Mata Matarri
7. Bagian #7

37  INT. RUANG KERJA - PENERBITAN – PAGI

Di seberang, Noveli (30 tahun) nampak tersenyum.

NOVELI
Halo Mas Manjari...


INTERCUT TELEPON MANJARI DAN NOVELI.

Manjari duduk di tepi pembaringannya.

MANJARI 
Ada apa Mbak Noveli? Pagi-pagi sudah nelefon?

NOVELI
Ini sepertinya sudah siang, Mas, hehe...


Manjari melirik ke arah jam dinding. Pukul 10.20.

NOVELI
Mas saya sekadar ingin mengabarkan hasil rapat redaksi kemarin. Karena kondisi perbukuan yang semakin buruk, ada penundaan pembayaran royalti hingga 3 bulan ke depan. Saya harap Mas, maklum...

MANJARI
(Terdiam)
Ya, Mbak...

NOVELI
Dan saya juga mengabari, adanya penundaan rencana penerbitan buku terbaru Mas Manjari. Waktunya belum ditentukan. Tapi nanti akan saya kabarin kalau sudah ditentukan. Maaf ya, Mas, kalau ini jadi berita buruk...

MANJARI
Ya Mbak, gak papa...


CUT


38  EXT. CAFE ORIGINAL – MALAM 

Sebuah cafe buku dengan atmosfer buku. Di interiornya banyak terlihat rak-rak buku yang cozy. Beberapa poster penulis ternama beserta quotesnya juga terlihat.

CUT


39  INT. CAFE ORIGINAL – MALAM 

Di salah satu meja, Manjari nampak duduk bersama Agusta, Sanier (40 tahun) dan Indah (35 tahun).

SANIE
Sudahlah gak usah dipikirkan, kau akan semakin sedih.

MANJARI
Aku gak memikirkannya...

AGUSTA
Tapi gak dipikirkan pun, memang keparat orang-orang komite buku itu. Nepotisme mereka memang sudah di ubun-ubun. Para penulis yang teriak-teriak anti korupsi, anti nepostisme, tapi ketika mereka yang ada di posisi yang menentukan, mereka gak malu-malu melakukan itu. Keparat memang!

INDAH
Sudahlah, kamu juga jangan ngomongin itu terus!


Agusta hanya bisa menarik napas panjang.

MANJARI
Tapi kupikir... hari-hari ini aku memang sedang di puncak kesialanku. Royaltiku dipending dan penerbitan buku baru pun ditunda di waktu yang gak jelas...

SANIE
Serius?

`    

Manjari hanya mengangguk lemah.

AGUSTA
Kupikir kamu harus mengajukan proposalmu di komite buku Singapura. Seperti yang dulu pernah kubilang itu.

INDAH
Apa.. bisa?

AGUSTA
(Mengangguk)
Walau namanya komite buku Singapura, tapi mereka memberi grant bagi siapa pun, asal karya tulis itu berkaitan dengan negara mereka. Naskah Manjari itu tentang perang di Selat Malaka. Kupikir ia cukup mengubah sedikit perspektif dengan memasukkan keberadaan Singapura. Aku yakin besar sekali peluangnya.

MANJARI
Tapi... ini perang antara kerajaan Melayu dan Aceh dan para bajak laut. Agak sulit memposisikan Singapura di situ...

AGUSTA
Kau ini penulis 40 buku, masak mengubah begitu saja gak bisa. Ingat grant mereka nilainya sampai 150 juta...

MANJARI
(Menghentikan langkah)
Kau serius? Seratus... lima ... puluh... juta?

AGUSTA
Dan itu belum termasuk biaya residensimu ke Belanda.

SANIE
Kamu harus mencobanya!
INDAH
Betul!


Manjari masih terdiam

CUT         


40  INT. KAMAR - RUMAH MANJARI – MALAM

Ia baru selesai mandi saat suara notifikasi ponselnya terdengar.

Manjari mengangkatnya

INSERT

Pesan WA dari DALINA

WA DALINA
Mas Jari, kalau sudah sampai kirimanku, dan sudah mas tandatangani, segera kirim kembali padaku segera ya!


Manjari melirik ke arah meja, di mana ada amplop coklat di mejanya.

Manjari segera mendekati dan membukanya.

INSERT

Sebuah Surat Persetujuan Permohonan Cerai

CUT


41 EXT. TERAS - RUMAH NENEK DADALI – PAGI

Matarri sedang menyapu teras. Namun beberapa kotoran nampak tak bisa disapu dengan bersih.

NENEK DADALI
Biar aku saja yang menyapu nanti!


Tak lama kemudian, Nenek Wanda, Nenek Asih dan Kakek Udin datang.

NENEK DADALI
Mau apa kalian ke sini?
(Sedikit ketus)

NENEK WANDA
Duh, makin tua, makin judes saja! Kami hanya mau mengirim ini buat cucumu!
(Nenek Wanda menyodorkan satu kresek hitam)


Nenek Dadali hanya cemberut dan berniat masuk ke dalam rumah. Tapi Nenek Wanda mengikutinya.

NENEK WANDA
Bukannya Matarri harusnya sekolah? Di kota kudengar ada sekolah khusus netra?

NENEK DADALI
Kau pikir ia bisa ke sana sendirian?

NENEK WANDA
Kan bisa meminta tolong Padra?

NENEK DADALI
Itu terlalu jauh! Perjalanannya terlalu lama. Sudahlah! Apalagi... sebentar lagi ia juga sudah tak di sini...


Nenek Dadali kemudian masuk ke dalam kamarnya. Nenek Wanda, Nenek Asih dan Kakek Udin saling berpandangan.

NENEK WANDA
Ih, memang keras kepala sekali!


Nenek Asih mendekati Matarri.

NENEK ASIH
Tadi kebetulan Mbak Solehah membuat bubur candil, kau harus mencobanya.


Matarri hanya mengagguk.

CUT


42  EXT. JALAN DI DEPAN RUMAH NENEK DADALI – SIANG

Sebuah mobil tiba-tiba berhenti agak jauh dari rumah Nenek Dadali. Dari dalamnya turun Dalina (40 tahun), dan berjalan mendekat rumah dengan ragu.

CUT



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar