Flash Fiction
Disukai
4
Dilihat
1,227
ASAL USUL LINTAH DARAT DAN LINTAH AIR
Aksi

''Sudah 40 tahun kita menikah, tapi belum juga dikaruniakan zuriat,'' ucap Pak Dollah setiap kali letih melanda dirinya.

''Maafkan saya, Mas. Apalah daya, semua cara sudah kita coba, tapi, jawaban semua sama, kita berdua mandul,'' jawab Mur dengan nada sedih.

Cuaca di luar mendung, gerimis mengundang, tapi Pasutri itu masih rutin pergi ke sawah demi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hariannya.

Oek ... Suara tangis bayi di balik tumpukan padi yang di jemur dekat pondok mereka.

"Ndok, itu sepertinya suara bayi menagis, tapi di mana, ya?" Pak Dolah mengajak istrinya mencari sumber suara itu.

"Ya Allah! Alhamdulilah, Mas! Tuhan, beri kita rezeki!" Mur teriak happy dengan apa yang ia lihat.

"Alhamdulilah, mari Ndok, kita bawa pulang saja bayi ini," istrinya angguk setuju.

****

Malam hari, Kampung Sawah.

Tangisan bayi yang mereka bawa pulang tak henti-henti, seperti suara kereta api beruntun.

"Kamu sudah memberi dia ASI?" Pak Dolah menyarankan istrinya mencoba meletakan bayi itu di puting istrinya.

"Baik Mas, saya coba," jawab istrinya sambil memeluk bayi itu dan disusui.

"Tuh kan, Ndok. Dia diam, berarti lapar," ujar Pak Dolah tenang.

"Ya, Mas. Tapi ada yang aneh," ujar Mur.

"Kenapa Ndok?"

"Aku kan ndak pernah punya anak, lah, kok ada ASI, yang lebih aneh, ini bayi kenceng banget nyedotnya."

"Anggap rezeki dari Tuhan, Ndok," jawab Pak Dolah menenangkan.

Seharian Pak Dolah tidak pergi ke sawah, dia melihat istrinya sedang menyusui bayi sejak semalam tidak lepas-lepas, sampai istrinya wajahnya sangat pucat.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar, itu adalah Sarijo, seorang Dukun dan Menteri kesihatan di Kampung Sawah. Dia sangat terkejut saat melihat Mur, tetangganya sedang menyusui lintah.

"Lepaskan Mur, dia bukan Bayi!"

Pak Dolah marah dengan Sarijo, baru datang sudah bicara asal.

"Kamu ini bicara apa? Dia itu bayi yang kami temukan di sawah kami," ucap Pak Dolah.

"Saya datang kemari, mahu mengajak kalian tinggal di rumah saya dan jaga anak saya," beritahu Sarijo keadaan sebenar.

Sarijo menarik bayi itu, tapi tidak mau lepas.

"Sejak kapan bayi ini nyusu?"

"Sejak kemarin," jawab Mur lemah.

Pak Dolah sejenak berfikir, ada benarnya juga, jangan-jangan itu bayi demit. Pekik hatinya. Segera ia lepas bayi itu tapi semakin lengket di puting istrinya.

"Dasar bayi Demit!" Kata Pak Dolah marah sambil menebas kepala bayi itu sehingga darahnya berceceran di ruang tamu itu banyak.

Sarijo segera gendong Mur dan Pak Dolah segera membuka pintu, mereka keluar dan saat mereka menoleh belakang, alangkah terkejutnya, darah tadi berubah menjadi lintah banyak sekali.

"Ya Allah! Maafkan saya, Ndok!" Pak Dolah memeluk istrinya yang di gendong Sarijo.

"Terima kasih sudah selamatkan istri saya."

"Kita segera tinggalkan Kampung Sawah ini," ajak Sarijo dan mereka patuh.

Lintah tadi banyak ada yang di darat dan juga ada yang di air, berpencar.

Sebulan kemudian. Mur, tidak tertolong dan dia sudah kehabisan darah, bukan itu saja, bayi demit itu sudah meletakan racun ditubuh Mur. Pak Dolah, sangat merasa bersalah dan dia setiap hari pergi ke makam istrinya. Setiap dia lihat lintah, dia terbayang istrinya saat menyusui bayi sampai menguras darah istrinya. Sejak saat itu, Pak Dolah benci sama Lintah, setiap ketemu lintah, pasti dia makan hidup-hidup.

"Darah yang ada ditubuhmu itu darah istriku," begitulah setiap kali bertemu lintah dan doanya sebelum makan lintah.

The End.

Pesan : Jangan langsung percaya dan ambil amanah yang kita sendiri belum tahu hukum dan latar belakangnya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
#Darma Sama-sama. ๐Ÿ˜
๐Ÿ˜… terima kasih sudah mampir Kak Egi
Serem. Gimana rasanya itu disedot sampe abis. aku bisa ngerasain banget rasanya, Ma. ๐Ÿ˜ญ
Ya Cik, ini adalah istilah makan lintah hidup, supaya kita jangan mudah percaya sama orang dan juga jangan mengambil amanah yang tak mampu untuk kita tunaikan.
Mengerikan๐Ÿ˜ฌ. Eh, serius dimakan hidup2 tu lintahnya? Ewwww๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐Ÿ˜
Rekomendasi dari Aksi
Rekomendasi