Hujan

Motor ku melaju menembus gerimis hujan malam ini. Di dalam bagasi motor ku ada sebungkus cokelat yang rencananya hendak ku berikan pada Mawar. Tidak ada momen penting, hari ini hanya malam minggu seperti biasanya. Cokelat itu inisiatif ku sebagai kejutan untuk menghangatkan kembali hubungan kami yang belakangan ini dingin. Tidak, kami tidak pernah bertengkar, Hanya sedang dingin. Normal saja seperti kopi susu yang awalnya disuguhkan panas panas namun akhirnya akan mendingin seiring waktu. Gerimis yang sedari sore membuat jalanan lebih sepi. Aku kini melewati jalan gelap padahal biasanya sepanjang jalanan ini selalu diterangi lampu abang abang yang jualan.

Wusshh.

Sesuatu berwarna putih muncul sekelebat di depan ku. Aku kaget dan motorku menjadi oleng. Untung saja aku tidak jatuh. Sontak laju motor ku percepat ke rumah Mawar.

Aku kini mau berbelok di pertigaan gang rumah Mawar. Aku melihat Mawar sudah ada di depan rumah. Ia tersenyum dan melambai ke arah mobil yang sudah siap pergi. Mobil itu lalu pergi dan melewati ku yang terpaku melihat pemandangan itu. Aku mengenal jelas plat mobil nya. Mawar mau menutup pagar rumahnya dan ia tak sengaja melihat kearah ku. Ia kaget. Motor ku mendatanginya yang sedang mematung.

"Eh kamu. Eh Iya Ini, Anu, ki...kita mau pergi kan? Aku ambil tas dulu kedalam." Mulut nya terbata bata dan masuk kedalam.Tak lama kemudian Mawar keluar tapi tidak membawa tas seperti yang ia bilang. Hanya berganti baju saja.

Aku menyalakan motor dan kami pun pergi.

"Kita mau kemana?" Tanya Mawar. Mulut ku terkatup rapat dan tak mampu meresponnya. Aku hanya diam. Mawar sepertinya mengerti alasan ku diam. Kami berdua menjadi diam sepanjang jalan.

Hujan semakin deras.

Aku memutuskan berteduh sebentar di halte depan. kami kebetulan melewati jalanan kampus ku dulu. Aku melihat pak Bejo, satpam kampus ku dulu ternyata juga berteduh disitu. Aku menyapa nya. Tetapi pak Bejo hanya diam melihat kearah jalan.

Fokus ku teralihkan oleh Mawar yang marah marah karena sekujur badannya basah kuyup dan rambutnya menjadi lepek. Ia mengoceh panjang lebar dan akhirnya ia membahas dengan penyesalan kenapa aku tidak punya mobil.

"Tadi itu mobil si Brian kan?" Kata ku.

Ia kaget.

"Iya tadi dia kebetulan lewat rumah . Dia cuman nganterin makanan doang kok."

"Kebetulan lewat gimana, rumah kamu itu jauh dari jalan besar. Masuk masuk jauh kedalam gang! Jauh Mawar, jauh!" Nada suara ku meninggi.

Kemudian aku teringat disitu ada pak Bejo. Aku malu karena ia harus ikut mendengarkan kami. Aku melirik kearah tempat pak Bejo tadi berdiri. Tetapi ia sudah tidak ada. Aku keheranan.

"Gibrannn." suara Mawar membuat ku menoleh lagi ke arahnya.

"Aku gak bisa disalah salahin kaya ini, ini yang ngebuat hubungan kita sulit dipertahanin. Kita kayanya gak cocok bran," Kata Mawar.

"Sejak kapan?"

"Hah ?"

"Sejak kapan kamu selingkuh dengan Brian yang katanya cuman teman itu?"

Mawar gugup setengah mati.

"Baru dua minggu lalu."

Hujan berhenti. Aku tetap mengantar Mawar Pulang.

Besoknya grup whatsapp alumni heboh dengan kabar pak Bejo mati ketabrak kemarin sore tepat di depan halte kampus. Aku merinding mengingat aku yang semalam putus disaksikan oleh hantu.

4.5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction