Temani Aku Menyeberang Jalan
2. Chapter 2

INT. MOBIL DEDI - NIGHT

Prima dan Dedi dalam perjalanan pulang. Alat teleportassi aman dalam dekapan Prima.

DEDI

Bentar, kamu rencananya mau nguji alat teleport-apalahmu itu ke manusia? Dan yang jadi kelinci percobaannya KAKAKMU SENDIRI?

PRIMA

Ya.

Dedi memprotesnya.

DEDI

Udah gila... Kamu yakin alatmu aman?

PRIMA

Kan aku bilang semuanya udah siap. Lagian... Mbak Vera sendiri yang mau. Aku udah berkali-kali bilang jangan, tapi dia tetep maksa. Lihat sendiri tadi kan?

Mendengar itu, Dedi menahan protesnya lebih lanjut.

DEDI

Ngomong-ngomong, mainanmu itu harus dikasih nama deh, Prim. Aku udah mikirin beberapa.

PRIMA

Bukan mainan...

DEDI

Senjata Pemindah Barang Serba Guna.

PRIMA

Bukan alat Doraemon...

Semangat Dedi tidak surut.

DEDI

Hmm.. Trilogi? Trigonometri? Tri... Tri... Trimurti?

PRIMA

Bukan istrinya Sayuti Melik. Udah udah. Eh, berhenti di sini.

EXT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT

Mobil Dedi menepi di depan toko yang temaram. Tidak ada tanda-tanda orang lain di sana.

Mereka keluar dari mobil. Di hadapan mereka berdiri toko mainan tua. Kondisi luarnya memprihatinkan. Kelihatan sekali bangunan ini sudah lama tidak dihuni.

Prima membuka rolling door dan membuka kunci pintu. Ia lalu membuka pintu toko...

MATCH CUT TO:

BEGIN FLASHBACK

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - DAY

PRIMA dalam wujudnya yang masih berumur 7 tahun, membuka pintu toko. Ia sedikit pemalu, namun tak kuasa menahan semringahnya melihat deretan mainan sejauh mata memandang.

Interior toko didominasi warna ungu terang. Figurin, boneka, lego, mobil-mobilan, yoyo, dan mainan lain berjejer rapi.

Ia berjalan di antara rak-rak yang menjulang, melihat-lihat mainan. Langkahnya pasti menuju satu rak di ujung ruangan. Ia berhenti di depan rak berisi MAINAN BERBENTUK TRISULA. Ia mengangkat salah satu kotak mainan.

AYAH DAN IBU PRIMA, pemilik toko mainan tersebut, berada tidak jauh dari situ, sedang melayani pembeli. Mereka masih cukup muda, pertengahan 30-an tahun, namun dengan raut muka kelelahan yang membuat mereka tampak jauh lebih tua. 

Prima menghampiri ayahnya.

PRIMA

Yah, lihat deh.

Ayah Prima tidak menggubrisnya, sibuk menjelaskan suatu mainan kepada seorang remaja. Prima merengut.

Giliran ibunya yang ia dekati.

PRIMA

Bu...

Ibu Prima, sedang bertransaksi di balik konter kasir, seolah tidak mendengar. Frustrasi, Prima berlari ke balik meja kasir dengan mainan trisula di tangannya.

PRIMA

Ibu, aku pingin main ini.

Tetap tidak ada respons.

Prima merenggut celana ibunya, memaksa ibunya untuk melihatnya.

PRIMA

Bu!

Semua orang menoleh ke arah Prima. Ayah Prima mencoba menarik kembali perhatian para pembeli. Ibu Prima menarik tangan Prima dari celananya lalu menyeretnya ke arah pintu belakang toko.

IBU PRIMA 

Udah dibilangin jangan ganggu Ibu sama Ayah kalau lagi kerja!

PRIMA

Aku cuma...

IBU

Udah sana pulang!

Ibu membuka pintu belakang toko dan menyeret Prima keluar.

EXT. HALAMAN BELAKANG TOKO - DAY

Prima merengek-rengek tidak terima. VERA, 13 tahun, berlari mendekat.

VERA

Kenapa, Bu?

IBU

Bawa pulang adekmu, Ver!

Vera kebingungan namun tetap menuruti perintah ibunya. Ibu merampas mainan yang masih dipegang Prima.

Vera menatap ibunya yang membawa mainan itu kembali ke dalam toko kemudian merangkul adiknya pulang.

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - DAY

Ibu mengembalikan mainan tersebut ke raknya.

END OF FLASHBACK

BACK TO:

INT. TOKO MAINAN GUMILANG - NIGHT

Toko yang dulunya semarak dengan mainan warna-warni kini gelap seperti tempat hantu dapat muncul sewaktu-waktu.

Prima menyalakan lampu.

PRIMA

Rencananya di sini aku sama temen-temen bakal demonstrasiin alat ini.

Keadaan di dalam tidak separah di luar. Debu-debu sudah dibersihkan. Dedi memunggungi Prima, melihat-lihat rak-rak bekas menjajakan mainan yang kini kosong dan telah dipinggirkan ke sudut ruangan, menyisakan ruang yang lapang di tengah.

Di dekat rak-rak itu, berdiri sebuah papan yang menjadi tempat Prima dan teman-temannya mencatat kemajuan penelitian. Terdapat timeline jadwal penelitian, desain alat teleportasi, catatan-catatan kecil, serta FOTO-FOTO DOKUMENTASI PRIMA BESERTA DUA ORANG LELAKI DAN SEORANG PEREMPUAN. Di tengah papan, tertulis: HUMAN TRIAL, READY!

Dedi memerhatikan itu semua dengan saksama.

DEDI

Kenapa di sini?

Prima tidak langsung menjawab.

ZING ZING ZING.

Terdengar BUNYI MENDESING dari belakang Dedi disertai CAHAYA HIJAU. Tak lama, Prima berjalan ke arah Dedi dengan CANGKIR TEH yang belum sempat diminum Dedi sebelumnya.

Di belakangnya, trisula yang dibawa Prima telah tergeletak di meja yang sebelumnya menjadi konter kasir. Trisula itu BERSINAR HIJAU. Di sebelah trisula, terdapat laptop yang tengah menyala.

PRIMA

Kita butuh ruangan yang cukup besar. Kebetulan di sini nggak ada yang nempatin. Masih mau minum?

Dedi melongo.

DEDI

Nggak, makasih.

INT. RUMAH PRIMA - NIGHT

Prima baru pulang. Suasana rumah LENGANG. Ia menutup pintu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Saat mau masuk ke kamar, Prima menyadari seseorang sedang berada di ruang makan. Ibunya yang sedang mengelus-elus kucing Prima, POM.

Pom meloncat dari pangkuan Ibu Prima begitu tahu Prima telah pulang. Ia berlari ke arah Prima.

IBU PRIMA

Malam sekali pulangnya, Prim.

Prima menggendong Pom lalu masuk ke dalam kamarnya tanpa berkata apa-apa, seakan-akan tidak ada orang lain di sana.

Ibu Prima mengambil segelas air kemudian meneguknya, pun tanpa bersuara.

EXT. MAKAM SUAMI VERA - THE NEXT DAY

Vera, Zulva, dan Prima berdiri mengitari makam. Di nisan tertulis:

I. KRISNA

LAHIR: 19-9-1990.

WAFAT: 20-3-2030.

Vera menuangkan air dari botol plastik ke makam yang kering.

PRIMA

Udah sebulan ya?

Vera mengangguk kecil.

Zulva menaburkan bunga melati. Prima berjongkok dan membantunya menabur.

SUPER: 20 April.

INT. WARUNG MAKAN - DAY

Vera, Zulva, dan Prima makan siang selepas berziarah. Zulva sibuk bermain ponsel, membiarkan makanannya tak tersentuh.

VERA

Ibu sehat?

Prima merampas ponsel dari Zulva dan menyorongkan piringnya.

PRIMA

Nggak tau.

Zulva mulai makan, sesuap demi sesuap.

VERA

Maksudnya?

PRIMA

Ya nggak tau.

Prima menyedot susu coklatnya yang nyaris habis.

PRIMA

Nggak peduli.

VERA

Udah waktunya kamu lebih merhatiin dia, Prim. Dia ga punya siapa-siapa lagi selain kamu.

(beat)

Gimana pun, Ibu udah besarin kamu dan Mbak sendirian.

PRIMA

Nggak ada siapa-siapa soalnya Mbak nggak mau balik ke rumah.

VERA

Mbak kan... harus ngejagain rumahnya Mas Krisna.

Prima menangkap sebersit keraguan dari jawaban Vera namun memilih mengabaikannya.

PRIMA

Lagian Mbak Vera yang besarin aku, bukan Ibu. Yang kerja setelah Ayah pergi juga Mbak. Ikut ngebiayain sekolahku sampai Mbak sendiri gak sekolah.

Vera tidak membalas. Emosi Prima meluap. SENYUM TIPIS MEREKAH DI BIBIRNYA.

VERA

Biar di rumah nggak sepi, kamu nggak ada rencana nikah?

Prima tersentak.

PRIMA

Hah? Kok tiba-tiba nanya gitu?

VERA

Mbak nggak pernah lihat kamu punya temen deket cewek gitu.

(beat)

Kecuali Karin dulu.

Prima termenung. Pikirannya sedang kembali ke masa lalu.

Zulva memperhatikan Prima yang terdistraksi dan mencoba meraih ponsel yang tergeletak, namun tangannya segera ditepuk oleh Prima yang menyadari ulahnya. Prima mengambil sendok dan mencoba menyuap paksa keponakannya.

PRIMA

Buka! Zulva, buka mulutnya!

ZULVA

(menggeleng)

Kembaliin dulu HP-nya!

Prima dan Zulva bergulat memperebutkan ponsel. Vera memperhatikan dengan senyuman. Senyuman sedih.

BEGIN FLASHBACK

INT. RUMAH PRIMA - DAY

Prima (7) duduk di lantai beralas tikar. Ia berada di hadapan televisi yang sedang menayangkan acara pahlawan super.

CLOSE ON: TELEVISI - Seorang pahlawan super berjibaku melawan monster. Ia mengalahkannya dengan senjata yang berbentuk persis dengan mainan yang diinginkan Prima.

Prima mengepalkan tangannya ke udara, bersorak untuk pahlawannya. Di tengah keasyikannya, terdengar suara dari luar rumah. Seorang anak perempuan memanggil namanya.

ANAK PEREMPUAN

Prima!

Prima segera bangkit dan mendatangi asal suara. Ia membuka pintu rumah...

EXT. RUMAH PRIMA - DAY

...dan menemukan seorang anak perempuan BERAMBUT PENDEK seumurannya, tomboy, dengan wajah bosan, berdiri di teras rumahnya. Ia KARINA, panggilannya KARIN. Karin menunjuk anak-anak yang bergerombol di pinggir jalan di depan rumah Prima.

KARIN

Ayo main Prim. Anak-anak udah ngumpul tuh!

Prima melirik anak-anak itu dengan keragu-raguan.

KARIN

Primo... Kamu udah janji loh.

Akhirnya, ia mengangguk dan mengikuti Karin yang telah terlebih dulu berlari menuju teman-temannya.

INT. RUMAH PRIMA - DAY

Televisi masih terus menyala sebelum seseorang mematikannya dengan menekan tombol ON/OFF.

EXT. JALAN GANG - DAY

Prima berjalan gontai di belakang Karin. Anak-anak yang sedang berisik mengobrol terdiam ketika Karin tiba.

KARIN

Yok, mulai main.

Seseorang mencemooh.

ANAK 1

Nanti kalau kalah nangis lagi dia.

KARIN

Berisik.

Karin berbicara dengan nada datar tapi tegas. Tidak ada yang berani membantah Karin. Semua anak tunduk padanya. Sangat jelas siapa yang berkuasa.

Karin berpaling ke Prima.

KARIN

Nggak usah didengerin.

Karin menarik tangan Prima.

KARIN

Ayo hompimpah!

END OF FLASHBACK

INT. RUMAH VERA, KAMAR VERA - DAY

Zulva tertidur masih dengan pakaian ziarahnya. Vera menyelimutinya hingga setengah badan.

Vera membuka lemari di sebelah kasur dan mengambil sebuah buku catatan.

INT. RUMAH VERA, RUANG TAMU - DAY

Prima duduk terpekur, tangannya menopang dagu. BUK. Vera menimpuknya dengan buku catatan, membuyarkan lamunannya.

PRIMA

Apa nih?

Vera duduk di seberang Prima.

VERA

Buku sendiri masak gak tau.

PRIMA

Iya. Nggak. Maksudku kenapa ini di sini? Kan emang buat Mbak baca.

VERA

Udah. Udah ngerti semuanya soal teleportasi itu.

PRIMA

Tetep gak berubah pikiran?

VERA

Kenapa sih, Prim? Kamu cerita soal ini ke Mbak berulang-ulang, hampir tiap hari. Biarin Mbak jadi orang pertama yang ngerasain karya kamu dong.

PRIMA

Ya, tapi ini berisiko banget. Biarin orang lain aja yang ngelakuin.

VERA

Orang lain itu kamu kan? Nggak, kamu nggak boleh jadi manusia pertama yang berteleportasi.

Vera mengatakannya dengan senyum jahil.

PRIMA

Bukan itu masalahnya...

Wajah Prima memelas, namun Vera membalas dengan sorot mata tajam, tidak mau kalah. Prima menghela napas, tahu pendirian Vera tidak akan goyah.

Prima melihat sekelilingnya.

PRIMA

Barang-barang kok perasaan banyak yang hilang, Mbak. Pada ke mana?

VERA

Oh... Beberapa Mbak jual untuk biaya berobatnya Mas Krisna dulu. Beberapa Mbak jual setelah Mas Krisna nggak ada.

PRIMA

Tapi nggak ada masalah kan, Mbak? Pasti berat ya nggak ada Mas Krisna.

VERA

Nggak masalah. Toh sejak Mas Krisna sakit, Mbak emang udah jadi single parent. Harus kerja, ngurus rumah, ngurus Zulva.

(beat)

Kamu nggak perlu khawatir.

Prima khawatir. Namun, Vera tersenyum lagi, menenangkannya.

PRIMA

Mbak, kalau ada apa-apa bilang aku ya. Kalau urusan ini beres, aku udah nggak sibuk lagi kok.

Vera gelisah. Jemarinya meremas ujung bajunya, kebiasaannya ketika pikirannya berkecamuk.

VERA

Iya. Kamu tenang aja...

TOK TOK TOK. Suara ketukan di pintu depan menginterupsi perbincangan mereka.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar