A Bittersweet Reminder

1918. Pada sebuah pertempuran di laut tak bernama, seorang tentara terombang-ambing setelah kapalnya tiada. Susah payah ia meraih puing-puing dan bertahan pada sebuah papan yang cukup besar. Ia menatap langit yang dipenuhi asap mesiu. Seluruh tubuhnya terasa nyeri. Darah mengalir. Ia tahu luka-lukanya tak mengijinkannya untuk bertahan. Maka dengan perasaan putus asa yang temaram, ia menyobek bajunya, membalik sisi dalam, lalu menulis sebuah pesan dengan segumpal lilin hitam:

“Pada siapapun yang membaca ini. Jangan biarkan hidupmu dimanfaatkan oleh sekelompok manusia. Aku sudah merasakannya. Bertempur entah untuk siapa, hingga aku sadar baik kalah atau menang, aku tak mendapat apa-apa....”

Kemudian ia meraih sebuah botol angur yang mengambang di dekatnya. Memasukkan kain itu, menyumbat botol dengan gabus. Lalu seiring ia tenggelam dalam kematian, botol tersebut melayang-layang bebas di lautan.

Botol itu terombang ambing seratus tahun lamanya. Hingga akhirnya tiba di sebuah pantai yang ramai.

Tanpa ada yang peduli, sebuah tangan mengambil botol itu, membawanya ke tengah kota, membuka sumbatnya, menuangkan bensin, membakar sobekan baju berisi pesan tadi, lalu melemparkan botol itu ke arah sekelompok Polisi sambil mengumpat:

“Demokrasi hanyalah kotoran babi!”

 

8 disukai 1 komentar 6.6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
selalu istimewa karya Kang Hendra Purnama ..
Saran Flash Fiction