Disukai
3
Dilihat
1,187
The Lost Boy
Romantis

"Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday, happy birthday, happy birthday to you ...."

"Yeaaay!!!"

Sorakan, teriakan, suara tepuk tangan dan ucapan selamat menggema di seluruh sudut telinga, menggetarkan gendang telinga, dan mengguncang jantungku yang rapuh untuk yang terakhir kalinya malam itu.

Tepat setelah mengucapkan doa dan harapan terakhirku dan setelah sepasang api di atas kue ulang tahun itu menghilang ditelan oleh waktu begitu juga dengan diriku.

Aku yang sudah mengetahui bahwa api dalam diriku juga hampir lenyap itu hanya bisa pasrah saat sang gravitasi berusaha menarikku dalam pelukannya yang kasar itu.

Wajah pucatku, dengan sangat bersuka rela tanpa paksaan sedikitpun dari pihak manapun, membenamkan dirinya sendiri dalam kue stroberi yang manis itu, membuat semua teman-temanku tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal saat itu.

Lama mereka mencemari ketenangan para pengunjung kafe dengan suara bising dan melengking mereka hingga mereka akhirnya mulai menyadari ada sesuatu yang salah dan aneh pada saat itu.

Satu-satunya teman mereka yang selalu serius, tidak pernah dan suka bercanda selama ini tiba-tiba saja menyelam dalam kolam stroberi yang manis dalam waktu yang lama malam itu.

Awalnya mereka pikir teman mereka yang cuek dan kaku itu mencoba menjadi sedikit fleksibel saja saat itu sebelum mereka teringat bahwa teman mereka yang satu itu tidak bisa berenang, apalagi menyelam, dan sekarang dia masih menyelam dengan wajahnya, apa mungkin dia tenggelam?

Cukup lama para pemuda itu saling pandang dan menatap satu dengan yang lainnya seakan mencoba berkomunikasi dengan sebuah telepati yang tak terkoneksi sama sekali, hingga akhirnya ....

"Goblok! Teman kita mati, bodoh!" teriak pemuda berambut cepak kepada teman-temannya.

Buru-buru mereka mengangkat kembali wajahku yang kini berlumuran krim itu. Salah seorang temanku yang berambut kriting dan berkacamata mengusap-usap wajah belepotanku dengan tisu. Lama dan kasar sekali dia melakukannya, seakan berharap ada sesuatu yang akan menyembur keluar dari mulutku.

"Udah, blok!" teriak semuanya pada si kriting berkacamata yang sangat bersemangat mengaduk-aduk wajah pucatku itu.

"Hehe, maaf sengaja," ucapnya tak berdosa.

Kemudian salah seorang temanku lainnya menempelkan salah satu telinganya pada dada sebelah kiriku dan berusaha mendengarkan alunan musik yang merdu dari dalam hati yang kosong itu. Namun sayang, para pemain band sudah habis kontrak dan telah pergi meninggalkan perusahaan saat itu.

"Sepi, cuk," ucap temanku ketakutan.

Semua orang yang mendengar pengumuman tersebut lantas terdiam seribu bahasa. Konser yang diharapkan mendadak dibatalkan dan sebuah panggung telah dikosongkan. Beberapa saat kemudian, dengan mulut menganga mereka terburu-buru menggotongku pergi keluar menuju tempat parkir dan segera membawa sebuah bom waktu menuju ke rumah sakit terdekat.

"Goblok! Jantung kumat gak ngomong-ngomong!" seru si kriting berkacamata panik tak karuan.

"Bukanya 'Happy Birthday' malah jadi 'Happy Deathday'! Anjing-anjing ...," gerutu yang lain sambil geleng-geleng kepala tak percaya.

***

"Hai!"

Sebuah suara asing memanggilku saat aku akan memasuki rumahku.

Aku membalikan badan dan menoleh menatap sesosok gadis asing itu.

Dia gadis yang cantik, cukup cantik untuk membuatku terpanah pada pandangan yang pertama, dia terlihat seumuran denganku dengan tinggi badan yang sedikit lebih pendek dariku. Rambutnya hitam dan panjang, mempunyai sepasang mata cokelat yang bersinar terang dalam pandangan mataku dan sebuah senyum yang mengembang dengan sempurna kepadaku.

"Hai! Halo?" panggilnya menyadarkanku.

"Ah? Ya. Ada apa? Ada yang bisa kubantu? ucapku.

"Ah ... tidak. Aku hanya ... aku hanya kebetulan lewat sini dan tidak sengaja melihatmu tadi ...."

Terjadi jeda yang agak canggung di antara kami berdua selama beberapa saat.

"Jadi aku pikir aku harus berhenti dan menyapamu," ucap gadis itu pada akhirnya.

"Ah? Ya. Terimakasih. Tapi, apa aku mengenalmu? Atau kita pernah bertemu sebelumnya? Maaf karena aku ... jujur saja sebenarnya aku sama sekali tidak mengenalimu ... nona," jelasku agak ragu.

"Ah? Ya. Kau benar. Kita memang tidak saling mengenal sebelumnya tapi kita pernah bertemu sebelumnya ...," jelas gadis itu ragu-ragu.

"Benarkah? Dimana? Maaf, aku sama sekali tidak mengingatnya. Pikiranku agak kacau akhir-akhir ini. Kau tau? Aku bahkan tidak ingat darimana aku sebelumnya. Tiba-tiba saja aku sudah berada di depan rumahku dan kau ... dan kau sekarang ada disini. Maaf, siapa namamu?" ucapku mengulurkan tangan kananku yang kemudian disambut oleh tangan kanannya yang halus dan hangat itu.

Jantungku serasa berhenti berdetak saat itu. Rasanya seperti ... Deja vu.

***

"Dokter! Dokter! Dokter!" teriak teman-temanku sangat panik saat itu, saat kami baru saja tiba di rumah sakit itu.

Bom waktu dalam tubuhku terus melakukan hitung mundur dengan cepat dan langit pun bersiap menyambutnya dengan sebuah pesta yang meriah malam itu.

"Jedarrr!!!"

Terdengar suara gemuruh dan ledakan kembang api pertama di atas awan hitam itu.

Titik-titik air mulai berjatuhan dari botol-botol sampanye para penghuni langit yang mulai berpesta itu.

Angin berhembus dengan sangat kencangnya saat para petugas medis itu membawaku dengan terburu-buru kedalam ruangan itu.

Teman-temanku, para pemuda yang beraneka ragam itu, terlihat begitu panik, mondar-mandir, menggigiti kuku jempolnya yang bersenti-senti meter panjangnya, menghentak-hentakan kedua telapak kakinya di atas lantai yang dingin, berdoa dan berharap agar Dokter dan para asistennya bisa menghentikan ledakan kematian itu.

Namun sayang, pada akhirnya ....

"3 ... 2 ... 1 ...."

"Darrr!!!"

"Tit ... tit ... tit ... tiiittt ...."

***

"Aku Shin ...."

Nama itu ... terus bergema dan berdering dalam ingatanku. Satu-persatu kenangan masa lalu mulai terungkap dan bermunculan satu-persatu.

Berbagai sosok siluet berkelebatan begitu saja dalam pandanganku. Satu, dua, tiga, empat, lima, semua potongan itu menjadi satu. Membentuk sebuah bingkai yang membalut sebuah kenangan masa lalu.

***

Sabtu, 14 April, 2001

"Jadi, sudah saatnya ya?" tanya seorang gadis cilik dan imut disampingku.

"Besok kita berdua akan berpisah. Kau akan terlahir di dunia yang rusak dan kejam itu begitupun denganku. Aku juga akan menyusulmu untuk terlahir ke dunia dua hari setelahnya. Meskipun kita sudah ditakdirkan untuk bersama selamanya tapi mungkin kita berdua tidak akan pernah dapat bertemu secara langsung kembali di dunia itu. Meskipun jarak kelahiran kita hanya beberapa puluh jam tapi kita akan dipisahkan oleh jarak dan segalanya setelahnya. Mungkin kita bisa saling melihat dan memperhatikan dari jauh tapi kita tidak akan bisa untuk saling bersentuhan dan berbicara kembali sepanjang waktu. Kita akan menjalani kehidupan yang sangat berbeda satu sama lain. Mungkin kita tidak akan bisa untuk selalu tersenyum, tertawa, dan bahagia seperti yang selalu kita lakukan disini. Mungkin justru kesedihan dan air mata lah yang akan selalu setia menemani kita sepanjang waktu. Mungkin hidupku, atau hidupmu, atau bahkan hidup kita berdua akan selalu dalam kegelapan setelah ini. Tapi percayalah, kita akan dipertemukan kembali oleh Tuhan dan tak akan pernah dipisahkan lagi untuk selama-lamanya."

Gadis itu, gadis kecil, imut dan menggemaskan, bermata cokelat dan indah itu, yang selalu tersenyum dan tertawa dengan riang gembira di sampingku, di sini, di tempat yang indah dan sempurna ini, tempat yang selalu dan akan selalu dipenuhi oleh kebahagiaan, Neverland yang akan kami tinggalkan, dan lupakan untuk pertama dan selama-lamanya.

***

"Dancok! Jangan mati, goblok!"

Suara jeritan, teriakan dan tangisan ketidakpercayaan serta kesedihan teman-teman bodohku itu bercampur dan bersatu dengan suara tawa dan kegembiraan dari pesta yang tengah diselenggarakan para penghuni langit malam yang hitam dan kelam itu demi menyambut hari kelulusan keduaku sebagai salah satu ciptaan-NYA dan bersiap untuk menuju dunia dan kehidupan selanjutnya.

Badai benar-benar mengamuk dan menggila pada malam yang kelam itu, menambah suasana duka bagi para anak-anak manusia yang merasa kehilangan dan ditinggalkan.

Sebuah upacara penutup yang sempurna untuk sebuah kisah yang terlupakan. Kisah yang selalu menghilang dan tenggelam jauh dari peradaban menuju sebuah jurang kegelapan.

"Akhirnya aku mengingat semuanya."

***

"Krik ... krik ... krik ... krik ...."

Suara lembut dari seekor jangkrik yang menghinggapi hidungku membangunkanku.

Jangkrik itu melompat pergi saat aku berusaha bangkit dan duduk bersila, mencoba mengamati lingkungan sekitar yang terasa sangat familiar bagiku.

Di bawah siraman cahaya sinar mentari yang abadi aku tengah berada di sebuah padang bunga yang begitu indah tiada tara.

Aku bangkit berdiri dan kembali mengamati sekitar dengan lebih seksama.

Nampak sebuah pohon apel berada di tengah-tengah hamparan padang bunga warna-warni ini.

Aku berjalan dengan perlahan ke arahnya, lalu memetik sebuah darinya.

Aku duduk bersandar pada batang pohon itu, menatap sebuah kesempurnaan di hadapanku dan berkata, "aku pulang, sayang."

"Krauk."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@semangat123 : Oh, gitu ya kak. Makasih infonya hehe 😅
Onomatopoeia: Suara/bunyi, tapi ditulis dalam kalimat. Contohnya seperti ini, "Dor dor dor" terdengar suara tembakan di luar rumah. 🤭
@semangat123 : Tq, kak. Anu, onometope itu apa ya kak? 🥲
Bagus ceritanya 👍. "Krauk" onometope nya bikin tertawa 🤭.
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi