Temani Aku Menyeberang Jalan
6. Chapter 6

BEGIN FLASHBACK

I/E. SEKOLAH PRIMA - DAY

BEL BERBUNYI. Murid-murid berkemas, bersiap pulang. Prima (8), memanggul ransel, keluar dari kelas dengan sobat terdekatnya yang bawel, DEDI (8).

DEDI

Masak nggak ada acara apa-apa sih, Prim?

PRIMA

Nggak percayaan banget sih, nggak ada.

DEDI

Ih, aku kalau ulang tahun pasti dirayain loh.

PRIMA

Iya iya yang duitnya banyak.

DEDI

Coba bikin pesta deh, pasti seru deh. Atau setidaknya makan kue ulang tahun.

PRIMA

Aku nggak tahu mau ngundang siapa.

Mereka sampai di gerbang sekolah. Mobil sedan hitam berhenti di dekat mereka. Dedi masuk ke dalam mobil lalu membuka jendela mobilnya.

DEDI

Undang temen dekat rumahmu gitu. Besok aku bawain hadiah deh.

Prima meringis mendengar usul Dedi. Mereka berpisah. Vera (13), yang juga baru pulang sekolah, muncul di samping Prima.

VERA

Ayo.

EXT. JALAN RAYA - DAY

Keduanya bersepeda pulang. Vera yang mengayuh, bersimbah peluh. Prima di belakangnya, berpegangan erat.

EXT. RUMAH PRIMA - DAY

Sesampainya di rumah, Vera memarkirkan sepedanya.

PRIMA

Kapan-kapan aku aja yang bonceng Mbak.

Vera mendengus, terkekeh geli.

VERA

Mana kuat kamu bonceng Mbak.

Prima balik mendengus, tersinggung.

PRIMA

Lihat aja entar, kalau udah besar aku bakal jemput Mbak naik mobil kayak punya Dedi.

VERA

Iya iya. Dah sana ganti baju.

INT. RUMAH PRIMA - DAY

Prima melempar ranselnya ke lantai dan berlari ke kamarnya.

INT. RUMAH PRIMA, KAMAR PRIMA DAN VERA - DAY

Prima melempar tubuhnya ke kasur. Tengkurap. BUK. Ranselnya menimpa punggungnya. Dilempar oleh Vera yang kesal.

PRIMA

Aw!

VERA

Tas jangan ditaro sembarangan.

Prima membalikkan badannya, siap membalas perkataan kakaknya tapi Vera terlebih dulu melempar benda kedua. KOTAK YANG DILAPISI KERTAS KADO.

VERA

Happy birthday!

PRIMA

Hepi apa? Apaan nih?

Vera hanya tersenyum. Ia menunjuk kalender yang tergantung di kamar mereka. Ke tanggal 26 April.

VERA

(mengeja)

HE-PI-BERT-DEY! Artinya selamat ulang tahun.

PRIMA

Pasti kosong nih, gak ada isinya. Emang dapet duit dari mana bisa beliin hadiah?

VERA

(menjewer pelan)

Ada deh.

Vera tertegun. Ada luka memar di tengkuk Prima.

VERA

Udah, cepetan buka.

Prima merobek kertas kadonya. Matanya berbinar. Ia menjumpai benda yang tidak asing. KOTAK BERISI MAINAN TRISULA IMPIANNYA.

INT. RUMAH PRIMA - DAY

Televisi menyala dan sedang menayangkan program superhero favorit Prima.

Prima tidak sedang menyaksikannya. Tangannya menimang mainan trisula yang baru saja ia terima, sementara pandangannya terarah keluar rumah. Ia mengintip anak-anak yang sedang berlarian di depan rumahnya. Tidak ada Karin di antara mereka.

Prima berhenti mengintip dan lanjut menonton televisi. Superhero di dalamnya sedang mengangkat senjatanya ke udara. Prima mengikutinya. Mainannya ia angkat tinggi-tinggi bagai kesatria.

END OF FLASHBACK

EXT. JALAN RAYA - NIGHT

Trisula terombang-ambing di tangan Prima yang sedang berlari di sepanjang trotoar. Lalu-lintas di sekitarnya padat. Pandangannya fokus ke depan. Kemeja putih yang dikenakannya sudah lusuh sekali. Napasnya memburu.

Sebuah taksi melintas. Prima mengangkat tangannya untuk memberhentikan taksi itu.

INT. TAKSI - NIGHT

Di dalam taksi yang gelap, cahaya ungu dari Trisula tampak menyilaukan. Wajah Prima yang BERANTAKAN terlihat makin MENYERAMKAN saat tersorot cahaya Trisula.

Prima memindahkan saklar dan cahaya Trisula meredup.

INT. RUMAH PRIMA, KAMAR PRIMA - NIGHT

Zulva makan nasi kotak dengan lahap. Di depannya, Dedi sedang mencoba menelepon.

DEDI

Ke mana sih!? Di toko juga nggak ada.

Tidak diangkat, Dedi memutuskan panggilan. Terdengar DERIT PINTU. Dedi memeriksa keluar. Ibu Prima memasuki kamarnya dengan tertatih-tatih. Kepanikan melanda Dedi.

DEDI

Maaf, Tante, saya ijin masuk ke kamar Prima. Saya kira tadi dia di sini.

Ibu Prima menoleh ke arahnya dan mengangguk pelan.

IBU PRIMA

Prima belum pulang ya?

DEDI

Belum, Tante.

Ibu Prima mengangguk lagi kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam kamar. BLAM. Pintu kamar Ibu Prima ditutup.

Dedi menghembuskan napas lega.

ZULVA

Bang Dedi, aku udah selesai makan.

DEDI

Oh, oke. Masukin aja kotaknya ke kreseknya tadi.

ZULVA

Ngantuk. Ibu sama Abang Prima kok gak jemput-jemput aku sih?

DEDI

Zulva tidur di sini dulu aja. Ibu sama Abang Prima nanti ke sini kok kalau acaranya udah selesai. Bang Dedi bangunin nanti kalau mereka dateng.

Terkantuk-kantuk, Zulva beranjak ke kasur. Dedi menyiapkan bantal dan guling.

Selagi Zulva berbaring, Dedi melihat-lihat kamar Prima. Kamar ukuran pas-pasan yang hanya ideal dihuni satu orang dewasa. Di sudut kamar, terdapat spot khusus yang berisi rak yang memuat piala dan piagam penghargaan yang Prima raih selama kuliah.

Di rak itu juga ada foto-foto kenangan. Foto Prima saat kecil, remaja, hingga dewasa. Foto Prima dan ibunya terletak di pojok rak. Kecil, berdebu dan tak pernah tersentuh. Yang menarik perhatian Dedi adalah foto Prima bertiga dengan Vera dan Zulva. Ukurannya paling besar dan terletak di tengah. Sama sekali tidak berdebu. Dedi menatap Vera di foto itu. Tersenyum. Cantik. Bahagia.

Dedi mengusap layar ponselnya. Wallpaper ponselnya adalah foto dirinya dan Vera yang baru diambil di dalam mobilnya ketika menjemputnya untuk datang ke uji coba teleportasi.

Setelah itu, ia kembali mencoba menghubungi Prima. Panggilannya lama tak dijawab. Ia hampir menyerah ketika seseorang menjawab panggilannya.

Dedi langsung menyambarnya.

DEDI

Halo, Prim! Kamu di mana sih?

EXT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT

Lalu lintas tidak sepadat sebelumnya, hanya satu-dua kendaraan melintas. Taksi yang membawa Prima berlalu, meninggalkan Prima di depan toko.

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT

Di dalam toko terang. Prima menyalakan laptop. Ia merogoh ranselnya yang berada di bawah meja, mencari sesuatu. Buku tulisnya yang baru saja dikembalikan Vera.

Ia menarik keluar buku tersebut. Dengan cepat ia membalik halaman demi halaman. Membacanya sekilas satu per satu. Sampai di halaman yang kosong. Ia menulis di lembar itu. Menulis kemungkinan demi kemungkinan cara untuk mengembalikan saudarinya. Selesai menulis, ia menatap lembaran itu kemudian mulai mencoret-coretnya. Terus sampai tulisannya tak terbaca.

Di baris bawah setelah tulisan yang telah ia coret, ia mulai menggambar. Satu garis diikuti garis lainnya. Garis-garis sederhana, namun perlahan membentuk RUPA MANUSIA. Hanya saja, manusia yang ia gambar KEHILANGAN SEBELAH LENGAN DAN SEBELAH TUNGKAI KAKI.

Tiba-tiba satu halaman buku catatannya terjatuh. Prima memungutnya. Begitu membaca, langsung ia sadari itu bukan tulisannya.

Vera meninggalkan surat untuknya.

VERA (V.O.)

Untuk Prima...

EXT. PARKIRAN KAMPUS - NIGHT

Mobil sedan Dedi merangsek masuk dan berhenti.

INT. MOBIL DEDI - NIGHT

Dedi menghembuskan nafas. Gugup. DUK DUK. GEDORAN di jendela mobilnya mengejutkannya. Seseorang di luar. Ia menurunkan jendela.

MARKUS. Wajahnya penuh kepanikan.

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT

Surat Vera di atas meja laptop. Prima selesai membaca. Ia kini duduk di KEGELAPAN, hanya diterangi sinar dari layar laptop.

Ia mencoba tersenyum. Bibirnya bergetar, menukik membentuk lengkung.

GAGAL.

Tangisnya PECAH. HEBAT. SEJADI-JADINYA.

INT. KAMPUS, LOBI - NIGHT

Dedi dan Markus duduk berdampingan. Markus melamun. Dedi melirik ke ponsel Prima di tangan Markus.

DEDI

Jelasin sekarang.

Markus tersentak seakan baru menyadari keberadaan Dedi.

MARKUS

Kan udah aku jelasin di telepon.

DEDI

Jelasin? Kamu cuma teriak-teriak nggak jelas. Aku cukup yakin yang aku dengar bukan bahasa Indonesia.

MARKUS

Sori, aku suka nggak sadar pakai bahasa Batak.

Dedi memandanginya dengan pandangan “serius?”.

DEDI

Kamu ngarep aku paham? Sekarang jelasin pelan-pelan. Ada apaan? Terus kenapa HP-nya Prima ada di kamu? Dia ke mana?

Markus berdeham, mencari kata-kata.

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT

Prima beranjak ke dinding kaca dan menatap ke luar toko. Jalan raya tampak sepi tanpa kendaraan.

PRIMA POV:

Di seberang jalan, Vera (13) sedang menggandeng tangan Prima (8).

MATCH CUT TO:

BEGIN FLASHBACK

EXT. TROTOAR SEBERANG TOKO - DAY

Vera menggandeng tangan kanan Prima untuk bersiap menyeberang jalan. Tangan kiri Prima memegang erat mainan barunya. Jalan raya sesak oleh kendaraan lalu-lalang.

VERA

Kamu yakin mau bilang ke Ayah sama Ibu? Entar kamu dimarahi lagi loh.

PRIMA

Biarin. Pokoknya tahun ini aku mau makan kue.

Vera menggelengkan kepalanya. Prima melihat kesempatan menyeberang. Ia menarik tangan kakaknya dan mulai melangkah.

PRIMA

Ayo, Mbak.

VERA

Bentar, Prim... Kalau mau nyeberang jalan lihat kanan-kiri dulu.

(beat)

Terus yang penting nyeberang mulai dari kaki kanan dulu.

Prima menghentikan langkahnya. Keheranan.

PRIMA

Kaki kanan? Kenapa?

VERA

Kata orang-orang, biar selamat sampai seberang.

Prima berpikir sejenak.

PRIMA

Supaya nggak celaka kayak Taro?

VERA

Memang Taro nyeberangnya pake kaki apa?

PRIMA

Nggak tahu.

(mengangkat kedua tangannya)

Soalnya dia punya empat.

Vera tersenyum simpul lalu menggamit lengan Prima.

VERA

Yuk.

Mereka berdua menyeberang jalan menuju Toko Mainan Gumilang.

I/E. TOKO MAINAN GUMILANG - DAY

Prima dan Vera menjumpai tanda TUTUP di depan pintu toko. Mereka bingung dan memutuskan langsung masuk ke dalam.

Di dalam tidak tampak siapa pun. SUARA ORANG LAMAT-LAMAT TERDENGAR dari bagian belakang toko. Prima mencari asal suara dan menemui orang tuanya yang sedang berseteru.

IBU PRIMA

Uang sebanyak itu kok bisa-bisanya kamu pinjemin gitu aja?

AYAH PRIMA

Dia bilang itu untuk pengobatan istrinya.

IBU PRIMA

Terus uang untuk ISTRIMU sendiri mana? Anak-anakmu? Mikir dikit dong!

AYAH PRIMA

Aku yang salah karena bantu temen sendiri?

IBU PRIMA

Nggak usah sok-sokan bantu kalau kamu sendiri miskin! Terus biaya hidup bulan ini kamu mau bayar pakai apa?

Tidak ada balasan. Ayah Prima meninggalkan keributan itu. Ia keluar dari toko, berpapasan dengan Vera. Vera mencoba menghentikan ayahnya, namun gagal.

IBU PRIMA (O.S.)

Bakri!

Prima menghampiri ibunya yang masih tersengal-sengal.

PRIMA

Ibu, aku mau-

PLAK.

Ibu menampar keras Prima. Prima terjengkang.

VERA

Prima!

Vera menghampiri Prima yang jatuh terduduk. Ibu ikut menghampiri, namun dengan tangan yang siap melontarkan tamparan berikutnya.

VERA

Ibu! Stop!

END OF FLASHBACK

INT. KAMPUS, LOBI - NIGHT

Dedi dan Markus masih berbincang.

MARKUS

...aku takut banget, tapi aku khawatir sama Aska. Jadi aku sembunyi di toilet. Nggak lama, aku lihat Prima lari keluar kampus. Aku balik buat ngecek apa bener Aska...

(beat)

Dan yang kesisa di ruangan emang cuma HP ini. Mungkin jatuh waktu...

Markus tidak menyelesaikan kalimatnya, namun justru mengangkat tangannya dan memukul-mukulkannya ke udara, seperti berkelahi. Dedi masih berusaha mencerna cerita Markus.

MARKUS

Ada telepon dari kamu, terus aku angkat.

DEDI

Trisulanya dibawa Prima?

MARKUS

Iya.

Dedi berdiri dan menjulurkan tangannya.

DEDI

HP.

Markus menyerahkan ponsel Prima.

MARKUS

Kamu mau ke mana?

Dedi beranjak dan melangkah keluar kampus.

DEDI

Mungkin aku tahu dia di mana.

MARKUS

Terus aku harus gimana?

DEDI

Mendingan kamu pulang. Terus mandi. Aku harus nahan napas dari tadi.

Dedi terus melangkah, meninggalkan Markus yang sedang mengendus-endus bau tubuhnya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar