Pernikahan Beda Agama

Aku sudah pernah diperingatkan, bahwa tidak mudah mempertahankan pernikahan ini. Setelah kupikir ulang semuanya, mereka tidak semuanya keliru. Aku memang tidak semestinya mempersulit yang mudah, apalagi membenarkan yang salah. 

Aku bukan seorang yang bisa membuat pertunjukan bagaimana memenangkan sebuah hati yang sama-sama terluka. Pernikahan beda agama ini melibatkan lebih banyak perseteruan prinsip pribadi daripada kultur keyakinan. Aku adalah seseorang yang suaranya jarang didengar dalam keluarga, sedang Kristian dipupuk dengan kepercayaan diri yang tinggi dan segala kemanjaan oleh kedua orangtuanya. Sehingga dalam satu dan banyak hal, kekuatan dan kelemahan kami sama, tetapi dalam menyikapinya, kami sangat berbeda. 

Aku cenderung menjadi orang yang lemah lembut dalam menyikapi semua masalah, tetapi selalu mengalah. Sementara Kristian menjadi seorang yang terkadang lemah, terkadang lembut, tetapi selalu mencoba untuk menang. Sepertinya, tidak jauh dari kodrat seorang lelaki dan perempuan. 

Walau pun berkali-kali Kristian meyakinkanku, “Fitri … Aku ingin kamu memenangkan semua pertarungan, aku ditakdirkan berada di sampingmu untuk membahagiakanmu.” Tapi aku tidak pernah benar-benar meyakininya. Sedikit saja perselisihan yang terjadi akan membuatku murung. Hari-hari yang kurang cerah bisa menghilangkan keceriaanku. Aku tampak seperti wanita tua yang tertekan, dan aku mengalami depresi berkelanjutan. Beberapa kali kami melalui konseling pernikahan. 

Perceraian tetap tak terelakkan. Pernikahan kami hanya mampu bertahan selama tujuh tahun. Aku kalah dalam mempertahankan perwalian Dara putri kami sebab aku tidak memiliki kekuatan finansial, hidupku bergantung pada tunjangan janda. Tapi, aku tidak berani pulang ke rumah orangtuaku. Semua teman-temanku tak ada yang tahu tentang status baruku.

Demi Dara pembawa kedamaian di hidup kami, kami sepakat untuk membagi rumah yang besar itu menjadi dua. Dara dan Papanya meninggali lantai dasar dengan dua kamar tidur. Sedangkan aku mendapat lantai dua yang tadinya kami sewakan kepada anak-anak mahasiswa. Lantaiku juga memiliki dapur dan kamar mandi sendiri. Selain itu, aku juga memiliki kunci untuk masuk ke lantai dasar agar aku bisa membersihkan rumah sebagai upaya dalam ikut merawat Dara setiap hari. Ritual ini tak terasa kujalani selama sembilan tahun sejak perceraian hingga Dara menjadi puber dan bisa mengurus diri sendiri.

Hari ini aku menghadap Kristian untuk membahas semuanya. Aku dijemput oleh Muhammad, kekasih lamaku yang setia. Kristian menyerahkan semua keputusan padaku dengan alasan Dara akan selalu berdamai dengan jalan kedua orangtuanya, dan menemukan kebahagiaannya.

5 disukai 3.2K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction