok di Bandung. Ya udah, sekalian aja saya yang ambil mumpung di sini.

GYA
Oh, iya. Suami kamu orang Yogya, ya?

FITRA
(mengangguk) Dapet beasiswa juga kayak saya, di ITB juga. Tapi udah lulus, baru aja. Tahun kemarin saya biasa bolak-balik Bandung-Yogya naik mobil. Nyetirnya gantian.


Fitra melirik Christie sekilas.


FITRA (CONT’D)
Mas Juna dinasnya di Yogya. Makanya, rencananya setelah lulus saya mau ngajuin mutasi ke Yogya. Capeklah LDR-an melulu. Kementerian Perencanaan Wilayah memangnya ada balai di Yogya? Sampai sekarang juga masih tarik-ulur, kan? Inisiator-inisiatornya masih pada itung-itungan bagi-bagi proyek, ya? (nada suara sinis)


Christie diam saja mendengar Fitra.


CUT TO


31. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Fitra, Christie, dan Gya masih berdiri di depan loket resepsionis. Suasana lobi sudah tidak seramai tadi. Para pegawai yang keluar maupun ke kamar juga belum kembali lagi ke tempat kegiatan.


GYA
Eh, kamu bilang tadi … biasa nyetir ke Yogya? (kembali berusaha memecah suasana)

FITRA
Iya. Selama saya tugas belajar di Bandung, saya pulangnya ke Yogya.

GYA
(menoleh ke Christie) Kamu besok juga harus ke Yogya, kan?


Christie tidak menjawab, tetapi matanya kembali memelotot.


GYA
Udah dapat tiket? 


Christie lagi-lagi tidak menjawab


GYA
(menoleh ke Fitra) Kamu mau nggak kalo ke Yogyanya besok aja? Udah nggak ada kuliah, kan?


Kali ini ganti Fitra yang memelotot.


CHRISTIE
(menjawab cepat) Nggak usah.

GYA
Kita bertiga ke Yogya, gimana? Nanti aku ke Bali-nya dari Yogya aja. (bersemangat)

CHRISTIE
Emangnya kamu nggak dicariin atasan?

GYA
Di tempatku belum ada kegiatan. DIPA belum turun. Santai aja.

CHRISTIE
Absenmu gimana?

GYA
Gampang. Bisa diatur. Perpanjang aja SPPD-nya. (tertawa)

CHRISTIE
Ngasal banget, sih? (memelotot) 


Gya masih tertawa-tawa.


CHRISTIE
Setidaknya, jangan ngomong begitu di depan kabag kepegawaian. (mencibir)

GYA
Wuidih. Main jabatan, nih, sekarang? (mengejek)

FITRA
(memotong) Jadi gimana?


Gya dan Christie menoleh.


FITRA
Bu Christie besok mau ke Yogya? (pandangan menyelidik)


Christie diam saja.


FITRA (CONT’D)
Aku nggak masalah. 

CHRISTIE
Nggak usah repot-repot, Fit.

FITRA
(tidak peduli dengan jawaban Christie) Asal nyetirnya gantian. (PAUSE) Kalo beneran, aku batalin booking-an yang tadi.

GYA
(menjawab cepat) Setuju!


Fitra menatap Christie. Gya pun menyenggol lengan Christie.


CHRISTIE
Iya. Boleh. (menjawab ogah-ogahan)

GYA
Nah, gitu dong! Jadi, kamu nggak usah pusing lagi soal tiket. Besok kita cuss. (menepuk pundak Christie) Bentar, ya. Aku booking kamar dulu. (melangkah ke loket resepsionis)


Fitra tersenyum meski tampak terpaksa. Christie juga tersenyum memaksa.


CUT TO



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar