Perjalanan Dinas (Bagian 1: Bandung-Cirebon)
4. BANDUNG - 3

21. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Tampak lobi kantor mulai dipenuhi pegawai berseragam putih hitam. Jam menunjukkan pukul 12 siang. Para pegawai tersebut sebagian keluar, dan sebagian lainnya naik ke lantai atas, tertulis petunjuk di tembok di sisi tangga: 


“KAMAR PESERTA DIKLAT”


Christie tampak duduk bersandar di sofa lobi. Raut wajahnya antara kusut, bingung, dan pasrah. Meski beberapa kali ia membalas senyum ketika beberapa pegawai tersenyum padanya.

Gya tampak di antara para pegawai tersebut, kemudian menghampiri Christie dan duduk di sampingnya. Christie menoleh, lalu tersenyum malas-malasan.


GYA
Ada apa, sih? Dari tadi pagi muka kamu kayak kusut gitu? Tadi itu telepon dari siapa?

CHRISTIE
(nada malas-malasan) Ferdi.

GYA
(memelotot) Hah?

CHRISTIE
(menegakkan sandaran) Maksudnya Pak Ferdi….

GYA
Oh … kirain Ferdi yang mana….

CHRISTIE
Dia nyuruh saya nyusul ke Yogya. Ada rapat.

GYA
Kapan?

CHRISTIE
Besok.

GYA
Wow! (melongo) Udah dapat tiket?

CHRISTIE
Menurut lo? (tersenyum sinis) Kebiasaan orang-orang birokrasi, tuh, ya … maunya apa-apa serba cepat. Hari ini minta, hari ini juga harus ada. (menghela napas)

GYA
Ya udah, nggak usah berangkat kalo gitu.

CHRISTIE
Mana bisa? Agenda rapat salah satunya adalah membahas reorganisasi Ditjen Perencanaan Wilayah. Aku mau nggak mau harus di sana.

GYA
(kembali melongo) Jadi … isu soal ditjen di tempatmu yang bakal pisah, itu fixed, ya?


CUT TO


22. (BANDUNG) EXT. KANTOR — DAY


Sebuah mobil sedan putih tampak memasuki halaman kantor Balai Diklat. Kemudian berhenti di salah satu tempat parkiran yang kosong.

CU: pelat mobil tersebut, tertera nomor polisi "D 405 DS"

Pengemudinya lalu keluar. Tampak dari belakang, pengemudi sedan itu adalah sosok berjilbab sambil memanggul tas ransel. Ia berpapasan dengan para pegawai yang keluar gedung. Sesekali, para pegawai itu melempar senyum kepadanya.

Sosok berjilbab itu terus berjalan hingga masuk ke dalam gedung.


CUT TO


23. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Christie dan Gya tampak duduk di sofa yang ada di lobi kantor balai. Sesekali mereka tersenyum dan melambai ke pegawai yang menyapa.


GYA
Pak Ferdi itu yang konon melobi supaya ditjen tempatmu itu pisah, ya?

CHRISTIE
(menoleh, lalu tersenyum malas) Udah ke mana-mana, ya, gosipnya? (sinis) Dia, sih, udah jadi public enemy.

GYA
(memelotot) Oh, jadi berarti bener, ya?

CHRISTIE
Semua juga tahu kalo dia itu yang paling getol melobi agar ditjen keluar dari kementerian. Gosipnya, dia pengen jadi menteri.

GYA
(kembali memelotot) Masak, sih?

CHRISTIE
Banyak yang ngaku pernah denger dia ngomong begitu. Tapi kalo jabatan menteri ketinggian, kayaknya eselon 1 juga cukup. (tertawa sinis)

GYA
Terus … pegawainya sendiri gimana? Pada setuju pindah?

CHRISTIE
Tergantung…. (kembali tersenyum sinis)

GYA
Tergantung gimana?

CHRISTIE
Tergantung … apakah mereka termasuk yang sering kecipratan proyek, atau tidak. (menoleh) Bahasa gampangnya, yang sering kecipratan proyek, yang punya jabatan, yang merasa berbeda dengan Kementerian Infrastruktur, yang merasa eksklusif, maunya pindah. Di luar itu, pengennya tetap di Kementerian Infrastruktur. 

GYA
Kalo kamu sendiri … gimana?


Christie tersenyum.


CUT TO


24. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Tampak sesosok berjilbab masuk dari pintu utama. Ia mengenakan kaos lengan panjang, rok panjang semata kaki, sepatu hiking warna abu-abu dan memanggul tas ransel. Tingginya sekitar 168 cm, berhidung mancung dengan wajah Kaukasian dan mata cokelat terang. Beberapa kali ia tampak melipir karena berpapasan dengan banyak orang yang mau keluar. Beberapa kali juga ia melempar senyum. Langkahnya mantap menuju lobi, dan kemudian berhenti di depan resepsionis.


RESEPSIONIS (LAKI-LAKI, 34 TAHUN)
Selamat siang, Teh. Ada yang bisa kami bantu? Eh … kayaknya Teteh sering ke sini, ya?

FITRA (PEREMPUAN, 32 TAHUN)
(tertawa) Mungkin, Pak. (menunjukkan ID Card bertuliskan namanya: Adhya Fitra Kirani, S.Sos)

RESEPSIONIS
Mau nginep, ya?

FITRA
Iya, Pak. Ada kamar?

RESEPSIONIS
Buat kapan?

FITRA
Akhir pekan ini bisa?

RESEPSIONIS
Bisa, Teh. Tapi adanya kamar yang di lantai 3 … nggak apa-apa? Lantai 3 masih direnovasi soalnya. Jadinya agak berantakan. Tapi yang di lantai 2 penuh peserta diklat.

FITRA
Nggak apa-apa, Pak.

RESEPSIONIS
Nggak takut diganggu jurig, Teh? (memastikan)

FITRA
(tertawa) Jurignya takut sama saya, Pak.

RESEPSIONIS
(tertawa) Ya udah. (mengeluarkan semacam kertas form) Kalau begitu diisi dulu, ya.


Fitra mengambil kertas tersebut dan mulai mengisinya.


CUT TO


25. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Gya masih mengobrol dengan Christie di sofa ruang tunggu lobi ketika matanya menangkap sesuatu dari loket resepsionis yang ada di depan arah pandangnya.


GYA
(mencolek Christie) Eh, itu Fitra bukan, sih? (menunjuk ke suatu arah)

CHRISTIE
(terkejut) Ha? 


Christie menegakkan punggung dan mengikuti arah telunjuk Gya. Sontak, wajahnya menegang.


Gya malah bangkit dan menghampiri Fitra. Tampak Christie terbelalak melihat tingkah Gya.


CUT TO


26. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Fitra menyerahkan kembali formulir yang sudah diisinya.


FITRA
Ini, ya, Pak.

RESEPSIONIS
Haturnuhun, Teh.

GYA
(menepuk pundak Fitra) Fitra! Ngapain di sini?

FITRA
(terkejut, lalu menoleh, dan tersenyum gembira) Mbak Gya! Ya ampun! Kebetulan banget ketemu di sini!


Fitra dan Gya kemudian bersalaman dan saling berangkulan.


FITRA
Ada acara apa, Mbak?

GYA
Biasa. Rapat. Kalo kamu? Kok di Bandung?

FITRA
Saya, kan, lagi tugas belajar, Mbak. 

GYA
Oh, ya? Di mana?

FITRA
Di ITB. Tapi ini tinggal tesis, kok.

GYA
Eh iya. Itu ada Bu Christie juga, lho. (menunjuk ke arah Christie yang ada di belakangnya)


Senyum Fitra menghilang. Air mukanya berubah terkejut ketika melihat Christie yang berdiri di belakang Gya.


CUT TO


27. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Gya, Fitra, dan Christie berdiri di depan loket resepsionis di lobi kantor balai. Tampak Christie dan Fitra agak canggung. Gya pun heran.


GYA
Heh. (mendorong pelan lengan Christie) Kenapa, sih? (memandang Christie, kemudian Fitra) Kalian, kok, kayak orang pacaran gitu, sih? Pakai malu-malu segala. (terkikik)


Christie tampak salah tingkah. Begitu juga Fitra.


CHRISTIE
Hai, Fit. (memaksakan tersenyum)


Fitra tidak menjawab, alih-alih malah membalas dengan senyum yang sama maksanya juga.


CHRISTIE
Apa kabar, Fit?

FITRA
Baik. (menunduk, lalu sorot mata ke mana-mana)

CHRISTIE
Kuliahmu gimana?

FITRA
Tinggal tesis doang.

GYA
(menyambar) Berarti hampir lulus, kan? Jadi, nanti kamu baliknya ke Kementerian Infrastruktur, atau ke Kementerian Perencanaan Wilayah?


Christie memelotot. Sedangkan sorot mata Fitra langsung sinis.


28. (BANDUNG) INT. KANTOR — DAY


Fitra menatap sinis Christie.


GYA
Isunya santer, lho. Konon udah fixed malah. Soal pemisahan Ditjen Perencanaan Wilayah ke kementerian baru. Kamu belum dengar, Fit?


Fitra kembali menunduk. Lalu menengadah, dan kembali memandang Christie dengan sinis.


FITRA
Kalau menurut surat perjanjian yang saya tanda tangani, saya terikat 2n+1 dengan Kementerian Infrastruktur. (nada suara dingin)

CHRISTIE
Tapi jangan lupa juga, kamu adalah staf di Direktorat Jenderal Perencanaan Wilayah, yang kalau fungsinya pindah, kamu juga akan ikut pindah.

FITRA
Sejak kapan tugas dan fungsi melekat pada orang?

CHRISTIE
Kamu tulis esai pendaftaran dulu gimana? Studimu dalam rangka kontribusi untuk bidang perencanaan wilayah, kan?

FITRA
Perencanaan wilayah dalam kerangka infrastruktur.

CHRISTIE
Di-logika saja, Fit.

FITRA
Selalu. Dan nggak pernah nyambung dengan pemikiran yang bilang saya harus ikut pindah.


Gya tampak kebingungan melihat kedua temannya itu.


CUT TO



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@darmalooooo kayaknya tidak. kalaupun iya, kayaknya juga tidak dipermasalahkan. penulisan skrip cenderung lebih bebas untuk masalah kaidah.
1 bulan 1 minggu lalu
Btw, penulisan skrip film dalam bahasa asing tak pakai huruf Italik [Garis miring], kah? contoh ; Teh, Jurig. Yogya dan Jogja, kota yang sama atau berbeza?
1 bulan 1 minggu lalu