Tunggal, Ika, dan Ikan-Ikan di Kedung Mayit
16. 16
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator


1.     INT. SEL - MALAM

Gentho bangun. Di sel. Bagian depan besi jeruji. Borgol tangan dan rantai kaki sudah dilepas.


SFX : Besi dipukul dua belas kali


Gentho menyandarkan punggung di dinding


GENTHO

Aduh…. Ah… Di nerakakah ini? Tapi mengapa segelap ini? Pasti bukan. Tak mungkin isinya hanya aku. Temannya pasti banyak sekali.

Gentho tertawa.

GENTHO

Tak lelo lelo lelo ledung. Cup menengo anakku sing bagus. Ika…! Ika…! Kemarin lusa aku bertemu anak kita. Namun aku belum sempat menyebutkan siapa diriku. Belum punya keberanian. Tidak ada anak yang senang punya bapak bajingan.


Gentho tertawa kecil.


GENTHO

Ika, aku pernah beberapa kali menemui anak kita. Terakhir kali tadi. Sebelum para bangsat itu menyergapku. Namun, kami hanya mengobrolkan hal-hal tak penting. Aku belum sempat memberinya kisah yang indah. Kisah tentang kita bertiga: Aku, kamu, dan bayi montok yang bisa berjalan untuk pertama kalinya di dalam penjara.

Gentho tertawa masam.

GENTHO

Tadi aku menemui anak kita, Ika. Tapi belum sempat berpamitan. Aku mengira tak akan meninggalkannya lagi.

Gentho menangis.

GENTHO

Ika, anak kita memiliki wajah dan senyumanmu. Rambutnya seperti aku. Aku pernah membelai rambut gimbal yang tak pernah kena sampo itu. Anak kita segera menepisnya. Aku tahu penyebabnya lalu tak berani menyentuhnya lagi. Pada akhirnya aku hanya bisa memandanginya. Mengajaknya bicara. Memberi nasihat yang aku sendiri tidak menjalankannya.


Tunggal tertawa


GENTHO

Waktu kutanya sholat atau tidak, anak kita menggeleng. Aku lalu teringat diriku sendiri. Saat di dalam penjara, aku pernah salat. Salat yang tidak ikhlas. Salat yang ada maunya. Setelah mengucap salam, aku berdoa sangat lama kepada Tuhan agar dipertemukan lagi denganmu. Juga dengan anak kita. Sebelum maut menjemputku. Lalu setiap Sabtu, tepat pukul satu, aku pun memasang telinga. Menanti penuh harap seorang petugas memanggilku. Memberi tahu ada perempuan datang menjenguk. Dan itu kamu, Ika.


Tunggal menangis terisak-isak.


GENTHO

Doa-doa itu sepertinya tidak sampai kepada Tuhan. Entah nyasar ke alamat siapa. Setelah sepuluh minggu melakukan hal sama dan tak ada tanda-tanda kamu bakal membesukku, aku pun menghentikan salat. Baru seminggu yang lalu aku menyadari ternyata doaku itu tidak tercecer semuanya. Tuhan mengabulkan sebagian. Semoga saja begitu. Aku dipertemukan dengan anak kita. Namun, menunda yang sebagian lainnya. Sampai sast ini aku belum menemukanmu.


Gentho meludah.


GENTHO

Puasa, kan? Aku bertanya lagi. Anak kita mengangguk dan aku pun menangis di dalam hati. Menyadari betapa gobloknya pertanyaan itu. Sudah pasti anak kita dan kawan-kawan sebangsanya sering berpuasa meskipun bulan Ramadan belum tiba. Anak kita selalu kelaparan, Ika. Selalu kedinginan.

Gentho menangis.

GENTHO

Ika, aku ingin berhenti jadi bajingan. Demi kamu. Demi anak kita. Kalau aku berhasil keluar dari tempat terkutuk ini, aku akan membawanya pergi. Pergi sejauh-jauhnya. Memberikan rumah yang nyaman. Dipenuhi bunga-bunga. Memberinya pelukan. Banyak pelukan.


Gentho menangis.


GENTHO

Ika, aku lelah dengan semua ini. Lelah…. Aku ingin berhenti. Lelah sekali….

Gentho tertidur. Posisi tubuh bersandar pada dinding.


Orang berpenutup kepala datang. Hanya kelhatan dua lubang untuk mata. Menyandang senjata laras panjang. Menjenguk lewat celah-celah jeruji besi.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Sudah matikah kamu?


Gentho kaget. Terbangun. Mengucek-ngucek mata.


GENTHO

Apa? Ada apa?


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Hanya ingin menengok. Syukurlah kamu belum mati.


GENTHO

Bajingan seperti aku susah matinya. Ha ha ha.


Orang berpenutup kepala duduk seenaknya di depan sel. Meletakkan senjata laras panjang di samping paha kanan.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Nama aslimu Tunggal bukan? Punya nama bagus kok disembunyikan.


Gentho beringsut ke dekat jeruji besi


GENTHO

Bapak ini siapa? Bagaimana tahu nama asli saya?


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Tidak semua petugas seperti itu. Mereka sekedar menjalankan perintah atasan. Aku percaya kamu bukan teroris. Hanya penjahat biasa.


GENTHO

Siapa Bapak? Mengapa bersimpati kepada saya?


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Kamu tak perlu tahu siapa aku. Sudah punya istri? Pacar?


GENTHO

Bukan pacar. Bukan Istri. Tapi ibu dari anakku. Namanya Ika.


ORANG BERPENUTUP KEPALA


Cantik?


GENTHO

Cantik. Cantik sekali….


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Di mana dia sekarang? Tinggal di mana ibu dari anakmu itu?


GENTHO

Aku sudah lama tak melihatnya. Sudah sembilan tahun. Dulu sering menengokku di dalam penjara. Setiap Sabtu. Tepat pukul satu. Kadang anak yang montok dan tampan itu dibawanya serta. Anak kami. Itu berjalan hampir satu setengah tahun. Namun, ketika aku bebas, Ika menghilang. 


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Menghilang?


GENTHO

Bisa jadi bertemu laki-laki yang segalanya melebihi aku. Laki-laki yang bukan bajingan. Namun, bisa juga telah Mati. Dibunuh bapaknya.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Dari mana kamu tahu itu?


GENTHO

Ika sering mengatakan. Bapaknya sangat membencinya. Sering mengancam akan membunuh. Bahkan pernah menembaknya, tapi tidak kena.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Kamu kenal bapaknya?


GENTHO

Belum. Hampir. Minggu pagi itu aku mau ke rumah Ika. Menemui bapaknya untuk melamar Ika. Namun, malamnya aku ditangkap. Dompet yang kucopet itu ternyata milik istri perwira polisi. ha ha ha,


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Mungkin kamu benar. Dia sudah mati. Sedihkah kamu setelah ditinggalkan? Siapa tadi namanya? Ika?

GENTHO

Bukan sedih lagi. Tapi jadi gila. Aku lalu merampok di mana-mana Juga mengganti namaku dengan nama anakku.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Kenapa? Kenapa mengganti namamu dengan nama anakmu?


GENTHO

Sebenarnya itu nama teman di dalam penjara yang telah menyelamatkan kehormatanku. Seminggu setelah peristiwa yang memalukan itu, Gentho mati dibunuh musuhnya. Kunamai anakku dengan namanya untuk mengabadikan.


Gentho menghela napas.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

O, begitu.


GENTHO

Tahukah Bapak apa yang dilakukan Ika setelah diusir papanya?


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Aku ingin mendengarnya.


GENTHO

Ika menyewa kamar kontrakan. Sekolah SMA-nya terhenti. Ika lalu bekerja sebagai sales rokok. Setiap Sabtu tepat pukul satu Ika menjengukku. Satu setengah tahun berturut-turut. Lalu tiba-tiba Ika tak datang lagi. Keluar dari penjara, aku mencarinya ke mana-mana. Namun, jejaknya tak pernah kutemukan.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Apa hubungannya dengan penggantian namamu?


GENTHO

Bagaimanapun juga Ika seorang ibu. Kalaupun bisa melupakanku, tidak mungkin lupa akan anaknya. Dengan merampok di mana-mana, aku ingin nama Gentho tertulis-tulis di koran-koran. Disebutkan di radio-radio. Kalau aku dipenjara, Ika pasti tahu ke mana harus mencariku. Aku ingin suatu ketika, Ika menjengukku lagi seperti dulu. Datang setiap Sabtu tepat pukul satu.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Jadi seperti itu, ya? Hmm. Kehidupan ini memang dipenuhi tragedi. Bersabarlah! Semua ada akhirnys.

Orang berpenutup kepala menghela napas panjang.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Aku tak bisa menemanimu lama-lama. Jadwal piketku sebentar lagi berakhir.


Orang berpenutup kepala berdiri. Menyandangkan senjata ke bahu. Melihat jam tangan.


Mendekati Gentho.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Dengarkan baik-baik! Nanti kalau ada kesempatan, lari dari tempat ini! Pergi sejauh-jauhnya!


Gentho menempelkan dahi pada jeruji besi.


GENTHO

Sebenarnya Bapak ini siapa?


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Terserah kamu mau menyebutku siapa. Atau apa.


GENTHO

Bagaimana saya bisa mengenang bapak jika tak tahu wajah dan nama?


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Jika kamu berhasil kabur dari tempat ini, kenanglah apa yang telah kulakukan untukmu! Tanpa harus tahu nama dan wajahku. Kenanglah selamanya! Di manapun kamu berada.


GENTHO

Aku bisa memahaminya.


ORANG BERPENUTUP KEPALA

Ingat baik-baik ucapanku ini! Begitu ada kesempatan, segera lari! Di sebelah selmu ini ada sebatang pohon. Larilah lewat situ dengan cara memanjatnya!


Orang berpenutup kepala meninggalkan sel tanpa menoleh lagi. langkahnya tergesa-gesa.


Tunggal beringsut ke tembok. Menyandarkan punggung. Bernyanyi pelan.


GENTHO

Tak lelo lelo lelo ledung. Cup menengo anakku sing bagus….


Tunggal tertidur.


SFX : Suara kunci sedang membuka pintu.

SFX : suara pintu dibuka

SFX: Batang besi dipukul dua kali


Tunggak menepuk dahi.


GENTO

Huh…! Nyamuk sialan! Apa enaknya darah bajingan? Hee! Pintunya terbuka

Gentho tertatih-tatih mendekati pintu sel. Hati-hati menguakkan pintu. Tengak-tengok kanan kiri.


GENTHO

Berarti omongan bapak tadi bisa dipercaya. Ika, Tuhan telah mengirimkan malaikat penolong untukku. Aku akan kabur dari tempat ini. Aku akan menjemput anak kita. Malam ini juga.


Gentho keluar dari sel, melewati ruang penyiksaan.


CUT TO:

Gentho tiba di halaman. Tolah-toleh. Setelah yakin aman, Gentho menyeret-nyeret kaki menuju pohon. Sesekali berhenti. menoleh-noleh. lalu menyeret kaki lagi.

CUT TO:

Tiba di pohon, Tunggal memeluk batangnya. mengamat-amati kawat berduri di bagian atas tembok. Gentho membalikkan badan. Bersandar pada batang pohon.


GENTHO

Entah kepada siapa permintaan maaf ini harus kuberikan. Selama ini ternyata aku telah membuat penilaian yang salah. Tidak semua petugas negara bajingan. Jahat pada warganya sendiri. Suka sewenang-wenang. Ternyata masih ada petugas negara berhati mulia. Terima kasih bapak! Terima kasih banyak!


Tiba-tiba Cahaya biru berkilatan dari menara pengawas.

SFX :Suara rentetan tembakan.

CUT TO:

GENTHO

Aduh! Ah…!


Gentho memegangi dada, terhuyung-huyung. Memandang ke depan. Menunjuk.


GENTHO

Ika? Kau kah itu?


Gentho roboh.

CUT TO:

Burung merpati yang bertengger pada dinding terbang berhamburan. Jumlahnya empat. Warnanya hitam, putih, cokelat, megan.

CUT TO:

Si Kumis dan si Codet keluar dari balik gerumpul ilalang. Berdiri di dekat mayat Tunggal. Orang berpenutup kepala datang, Senjata laras panjang berinfra merah yang dilengkapi teropong malam menggelantung di pundaknya.

Durja membuka penutup kepala. Tersenyum puas.


DURJA

Semua berjalan sesuai rencana. Bahkan sangat sesuai. Bangsat ini pasti mati penasaran.


Durja tertawa


SI KUMIS

Mayatnya kita kubur di sini?


SI CODET

Di sini juga tak apa-apa. Tak perlu repot-repot membuang ke selokan.


DURJA

Jangan di sini! Aku punya rencana. Aku ingin memberinya hadiah perpisahan. Buang ke tempat aku dulu membuang anaknya!


SI CODET

Jadi anaknya kamu bunuh juga? Kamu ini gila!


DURJA

Anak anjing kalau besar pasti jadi anjing juga. Aku tak ingin digigit anjing. Bukan hanya anaknya. Dua minggu sebelum bangsat ini dibebaskan dari penjara, perempuan sundal itu kubuang ke tempat perawatan penderita sakit jiwa. Bikin malu saja! Belum lulus SMA sudah punya anak di luar nikah. Bapaknya si anak, bajingan pula.


SI KUMIS

Kamu ini benar-benar edan. Jadi sampai saat ini dia masih di sana?


DURJA

Tidak. Dua bulan kemudian dia berhasil kabur. Tak tahu kabarnya hingga ini. Mungkin ucapan bangsat tadi benar. Sundal itu sudah mati. Bunuh diri!


SI KUMIS

Otakmu perlu diperiksa. Kamu ini benar-benar gila!


DURJA

Sekarang sudah sembuh. Sebelas tahun sudah aku mengincar bangsat ini. Namun, bangsat ini lebih sering tinggal di dalam penjara daripada di luar penjara. Susah membunuhnya dengan tanganku sendiri. Sekarang impianku sudah tercapai. Puas rasanya.


SI CODET

Jadi kita buang ke mana?


Durjana memandangi mayat Gentho.


DURJANA

Masukkan karung! Buang ke Kedung Mayit!


FADE OUT

FADE IN



2.  EXT. KEDUNG MAYIT - MALAM

Sepasang sorot lampu mobil mendekati kamera, lalu berhenti. Pintu membuka. Tiga pasang kaki turun dari mobil. Pakai sepatu lars. Karung yang tampak mengembung dan berat diturunkan dari mobil. Karung diseret, lalu dilemparkan ke kedung. Air berkecipak.


SFX : Byur


Karung tenggelam. Sebelum sampai dasar kedung, ikatan karung lepas. Muncul mayat Gentho dari dalam karung. (SLOW). Tubuh Gentho dipenuhi tato dan luka. Mayat melayang-layang. Tiba-tiba ujud mayat memudar, berubah jadi ikan, lalu berenang menuju ikan-ikan lain di dekat tumpukan tengkorak dan tulang belulang.

FADE OUT.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar