Remang. Di sudut kamar itu seorang gadis bertelekung putih tengah menadahkan tangannya. Lamat-lamat ia marapal doa. Komboskini, tasbih khas Kristen orthodox, dengan jumlah 33 butir di tangannya terus berputar entah sudah kali yang keberapa. Bibirnya terus melafazkan puji-pujian untuk sosok yang ada di hadapannya. Sesekali matanya menatap sendu sebuah icon[1] di hadapannya. Sosok perempuan istimewa tengah tersenyum teduh tergambar di sana. Sebuah gambar khas sosok perempuan yang tengah menggendong putera tercintanya seolah menatap mata gadis yang tengah gelisah dan memiliki nama yang sama: Maria.
Malam itu terasa berbeda baginya. Sejak pukul empat pagi ia terjaga. Kini menjelang jarum jam menunjukkan tepat pukul lima ia belum juga menyudahi doanya. Matanya membasah. Bibirnya mulai kelu. Jemarinya mulai letih menghitung butir-butir komboskini yang sejak satu jam lalu. Tub...