Temani Aku Menyeberang Jalan
1. Chapter 1

FADE IN:

BEGIN FLASH FORWARD

EXT. TAMAN KOTA - NIGHT

SESEORANG BERMANTEL ABU-ABU duduk di bangku taman. Sendirian. Kakinya menghentak-hentak tanah di tengah KEHENINGAN. Tangannya menggenggam susu kotak yang tak lama diseruputnya. 

Di sisi lain taman, seekor kucing melahap makanan TANPA SUARA di antara pohon dan rerumputan. Dari balik pohon di SISI KIRI si kucing MUNCUL BAYANGAN SEKELEBAT. Si Kucing tidak terusik. Bayangan muncul kembali, MENDEKAT dari BELAKANG si kucing.

PRIA BESAR dengan sepatu bot yang berjalan perlahan.

Pria Besar menjepit rokok yang tersulut di tangan kanannya. Ia berjongkok di belakang si kucing dan MENYUNDUT punggung Si Kucing. CESS. BARA API MENDESIS.

Si kucing terkesiap, GERAMANNYA memecah keheningan, kemudian lari tunggang-langgang meninggalkan makanannya berserakan. Pria Besar tersenyum puas.

DUK. Bagian belakang kepala Pria Besar tiba-tiba terantuk benda keras.

PRIA BESAR

(menoleh)

Apa...

Pria Besar terdiam memelototi benda seperti TRISULA yang sedang ditodongkan kepadanya. Bentuknya tidak lazim. Sula di tengah lebih panjang dari sula kanan-kiri. Ujung sula bukannya meruncing, melainkan berbentuk silinder seperti laras senapan. Trisula itu menyala ungu. Di gagangnya terdapat tombol yang siap ditekan oleh seseorang.

PRIA BERMANTEL ABU-ABU.

Wajahnya tak jelas terlihat karena tertutupi tudung mantel yang menyelimuti kepalanya, namun ukuran tubuhnya jelas lebih kecil dibandingkan Pria Besar. Hal yang tak membuatnya segan karena ia terus menodongkan “senjatanya” ke arah Pria Besar.

PRIA BESAR

Siapa...

Sinar ungu memancar dari trisula, membungkam Pria Besar sebelum ia menyelesaikan pertanyaannya. Ia mendelik ketakutan selama beberapa detik sebelum jatuh berlutut. Mukanya menyernyit seperti kesakitan. Seluruh badannya gemetar.

Pria Bermantel Abu-abu menarik trisulanya dan berbalik badan. Pria Besar mencoba memanggilnya namun bibirnya bergerak-gerak tanpa dapat menghasilkan suara.

Pria Bermantel Abu-abu beranjak pergi. Trisulanya meredup lalu ia masukkan ke dalam saku mantelnya. Ia menyeruput tetesan terakhir susu kotaknya lalu melemparnya ke rerumputan.

Di belakangnya, Pria Besar telah SIRNA. TANPA JEJAK.

EXT. JALAN RAYA - NIGHT

Pria Bermantel Abu-abu berjalan di trotoar. Ia berhenti. Pandangannya terarah pada bangunan tua di seberang jalan. Sebuah toko TANPA PENGHUNI. TANPA PENERANGAN. Di papan namanya yang bapuk tertulis:

TOKO MAINAN GUMILANG.

Ia melangkahkan KAKI KIRINYA untuk menyeberang jalan, namun lantas diurungkan. Ia berpikir sebentar sebelum melangkahkan KAKI KANANNYA dan menyeberangi jalan, menuju toko tersebut.

END OF FLASH FORWARD

FADE TO:

INT. KAMPUS, RUANG DISKUSI - DAY

Seorang laki-laki berusia 22 tahun dengan raut wajah yang selalu serius, PRIMA GUMILANG, tengah menulis di buku tulisnya. Tubuhnya yang kecil, seukuran dengan Pria Bermantel Abu-abu, tampak semakin kecil di tengah-tengah ruangan luas yang biasa digunakan sebagai tempat pertemuan.

Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore.

SUPER: 6 Hari yang Lalu. 19 April.

INT. KAMPUS, KORIDOR - DAY

Prima berjalan sembari berbicara melalui ponsel. Sesekali tangannya melambai ke beberapa orang yang dikenalnya. Suara seorang laki-laki terdengar dari ponselnya.

LAKI-LAKI (V.O.)

Jadi aku jemput kan?

PRIMA

(di telepon)

Iya, seperti biasa.

EXT. KAMPUS - DAY

Hujan rintik-rintik. Mobil sedan hitam berhenti tepat di depan Prima yang berjaket tebal. Prima mengetuk jendela pengemudi. Jendela turun membuka.

Prima menyapa orang di dalam mobil seperti pelanggan taksi online yang tengah mencari pengemudi.

PRIMA

Atas nama Bapak Dedi?

DEDI SURYANINGRAT, 22 tahun, tertawa renyah. Gaya berpakaiannya yang kasual namun penuh barang bermerek serta auranya yang ceria berkebalikan dengan Prima yang bersahaja, kaku, dan cenderung muram. Ia menjulurkan tangannya dan menjabat tangan Prima.

DEDI

Sugar Dedi.

Prima mengacungkan jari tengah.

INT. MOBIL DEDI - DAY

Prima duduk di bangku penumpang dan menulis di buku tulisnya.

DEDI

Ini kita ke mana nih?

PRIMA

(terus menulis)

Rumah.

DEDI

Rumahmu?

PRIMA

Rumahku bukan rumah. Cuma tempat singgah.

DEDI

Ya ya ya. Emang mau ada apa sih, kerjaanmu kayaknya belum selesai itu.

Prima berhenti menulis.

PRIMA

Udah kok. Cuma ada detail kecil yang perlu dikoreksi. Ada yang lebih penting.

Dedi melempar pandangan bertanya. Tak ada jawaban.

EXT. JALAN RAYA - DAY

Mobil sedan hitam melaju di bawah hujan yang menderas dan jalanan yang menguyup.

INT. RUMAH VERA - DAY

Prima dan Dedi memasuki rumah dengan kunci yang Prima bawa. Dedi melihat sekeliling. Rumah itu terbilang besar. Tidak ada perabotan yang benar-benar mewah, tipikal ruang tamu pada umumnya, namun cukup untuk menawarkan kehangatan dari hujan di luar.

DEDI

Udah lama gak ke sini. Lagi pada ke mana orangnya?

Prima tidak langsung menjawab. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. ALAT BERBENTUK TRISULA. Seperti yang dimiliki Pria Bermantel Abu-abu. Tiba-tiba ia mengarahkan senjata tersebut ke Dedi, yang terkejut dan mengangkat tangan. Prima tertawa dan menurunkan senjatanya.

PRIMA

Mbak Vera masih di sekolah. Ngambil rapor.

DEDI

Itu... apaan?

PRIMA

Ini urusan pentingnya. Persiapannya udah selesai.

DEDI

Itu hasil proyek tugas akhir yang kamu ceritain?

PRIMA

Iya. Duduk dulu deh. Mau teh?

DEDI

Ya. Tapi Prim...

Prima menaruh trisulanya dan menghilang ke belakang.

DEDI

(berteriak)

Kamu kan bilang mau merancang alat transportasi. Bukan... senjata? Mainan?

Prima kembali dengan nampan dan dua cangkir teh.

PRIMA

Enak aja mainan.

DUK DUK. Prima mengetuk-ngetuk casing trisula, memperlihatkan permukaannya yang keras. Bukan plastik.

PRIMA

Ini alat transportasinya. Makasih loh udah dibantu.

DEDI

Cuma bantu nyari sponsor mah apa.

Prima duduk dan bungkam, meninggalkan Dedi tanpa penjelasan.

DEDI

(berteriak)

Jelasin ini apaan? Kebiasaan banget sih bikin penasaran.

Prima menyeruput tehnya lalu menjawab.

PRIMA

Yang aku dan temen-temen kerjain bukan alat transportasi biasa. Udah saatnya kita, manusia, pergi ke mana pun yang kita mau. Tanpa buang-buang waktu. TELEPORTASI.

Hening sejenak.

DEDI

Oke, Doraemon.

PRIMA

Aku serius. Dengan alat ini, kita bisa berpindah tempat dalam sekejap.

Prima mengambil alat tersebut. Di gagangnya terdapat sebuah saklar dan sebuah tombol. Saklar berada di posisi OFF dan dapat dipindahkan ke atas dan ke bawah. Tombol berada di atas saklar dan terletak tepat di jempol apabila kita memegang trisula seperti memegang pisau.

Prima memindahkan saklarnya ke atas. Ke posisi yang ditandai HURUF A. Alat itu MENYALA UNGU. Prima lalu menunjuk tombol di dekat saklar.

PRIMA

Tombol ini pelatuknya. Satu kali tekan. WUS. Kita udah ada di tempat lain.

Prima menyerahkannya ke Dedi. Kesalahan besar. Dedi menekan tombol itu dengan ujung alat mengarah ke cangkir tehnya yang belum ia sentuh.

PRIMA

Hei, awas!

BRIM BRIM BRIM.

TERDENGAR SUARA SEPERTI SIRINE. Seiring dengan itu, SINAR UNGU MELESAT. Cangkir teh berpendar beberapa saat dan menghilang sedikit demi sedikit sebelum LENYAP SELURUHNYA. Dedi terdiam. Prima merampas kembali alatnya.

PRIMA

Bagus. Yang perlu dicuci berkurang satu.

DEDI

Tehnya belum aku minum.

PRIMA

Jadi, sinar yang keluar dari trisula ini...

Dedi terlalu syok melihat cangkir yang lenyap untuk mendengarkan. Ia memeriksa meja dengan seksama, memastikan ia tidak sedang dibodohi.

PRIMA

...sinar ungu akan mengurai molekul kuantum dari benda yang disasar, mengekstrak informasi, terus merekamnya.

(beat)

Ya, sederhananya, sinar ungu akan menghilangkan subjek. Ini fase pertama dari teleportasi. Namanya fase...

VERA (O.S.)

...ANNIHILATION.

VERA GUMILANG, 28 tahun dan saudari satu-satunya Prima, telah berdiri di ambang pintu bersama ZULVA, anak semata wayangnya. Senada dengan Prima, Vera juga jauh dari kesan mewah. Pakaiannya sederhana, namun memancarkan kesan kuat dan elegan.

ZULVA

Bang Prima!

Zulva saat ini duduk di bangku kelas dua SD. Ia memeluk Prima seketika. Seragam putih merah yang dikenakannya sedikit basah.

PRIMA

Kamu kok basah gini?

ZULVA

Payungnya ibu kekecilan.

PRIMA

Kalian jalan kaki? Mbak kenapa gak bilang? Kan bisa aku jemput naik mobil.

Vera sedang melipat payung yang kekecilan itu.

VERA

Itu mobil udah kayak punyamu sekarang ya? Halo Dedi, lama nggak ketemu.

Dedi meringis malu, merasa kikuk atas kecerobohannya tadi. Ia berbicara dengan SUARA KECIL, HAMPIR BERBISIK.

DEDI

(tergagap)

Cangkir... nanti... aku ganti, Mbak.

Vera duduk di kursi dan terdiam, tak mendengarnya. Dedi tersipu dan menutup kembali bibirnya rapat-rapat.

VERA

Zulva, kasih tahu Bang Prima dong, dapet ranking berapa.

Zulva mengangkat dua jarinya.

Dedi BERTEPUK TANGAN KERAS-KERAS. Prima tersenyum lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah TRISULA MAINAN yang mirip dengan alat yang sedang ia pegang. Ia menyerahkannya ke Zulva.

PRIMA

Hadiah buat anak pinter.

Vera menatap mainan baru Zulva seakan mengenalinya.

Prima dan Zulva berpose dengan menggenggam trisula masing-masing. Dedi mengeluarkan ponselnya kemudian memotret mereka.

VERA

Terus kalian ngapain ke sini?

Dedi dan Zulva sibuk memeriksa hasil pemotretan mereka. Prima yang menjawab.

PRIMA

Mbak, ada waktu buat ngobrol bentar?

Vera beranjak dari kursi, memperlihatkan BAGIAN PUNGGUNGNYA YANG BASAH....

VERA

Nggak ada.

...kemudian menghilang ke dalam salah satu kamar.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar