I/E. RUMAH DEDI - DAY
TOK TOK TOK. Dedi berpacu untuk membuka pintu yang sedang diketuk.
Ia membuka dan menemukan... PRIMA di depan rumahnya.
Dedi berdiri di sana, membiarkan pintu terbuka dengan mulut menganga. Tak menyangka. Ia perlahan menutup pintu tanpa membiarkan Prima masuk.
Pintu menutup kembali, memisahkan Dedi dan Prima.
PRIMA (O.S.)
Kamu tahu aku bisa ngehilangin pintu ini dengan gampang, kan, Ded?
Dedi membuka kembali pintu rumahnya.
DEDI
Kalau kamu nyari Zulva, dia lagi sekolah.
PRIMA
Aku mau bicara sama kamu.
(beat)
Aku punya permintaan.
INT. RUMAH DEDI, KAMAR DEDI - DAY
Dedi duduk di atas ranjang kamarnya, sedangkan Prima duduk di atas karpet, bersandar pada sisi ranjang.
PRIMA
Zulva apa kabar?
DEDI
Baik. Seperti Hachi, masih mencari ibunya... tapi dia sehat, nggak kenapa-napa.
(beat)
Prim-
PRIMA
Aku tahu kamu udah bantuin polisi buat nyari aku. Dan aku nggak nyalahin kamu. Aku pantes diburu polisi. Tapi, kenapa? Kamu tahu kalau aku ditangkap, Mbak Vera nggak akan bisa diselamatkan. Zulva bakal kehilangan ibunya. Dan kamu... kehilangan pujaan hati.
DEDI
Aku... kamu tahu?
PRIMA
Tahu lah.
Jeda sebentar.
DEDI
Karena... kamu bilang sendiri, kan? Kamu udah bukan orang yang lagi nyoba nyelamatin kakaknya. Kamu lebih mirip pembunuh berantai. Berdarah dingin. Aku sangat pingin ketemu sama Mbak Vera lagi, tapi, ngelihat kamu dan perbuatanmu... Kamu ngehilangin temen masa kecilmu sendiri, Prim. Kamu sadar nggak?
Prima mengangguk pelan.
PRIMA
Ya, tapi awalnya aku kira dia cuma perempuan random yang mau ngelaporin aku.
DEDI
Oh, itu pembelaan kamu? Orang-orang lain yang kamu hilangin gimana?
Prima tak menjawab.
DEDI
Aku ngerasa harus ngehentiin kamu, Prim. Sebagai teman.
(beat)
Sebagai calon kakak ipar.
Prima seketika mengeluarkan Trisula dari saku mantelnya dan menodongkannya ke arah Dedi. Dedi melonjak dan menjauhi Prima.
Prima tersenyum dan menaruh kembali Trisula ke sakunya.
DEDI
Gila lu! Terus mau apa kamu ke sini? Apa yang bikin kamu yakin aku nggak bakal nyerahin kamu ke polisi setelah ini? Mau bungkam aku pake mainanmu itu kayak yang udah-udah?
PRIMA
Bukan mainan.
Senyum Prima hilang tak berbekas. Ia menatap Dedi dengan serius.
PRIMA
Ini mungkin permintaanku yang terakhir, Ded. Aku masih punya waktu untuk nyelamatin Mbak Vera sampai tengah malam ini.
DEDI
Tengah malam?
PRIMA
Ya. Kalau lewat tengah malam aku masih gagal...
Prima tidak menyelesaikan kalimatnya. Terlalu menyakitkan untuknya. Ia membiarkan Dedi untuk mencerna informasi dan mengendapkan kenyataan ini selama beberapa saat.
PRIMA
Tolong biarkan aku berusaha sampai tengah malam ini. Setelah itu, entah aku berhasil atau nggak, kamu boleh ngelakuin apa pun ke aku. Silakan bawa aku ke polisi. Mau bunuh aku juga boleh. Tapi, sebelum itu, tolong biarin aku mengais harapan yang tipis ini.
Prima mengatakannya sembari mencakar-cakar karpet kamar Dedi. Cakarannya meninggalkan bekas tipis yang segera memudar. Ia menoleh ke Dedi, meminta konfirmasi.
PRIMA
Deal?
Dedi beranjak dari ranjangnya. Ia mengambil sesuatu dari dalam lemari di kamarnya. Dua buah SWEATER PUTIH. Ia menjatuhkannya ke pangkuan Prima. Ia lalu memperlihatkan foto di ponselnya. Fotonya dan Zulva. Memakai sweater serupa.
DEDI
Kemarin aku belanja bareng Zulva biar dia nggak kepikiran ibunya terus.
PRIMA
Yang satu lagi?
DEDI
Buat Mbak Vera. Bawa dia pulang, Prim.
Dedi melempar senyum kecil pada sahabatnya.
DEDI
Dan... Happy early birthday.
Prima menatap dua sweater di pangkuannya. Ia terharu.
PRIMA
Wow, Ded, aku nggak tahu harus terima kasih kayak gimana lagi.
DEDI
Ah, sweater doang mah apa.
PRIMA
Oh ya. Kamu bisa hubungin Markus nggak? Cuma dia yang bisa bantu aku sekarang.
DEDI
Dia ketakutan setengah mati sama kamu.
PRIMA
Iya, makanya, kalau kamu yang hubungin mungkin dia bakal mau bantuin aku.
Dedi menghela napasnya.
DEDI
Oke, apa lagi. Keluarin semua. Mumpung aku lagi berjiwa Santa.
PRIMA
Terus... aku boleh pinjem duit? Duitku abis.
Dedi menatapnya dengan pandangan “serius?”.
Prima memasukkan sweater-sweater itu ke ranselnya sembari berseloroh:
PRIMA
Kamu inget hadiah ulang tahun pertama yang kamu kasih ke aku?
Dedi mengingat-ingat.
DEDI
Hmm, ensiklopedia buat anak-anak, kan?
PRIMA
Iya. Masalahnya itu bukan buat anak-anak.
DEDI
Oh ya?
PRIMA
Aku sama sekali nggak paham apa yang ditulis di buku itu. Satu hari pernah dipakai ibuku buat ngegampar anaknya satu-satu.
Dedi melepas tawanya, namun ia sadar sedang menertawakan kemalangan Prima. Ia pura-pura tersedak. Namun melihat Prima terkekeh mendengar celotehannya sendiri, Dedi membiarkan tawanya menyembur. Kedua sahabat itu tertawa bersama, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Seperti masa silam. Masa yang mati-matian ingin mereka gapai kembali.
EXT. RUMAH DEDI - DAY
Prima keluar dari rumah Dedi.
DEDI (O.S.)
Kamu yakin nggak mau nunggu Zulva pulang sekolah?
Prima menggeleng.
PRIMA
Aku nggak bisa ketemu dia tanpa ibunya.
Prima menepuk pundak Dedi.
PRIMA
Titip ya.
Dedi merogoh sesuatu dari kantongnya. Ia mengeluarkan ponsel Prima dan menyerahkannya ke pemiliknya. Tak lupa uang untuk ia pinjamkan ke Prima.
Prima menerimanya kemudian berjalan menjauhi rumah. Dedi menemaninya hingga halaman rumah sebelum berhenti dan melepas kepergiannya. Prima belum melangkah pergi terlalu jauh ketika Dedi tiba-tiba memanggilnya dari belakang.
DEDI (O.S.)
Jadi aku jemput kan?
Prima berhenti dan menoleh.
PRIMA
Iya, seperti biasa.
EXT. TOKO MAINAN GUMILANG - DAY
Prima turun dari taksi di depan toko. Ia masuk ke dalamnya. Kita melihat toko dari luar. Bagian dalam toko, gelap, tidak terlihat apa-apa.
Setelah beberapa saat, kita dapat melihat KILATAN-KILATAN WARNA HIJAU dari bagian dalam toko melalui jendela kaca.
SUPER: 25 April. 13.00.
BEGIN DREAM SEQUENCE
EXT. TAMAN KOTA - DAY
Matahari terik bersinar. Prima harus menghalau silau sinar matahari dengan tangannya agar dapat melihat. Ia tengah menemani Zulva bermain bola tangkap di taman.
Tak jauh dari sana, Dedi dan Vera sedang duduk berhadapan di sebuah ayunan. Dedi tampaknya melontarkan sebuah lelucon konyol. Vera terpingkal-pingkal dibuatnya.
Prima sedang memakai mantel abu-abunya. Zulva melempar bola terlalu keras. Bolanya melambung tinggi melewati kepala Prima yang tak mampu menjangkaunya. Prima berlari untuk mengambil bola yang tersangkut di semak belukar.
Saat ia kembali, Dedi telah berhenti berbicara. Ia duduk sendirian. Prima melihat sekeliling, mencari Vera.
Zulva mendekatinya sambil membawa trisula mainan yang Prima hadiahkan. Ia mau bermain perang-perangan. Prima merogoh saku mantelnya. Saku itu KOSONG. Ia melihat lagi trisula yang dipegang Zulva. Bukan trisula mainan. Melainkan TRISULA MILIKNYA.
Zulva membidikkannya ke arah Prima dan segera menekan pelatuknya. Sinar ungu Trisula telak mengenai tubuh Prima yang tak mampu bergerak.
PRIMA POV:
Perlahan lingkungan di sekitarnya memudar. Bola yang dipegangnya terlepas, bergulir ke arah Zulva. Zulva tak lagi memerhatikannya. Ia memilih bermain sendirian dengan bolanya.
Prima menyentuh tenggorokannya. Tak ada suara yang keluar. Tak ada yang melihatnya. Dedi masih duduk mematung, sama sekali tak awas dengan keberadaan Prima. Lingkungannya makin menghilang. Prima melihat tubuhnya yang turut menghilang, meluruh ke udara.
END OF SEQUENCE
INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT
Gelap. Sumber cahaya hanya berasal dari layar laptop. Prima duduk di depan laptop. Pipi kanannya menempel di atas permukaan meja. Matanya tertutup. Wajahnya kelelahan.
SUPER: 25 April. 18.00.
Ia terbangun. Keluar dari dunia mimpi. Kenyataan kembali menghujam benaknya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, berharap ketika ia membukanya kembali, ia akan melihat kenyataan lain.
Ia melepas tangan dari wajahnya. Masih sama. Ruangan yang gulita. Laptop yang menyala. Dan Vera yang terperangkap di dalamnya.
EXT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT
Prima keluar dari toko untuk menghirup udara segar.
MEONG. Di seberang jalan, seekor kucing melintas di atas trotoar. Ia berjalan ke arah taman kota. Prima mengejarnya.
EXT. TAMAN KOTA - NIGHT
Si kucing sedang duduk di atas rerumputan. Prima berjalan dari arah yang berlawanan dengan arah si kucing datang. Ia membawa sekotak susu dan sebungkus makanan kucing. Setelah mendekati si kucing, ia menabur makanan di hadapannya. Ia mengelus-elus kepala si kucing, sebelum meninggalkannya sendirian.
Prima menusuk susu kotak yang dipegangnya dengan sedotan. Sembari memerhatikan si kucing makan dengan lahap, ia duduk di bangku yang berada di sisi lain taman. Menghentak-hentakkan kakinya di tengah KEHENINGAN.
Tidak ada siapa pun di sekitar taman, kecuali seorang Pria Besar yang datang mengendap-endap dari belakang si kucing. Ia memegang rokok yang menyala. Sekejap berselang... terdengar GERAMAN si kucing yang bercampur antara kesakitan dan kemarahan.
Prima tak tinggal diam. Ia menutup kepalanya dengan tudung mantel dan berjalan ke belakang Pria Besar yang masih berjongkok. Lalu membidikkan Trisula tepat ke kepalanya.
Prima menekan pelatuk...
FADE TO BLACK.
OVER BLACK
SUPER: 25 April. 19.00.