BEGIN FLASHBACK
I/E. SEKOLAH PRIMA - DAY
BEL BERBUNYI. Murid-murid berkemas, bersiap pulang. Prima (8), memanggul ransel, keluar dari kelas dengan sobat terdekatnya yang bawel, DEDI (8).
DEDI
Masak nggak ada acara apa-apa sih, Prim?
PRIMA
Nggak percayaan banget sih, nggak ada.
DEDI
Ih, aku kalau ulang tahun pasti dirayain loh.
PRIMA
Iya iya yang duitnya banyak.
DEDI
Coba bikin pesta deh, pasti seru deh. Atau setidaknya makan kue ulang tahun.
PRIMA
Aku nggak tahu mau ngundang siapa.
Mereka sampai di gerbang sekolah. Mobil sedan hitam berhenti di dekat mereka. Dedi masuk ke dalam mobil lalu membuka jendela mobilnya.
DEDI
Undang temen dekat rumahmu gitu. Besok aku bawain hadiah deh.
Prima meringis mendengar usul Dedi. Mereka berpisah. Vera (13), yang juga baru pulang sekolah, muncul di samping Prima.
VERA
Ayo.
EXT. JALAN RAYA - DAY
Keduanya bersepeda pulang. Vera yang mengayuh, bersimbah peluh. Prima di belakangnya, berpegangan erat.
EXT. RUMAH PRIMA - DAY
Sesampainya di rumah, Vera memarkirkan sepedanya.
PRIMA
Kapan-kapan aku aja yang bonceng Mbak.
Vera mendengus, terkekeh geli.
VERA
Mana kuat kamu bonceng Mbak.
Prima balik mendengus, tersinggung.
PRIMA
Lihat aja entar, kalau udah besar aku bakal jemput Mbak naik mobil kayak punya Dedi.
VERA
Iya iya. Dah sana ganti baju.
INT. RUMAH PRIMA - DAY
Prima melempar ranselnya ke lantai dan berlari ke kamarnya.
INT. RUMAH PRIMA, KAMAR PRIMA DAN VERA - DAY
Prima melempar tubuhnya ke kasur. Tengkurap. BUK. Ranselnya menimpa punggungnya. Dilempar oleh Vera yang kesal.
PRIMA
Aw!
VERA
Tas jangan ditaro sembarangan.
Prima membalikkan badannya, siap membalas perkataan kakaknya tapi Vera terlebih dulu melempar benda kedua. KOTAK YANG DILAPISI KERTAS KADO.
VERA
Happy birthday!
PRIMA
Hepi apa? Apaan nih?
Vera hanya tersenyum. Ia menunjuk kalender yang tergantung di kamar mereka. Ke tanggal 26 April.
VERA
(mengeja)
HE-PI-BERT-DEY! Artinya selamat ulang tahun.
PRIMA
Pasti kosong nih, gak ada isinya. Emang dapet duit dari mana bisa beliin hadiah?
VERA
(menjewer pelan)
Ada deh.
Vera tertegun. Ada luka memar di tengkuk Prima.
VERA
Udah, cepetan buka.
Prima merobek kertas kadonya. Matanya berbinar. Ia menjumpai benda yang tidak asing. KOTAK BERISI MAINAN TRISULA IMPIANNYA.
INT. RUMAH PRIMA - DAY
Televisi menyala dan sedang menayangkan program superhero favorit Prima.
Prima tidak sedang menyaksikannya. Tangannya menimang mainan trisula yang baru saja ia terima, sementara pandangannya terarah keluar rumah. Ia mengintip anak-anak yang sedang berlarian di depan rumahnya. Tidak ada Karin di antara mereka.
Prima berhenti mengintip dan lanjut menonton televisi. Superhero di dalamnya sedang mengangkat senjatanya ke udara. Prima mengikutinya. Mainannya ia angkat tinggi-tinggi bagai kesatria.
END OF FLASHBACK
EXT. JALAN RAYA - NIGHT
Trisula terombang-ambing di tangan Prima yang sedang berlari di sepanjang trotoar. Lalu-lintas di sekitarnya padat. Pandangannya fokus ke depan. Kemeja putih yang dikenakannya sudah lusuh sekali. Napasnya memburu.
Sebuah taksi melintas. Prima mengangkat tangannya untuk memberhentikan taksi itu.
INT. TAKSI - NIGHT
Di dalam taksi yang gelap, cahaya ungu dari Trisula tampak menyilaukan. Wajah Prima yang BERANTAKAN terlihat makin MENYERAMKAN saat tersorot cahaya Trisula.
Prima memindahkan saklar dan cahaya Trisula meredup.
INT. RUMAH PRIMA, KAMAR PRIMA - NIGHT
Zulva makan nasi kotak dengan lahap. Di depannya, Dedi sedang mencoba menelepon.
DEDI
Ke mana sih!? Di toko juga nggak ada.
Tidak diangkat, Dedi memutuskan panggilan. Terdengar DERIT PINTU. Dedi memeriksa keluar. Ibu Prima memasuki kamarnya dengan tertatih-tatih. Kepanikan melanda Dedi.
DEDI
Maaf, Tante, saya ijin masuk ke kamar Prima. Saya kira tadi dia di sini.
Ibu Prima menoleh ke arahnya dan mengangguk pelan.
IBU PRIMA
Prima belum pulang ya?
DEDI
Belum, Tante.
Ibu Prima mengangguk lagi kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam kamar. BLAM. Pintu kamar Ibu Prima ditutup.
Dedi menghembuskan napas lega.
ZULVA
Bang Dedi, aku udah selesai makan.
DEDI
Oh, oke. Masukin aja kotaknya ke kreseknya tadi.
ZULVA
Ngantuk. Ibu sama Abang Prima kok gak jemput-jemput aku sih?
DEDI
Zulva tidur di sini dulu aja. Ibu sama Abang Prima nanti ke sini kok kalau acaranya udah selesai. Bang Dedi bangunin nanti kalau mereka dateng.
Terkantuk-kantuk, Zulva beranjak ke kasur. Dedi menyiapkan bantal dan guling.
Selagi Zulva berbaring, Dedi melihat-lihat kamar Prima. Kamar ukuran pas-pasan yang hanya ideal dihuni satu orang dewasa. Di sudut kamar, terdapat spot khusus yang berisi rak yang memuat piala dan piagam penghargaan yang Prima raih selama kuliah.
Di rak itu juga ada foto-foto kenangan. Foto Prima saat kecil, remaja, hingga dewasa. Foto Prima dan ibunya terletak di pojok rak. Kecil, berdebu dan tak pernah tersentuh. Yang menarik perhatian Dedi adalah foto Prima bertiga dengan Vera dan Zulva. Ukurannya paling besar dan terletak di tengah. Sama sekali tidak berdebu. Dedi menatap Vera di foto itu. Tersenyum. Cantik. Bahagia.
Dedi mengusap layar ponselnya. Wallpaper ponselnya adalah foto dirinya dan Vera yang baru diambil di dalam mobilnya ketika menjemputnya untuk datang ke uji coba teleportasi.
Setelah itu, ia kembali mencoba menghubungi Prima. Panggilannya lama tak dijawab. Ia hampir menyerah ketika seseorang menjawab panggilannya.
Dedi langsung menyambarnya.
DEDI
Halo, Prim! Kamu di mana sih?
EXT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT
Lalu lintas tidak sepadat sebelumnya, hanya satu-dua kendaraan melintas. Taksi yang membawa Prima berlalu, meninggalkan Prima di depan toko.
INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT
Di dalam toko terang. Prima menyalakan laptop. Ia merogoh ranselnya yang berada di bawah meja, mencari sesuatu. Buku tulisnya yang baru saja dikembalikan Vera.
Ia menarik keluar buku tersebut. Dengan cepat ia membalik halaman demi halaman. Membacanya sekilas satu per satu. Sampai di halaman yang kosong. Ia menulis di lembar itu. Menulis kemungkinan demi kemungkinan cara untuk mengembalikan saudarinya. Selesai menulis, ia menatap lembaran itu kemudian mulai mencoret-coretnya. Terus sampai tulisannya tak terbaca.
Di baris bawah setelah tulisan yang telah ia coret, ia mulai menggambar. Satu garis diikuti garis lainnya. Garis-garis sederhana, namun perlahan membentuk RUPA MANUSIA. Hanya saja, manusia yang ia gambar KEHILANGAN SEBELAH LENGAN DAN SEBELAH TUNGKAI KAKI.
Tiba-tiba satu halaman buku catatannya terjatuh. Prima memungutnya. Begitu membaca, langsung ia sadari itu bukan tulisannya.
Vera meninggalkan surat untuknya.
VERA (V.O.)
Untuk Prima...
EXT. PARKIRAN KAMPUS - NIGHT
Mobil sedan Dedi merangsek masuk dan berhenti.
INT. MOBIL DEDI - NIGHT
Dedi menghembuskan nafas. Gugup. DUK DUK. GEDORAN di jendela mobilnya mengejutkannya. Seseorang di luar. Ia menurunkan jendela.
MARKUS. Wajahnya penuh kepanikan.
INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT
Surat Vera di atas meja laptop. Prima selesai membaca. Ia kini duduk di KEGELAPAN, hanya diterangi sinar dari layar laptop.
Ia mencoba tersenyum. Bibirnya bergetar, menukik membentuk lengkung.
GAGAL.
Tangisnya PECAH. HEBAT. SEJADI-JADINYA.
INT. KAMPUS, LOBI - NIGHT
Dedi dan Markus duduk berdampingan. Markus melamun. Dedi melirik ke ponsel Prima di tangan Markus.
DEDI
Jelasin sekarang.
Markus tersentak seakan baru menyadari keberadaan Dedi.
MARKUS
Kan udah aku jelasin di telepon.
DEDI
Jelasin? Kamu cuma teriak-teriak nggak jelas. Aku cukup yakin yang aku dengar bukan bahasa Indonesia.
MARKUS
Sori, aku suka nggak sadar pakai bahasa Batak.
Dedi memandanginya dengan pandangan “serius?”.
DEDI
Kamu ngarep aku paham? Sekarang jelasin pelan-pelan. Ada apaan? Terus kenapa HP-nya Prima ada di kamu? Dia ke mana?
Markus berdeham, mencari kata-kata.
INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT
Prima beranjak ke dinding kaca dan menatap ke luar toko. Jalan raya tampak sepi tanpa kendaraan.
PRIMA POV:
Di seberang jalan, Vera (13) sedang menggandeng tangan Prima (8).
MATCH CUT TO:
BEGIN FLASHBACK
EXT. TROTOAR SEBERANG TOKO - DAY
Vera menggandeng tangan kanan Prima untuk bersiap menyeberang jalan. Tangan kiri Prima memegang erat mainan barunya. Jalan raya sesak oleh kendaraan lalu-lalang.
VERA
Kamu yakin mau bilang ke Ayah sama Ibu? Entar kamu dimarahi lagi loh.
PRIMA
Biarin. Pokoknya tahun ini aku mau makan kue.
Vera menggelengkan kepalanya. Prima melihat kesempatan menyeberang. Ia menarik tangan kakaknya dan mulai melangkah.
PRIMA
Ayo, Mbak.
VERA
Bentar, Prim... Kalau mau nyeberang jalan lihat kanan-kiri dulu.
(beat)
Terus yang penting nyeberang mulai dari kaki kanan dulu.
Prima menghentikan langkahnya. Keheranan.
PRIMA
Kaki kanan? Kenapa?
VERA
Kata orang-orang, biar selamat sampai seberang.
Prima berpikir sejenak.
PRIMA
Supaya nggak celaka kayak Taro?
VERA
Memang Taro nyeberangnya pake kaki apa?
PRIMA
Nggak tahu.
(mengangkat kedua tangannya)
Soalnya dia punya empat.
Vera tersenyum simpul lalu menggamit lengan Prima.
VERA
Yuk.
Mereka berdua menyeberang jalan menuju Toko Mainan Gumilang.
I/E. TOKO MAINAN GUMILANG - DAY
Prima dan Vera menjumpai tanda TUTUP di depan pintu toko. Mereka bingung dan memutuskan langsung masuk ke dalam.
Di dalam tidak tampak siapa pun. SUARA ORANG LAMAT-LAMAT TERDENGAR dari bagian belakang toko. Prima mencari asal suara dan menemui orang tuanya yang sedang berseteru.
IBU PRIMA
Uang sebanyak itu kok bisa-bisanya kamu pinjemin gitu aja?
AYAH PRIMA
Dia bilang itu untuk pengobatan istrinya.
IBU PRIMA
Terus uang untuk ISTRIMU sendiri mana? Anak-anakmu? Mikir dikit dong!
AYAH PRIMA
Aku yang salah karena bantu temen sendiri?
IBU PRIMA
Nggak usah sok-sokan bantu kalau kamu sendiri miskin! Terus biaya hidup bulan ini kamu mau bayar pakai apa?
Tidak ada balasan. Ayah Prima meninggalkan keributan itu. Ia keluar dari toko, berpapasan dengan Vera. Vera mencoba menghentikan ayahnya, namun gagal.
IBU PRIMA (O.S.)
Bakri!
Prima menghampiri ibunya yang masih tersengal-sengal.
PRIMA
Ibu, aku mau-
PLAK.
Ibu menampar keras Prima. Prima terjengkang.
VERA
Prima!
Vera menghampiri Prima yang jatuh terduduk. Ibu ikut menghampiri, namun dengan tangan yang siap melontarkan tamparan berikutnya.
VERA
Ibu! Stop!
END OF FLASHBACK
INT. KAMPUS, LOBI - NIGHT
Dedi dan Markus masih berbincang.
MARKUS
...aku takut banget, tapi aku khawatir sama Aska. Jadi aku sembunyi di toilet. Nggak lama, aku lihat Prima lari keluar kampus. Aku balik buat ngecek apa bener Aska...
(beat)
Dan yang kesisa di ruangan emang cuma HP ini. Mungkin jatuh waktu...
Markus tidak menyelesaikan kalimatnya, namun justru mengangkat tangannya dan memukul-mukulkannya ke udara, seperti berkelahi. Dedi masih berusaha mencerna cerita Markus.
MARKUS
Ada telepon dari kamu, terus aku angkat.
DEDI
Trisulanya dibawa Prima?
MARKUS
Iya.
Dedi berdiri dan menjulurkan tangannya.
DEDI
HP.
Markus menyerahkan ponsel Prima.
MARKUS
Kamu mau ke mana?
Dedi beranjak dan melangkah keluar kampus.
DEDI
Mungkin aku tahu dia di mana.
MARKUS
Terus aku harus gimana?
DEDI
Mendingan kamu pulang. Terus mandi. Aku harus nahan napas dari tadi.
Dedi terus melangkah, meninggalkan Markus yang sedang mengendus-endus bau tubuhnya.