Temani Aku Menyeberang Jalan
4. Chapter 4

BEGIN FLASHBACK

EXT. JALAN GANG - DAY

Prima berlari mendekati gerombolan anak-anak yang sedang bermain. Karin, yang telah duluan bergabung, tersenyum ke arahnya.

Anak-anak berkumpul di pinggir jalan. Mereka sedang berhompimpa, menentukan siapa berperan sebagai apa.

ANAK-ANAK

(serentak)

Hom Pim Pa Alaium Gambreng!

Prima, yang tergabung dalam kerumunan, mengulurkan punggung tangannya. Hanya ia yang melakukan itu. Tanda ia harus menjadi “kucing”, anak yang bertugas mencari teman-temannya. Anak lainnya menertawakannya dan mulai bersiap-siap untuk berlari.

Prima memasang muka cemberut, namun pasrah. Ia mendekati tiang listrik di dekat sana dan menutup matanya dengan lengannya. Teman-temannya berlari mencari tempat sembunyi sementara Prima menghitung sampai sepuluh.

PRIMA

Sepuluh!

Prima membuka matanya dan mulai mencari. Ia menemukan Karin berdiri di ujung jalan tak jauh dari tempatnya berdiri.

Prima menghampirinya.

PRIMA

Karin, kena!

Prima berseru gembira, namun segera terdiam. Karin memang sedang tidak bersembunyi. Di depan Karin berdiri seorang perempuan yang jauh lebih tua dari mereka. IBU KARIN.

KARIN

Maaf, Prim. Aku harus pulang duluan.

Ibu Karin menggandeng lengan Karin dan membawanya menjauh. Prima menatapnya tanpa bisa berkata apa-apa. Ia menengok kembali ke arah tiang listrik tempatnya bermain. Seluruh teman-temannya yang lain telah keluar dari persembunyian dan berkumpul di sana.

Prima kalah. Ia cemberut lagi. Bukan karena kalah. Ia menengok kembali ke arah Karin, namun Karin dan ibunya sudah tak terlihat.

Prima berjalan kembali ke arah teman-temannya yang bersuka cita. Ia harus menjadi kucing untuk kedua kali.

EXT. TOKO KELONTONG - DAY

Prima dan Karin berdiri di depan etalase toko. Mereka membeli beberapa cemilan dan minuman kemasan. Prima mengambil sebungkus snack dan susu kotak. Karin memilih sekotak biskuit dan teh kotak.

Mereka berdua duduk di emperan toko dan menikmati cemilan yang baru mereka beli.

MEONG.

Seekor kucing liar mendekati mereka. Prima mengeluarkan sebuah bungkusan dari sakunya. Ia menyobeknya dan membiarkan kucing itu melahap isinya.

Karin heran dibuatnya.

PRIMA

Aku beliin khusus buat Taro. Dia nggak suka makan ini soalnya.

Prima menunjuk cemilan yang dipegangnya. Ia lanjut melahapnya.

PRIMA

Padahal enak.

KARIN

Kamu pakai uang siapa? Nggak takut dimarahin?

PRIMA

Pakai... uang jajanku sendiri kok.

Prima sibuk mengunyah, namun pandangannya berubah. Ada yang lain dari sorot matanya. Kekhawatiran. Juga sedikit ketakutan.

KARIN

Maaf Prim, kamu pasti dimarahin abis-abisan ya kemarin gara-gara aku.

PRIMA

Udah biasa.

Karin menatap Prima dengan rasa kasihan.

KARIN

Prim, aku besok pindah.

Prima menghentikan kunyahannya. Bibirnya dipenuhi serbuk-serbuk dari cemilan yang ia makan.

PRIMA

Pindah?

KARIN

Iya, pindah rumah.

Prima melanjutkan konsumsi cemilannya, meskipun dengan gerakan yang lebih lambat. Fokusnya bergeser untuk mendengarkan Karin.

KARIN

Bapakku pindah tempat kerja. Dia dipindah ke... mana ya.

(beat)

Ah, Sulawesi! Kamu pernah ke sana?

Prima menggeleng sembari terus mengunyah.

KARIN

Aku malah baru denger. Di mana ya itu, apa deket atau jauh? Ibu sama aku jadinya harus ikut.

PRIMA

Berapa lama? Sehari? Seminggu?

Karin tersenyum sedih.

KARIN

Nggak tahu. Mungkin aku nggak bakal balik lagi ke sini.

Prima tidak bersuara lagi. Mulutnya terus mengunyah. Namun, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. SUARA ISAKAN mulai terdengar tiap ia mengambil napas.

KARIN

Kamu janji buat nggak gampang nangis loh, Primo.

Prima menahan tangisnya dengan terus mengunyah.

KRAUS KRAUS.

Di tengah tangisnya, ia menyadari bungkusan makanan untuk Taro telah kosong. Taro sendiri telah berkelana entah ke mana.

KRAUS KRAUS.

Tiba-tiba, Prima mendengar teriakan Karin.

KARIN (O.S.)

Taro!

Prima akhirnya melihat Taro.

KRAUS KRAUS. BRAK!

Taro telah selesai menyantap makan siangnya dan tengah berlari menyeberang jalan ketika sebuah motor yang melaju kencang menabraknya.

Prima melempar cemilannya dan bergegas berlari ke arah Taro.

Ia mengamati tubuh Taro yang tak berdarah tapi juga tak bergerak. Napas Taro lemah. Terdengar SUARA DENGKURAN pelan dari bibirnya.

Prima melihat pengemudi motor yang tetap melaju meninggalkan mereka dengan acuh tak acuh.

PRIMA

Gimana nih, Rin? Taro nggak gerak.

Prima menengok, mengharap bantuan dari Karin. Namun, Karin tidak ada di dekatnya. Karin masih di seberang jalan. Sebuah motor terparkir di dekatnya.

Ibu Karin berada di atas motor, menyuruhnya naik ke atas motor. Karin menunjukkan gestur menolak. Berdebat beberapa saat, ia akhirnya menyerah. Karin duduk di belakang ibunya.

Motor itu beranjak pergi. Prima menatapnya menjauh seraya mengelus-elus tubuh tak berdaya Taro.

Karin MENGUSAP MATANYA lalu melambaikan tangannya ke arah Prima. Wajahnya meminta maaf. Prima balik menatapnya tanpa membalas lambaian tangannya. Tangan Prima terasa berat, terpaku di tubuh Taro. Wajah Prima sendu. Air matanya yang mengering tergantikan dengan air mata lain. Namun, tangannya dengan cepat MENGHAPUS AIR MATA DI WAJAHNYA.

Karin melihat itu dan tersenyum. Ia menurunkan tangannya kemudian berpegangan di tubuh ibunya. Prima menyaksikan motor yang membawa Karin hilang ditelan arus lalu lintas. Pergi dari hidupnya. Mungkin untuk selamanya.

END OF FLASHBACK

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - DAY

Ruangan yang semula disesaki hadirin tinggal menyisakan Prima dan rekan-rekannya. Dan Dedi yang menunggu dengan cemas.

PRIMA

Apa, kenapa, di mana bagian yang salah?

Prima dan Markus sedang memasang kembali bagian-bagian Trisula yang sebelumnya dibongkar.

MARKUS

Tenang dulu, Prim.

Aska dan Juni memeriksa data rekaman percobaan yang tersimpan di hard drive. Layar laptop menampilkan tabel untuk masing-masing tahap percobaan.

Layar menunjukkan tabel fase pertama dipenuhi data dengan status SUCCESS. Sedangkan tabel fase kedua dan ketiga dipenuhi status FAILED. Terutama pada data molekul organik atau molekul yang berasal dari Vera. 

ASKA

Masalahnya... kita gagal menstabilkan molekul tubuh Mbak Vera.

JUNI

Jadinya cuma pakaian Mbak Vera yang kembali.

PRIMA

Gimana... aku kira masalah itu udah selesai di percobaan sebelumnya.

Aska dan Juni bertukar pandang.

Dedi memanggil dari jauh.

DEDI

Prim, udah waktunya jemput Zulva. Aku pamit dulu.

PRIMA

Tunggu, Ded. Biar aku ikut.

DEDI

Buat apa, kamu di sini aja. Selesaiin masalahnya.

PRIMA

Ya, tapi aku yang harus bilang ke Zulva...

(beat)

Soal ibunya.

DEDI

Aku bisa kok, Prim.

Prima tidak mendengarkan.

PRIMA

(ke Aska, Markus, dan Juni)

Tolong ya.

(ke Dedi)

Ayo, Ded.

Dedi pasrah membuntuti Prima yang mendahuluinya keluar. Aska dan Juni masih diam menatap layar komputer. Markus mendekati mereka sambil menenteng Trisula yang sudah utuh lagi.

MARKUS

Kalian nggak bilang ke dia?

EXT. SEKOLAH ZULVA - DAY

Zulva duduk di bangku, menunggu. Di sekitarnya, murid-murid lain bergantian dijemput. Ia tiba-tiba berdiri, merasa melihat wajah familiar di antara kerumunan. Wajah Prima yang basah diguyur hujan di luar gerbang sekolah.

INT. MOBIL DEDI - DAY

Prima lunglai. Pakaian Vera tergeletak di pangkuannya. Zulva duduk di belakang, bermain ponsel Prima.

Radio di mobil Dedi sedang menyiarkan berita siang.

PENYIAR (ON RADIO)

...eksperimen teleportasi yang dilaksanakan di sebuah bangunan tua di bilangan Surabaya Utara berakhir dengan-

Dedi mematikan radio seketika. Ia melirik Prima dengan cemas, kemudian menengok ke belakang. Zulva bergeming, fokus ke ponsel.

DEDI

Prim...

Jeda. Dedi menanti respons.

DEDI

Prim, aku gak tahu kita harus ke mana.

PRIMA

Rumah.

DEDI

Rumahmu?

PRIMA

Rumahku.

EXT. RUMAH PRIMA - DAY

Prima dan Zulva turun dari mobil. Dedi memanggil dari dalam mobil.

DEDI

Sori, Prim. Aku harus balik dulu, mamaku udah nelpon dari tadi. Aku harus nganter dia ke bandara.

PRIMA

Nggak papa, Ded. Aku bisa balik ke toko sendiri. Thank you.

Mobil Dedi bergerak pergi.

Pom sedang berjalan-jalan di halaman depan. Prima tidak memedulikannya. Ia langsung membawa Zulva ke dalam...

INT. RUMAH PRIMA, KAMAR PRIMA - DAY

...ke kamarnya.

Prima mewanti-wanti.

PRIMA

Zulva, tunggu di sini aja ya.

ZULVA

Ibu mana, Bang?

PRIMA

Ibu... hilang.

Prima menelan ludahnya dan buru-buru mengoreksi pernyataannya.

PRIMA

Dompet Ibu hilang. Jadi Ibu belum bisa pulang. Ini Bang Prima mau pergi lagi buat bantuin Ibu nyari. Zulva di sini aja, nggak usah ke mana-mana.

Prima pergi terburu-buru, mengambil payung, dan meninggalkan pintu kamar terbuka. Tak lama, Ibu Prima melewati kamar Prima. Ia berhenti di depan kamar, memandangi Zulva yang menatap balik. Tidak ada kata yang terucap.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar