Jendela Bidik
6. Erin vs Erica
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

KLIK!

Blitz putih mengelilingi Erin, Erica, dan seluruh supermarket.

FADE OUT

INT. STUDIO REKAMAN - SIANG

Kita melihat Erin terdiam, wajahnya bingung dan gak habis pikir, sedikit takut, terekspos. Rasanya seperti ditelanjangi. 

Beberapa momen kemudian, ia baru buka mulut.

ERIN
Aku nggak tau dari mana Erica tau soal aku yang gonta ganti hobi. 
(geleng-geleng tipis)
Rasanya dia kayak beneran saudara kembarku.

Gia memperhatikan Erin yang tampak lebih rapuh itu.

GIA
Tapi, kamu kenapa masih aja nemuin dia? 

Erin terdiam dan matanya menerawang, mencoba menanyakan ke dirinya sendiri.

ERIN
I guess... 
(beat)
Kayaknya aku merasa... Nyaman ngobrol sama dia. Meski dia nyebelin dan banyak omong.
(beat)
Aku nggak pernah cerita sejujur itu sama orang lain, termasuk Idan. 
(heran)

Gia mengangguk pelan. Erin pun tenggelam dengan pikirannya sendiri.

CUT TO:

INT. KELAS BAHASA INGGRIS - SORE

Kita melihat Erin dan Erica berada di depan kelas berisi sekitar 12 murid berusia SMA. Mereka yang duduk depan tampak memperhatikan, yang tengah berusaha memperhatikan tapi sambil coret-coret di bukunya, dan yang belakang sibuk main HP.

ERIN
(bertanya ke kelas)
Okay, can anyone explain in what situation we use Conditional Sentence Type 2? [Oke, ada yang bisa menjelaskan kapan kita menggunakan Conditional Sentence Tipe 2?] 

Seisi kelas hening. Seorang gadis di depan kemudian mengangkat tangan.

ERIN
Yes, Dinda?
AMANDA
I'm Amanda, ma'am.
ERIN
(merasa bodoh)
Oh, yes, sorry, Amanda. What's--what is your question? [Oh, maaf, Amanda. Apa--apa pertanyaanmu?]
AMANDA
What is Conditional Sentence Type 2? You have not explain it to us. [Apa itu Conditional Sentence Tipe 2? Anda belum menjelaskan pada kami.]

Erin terpaku, kemudian menatap papan tulis putihnya yang kosong. Dia mulai panik, menatap ke Erica yang sedang duduk di samping dekat papan tulis.

ERIN
(tanpa suara)
Help, Erica!
ERICA
What? Itu kan pertanyaan gampang!
ERIN
(panik, masih berbisik)
Maksudku, gimana jelasinnya kalo posisinya guru kelupaan step begini!!
ERICA
Ya jelasin aja langsung.
ERIN
Aku harus minta maaf, atau enggak? Well, bisa aja sih minta maaf tapi aku malah keliatan makin buruk dan mereka makin gak respek.

Erica pun berdiri dan berbicara di depan Erin.

ERICA
Erin, gak usah overthinking, udah jawab aja kenapa sih.
ERIN
Gimana gak overthinking kalo akunya kesulitan gini?? Dari tadi yang perhatiin aku cuma baris depan.

Erin meletakkan spidol hitam yang sedari tadi dipegangnya.

ERIN
Oke, kamu udah cukup lihat kan kalo ini ternyata bukan "passion"-ku? Passion harusnya gak sesulit ini. Saatnya next.

Erin sudah akan mengambil kamera yang diletakkan di meja di depan kelas saat Erica menyambarnya lebih dulu.

ERICA
Kenapa, cuma karena sulit?? Kamu pikir Mark Zuckerberg awal bikin Facebook prosesnya gampang? Louis Vuitton mulai bisnisnya juga pas dia terpuruk. Marie Curie bahkan sampe meninggal demi penemuan pentingnya! Oh dan artis favoritmu Lady Gaga itu... Diperkosa sampe hamil di usia 19! Dia dan semua seleb punya haters. Semakin terkenal, semakin banyak haters dan bullies.

Erica berusaha menghindari tangan Erin yang berusaha mengambil kameranya.

ERIN
Terus hubungannya sama aku? Aku nggak pengen jadi sebesar mereka kok.
ERICA
Intinya, gak ada pekerjaan yang gampang, Rin. Dari tukang sapu sampe presiden, semua kerjaan itu sulit. Bahkan sekalipun pekerjaan itu passionmu.
ERIN
Oh, kalo semua pekerjaan itu sulit, terus kenapa harus repot-repot nyari passion?
ERICA
Bedanya kalo pekerjaan itu passion kita, setidaknya kita mengerjakan itu dengan seneng. Kita menanti-nanti hasil kerja keras kita. Kita nggak gampang nyerah meski ada rintangan, meski capek, meski sulit. Dan saat hasilnya bagus, kita akan seneng banget, dan merasa punya pencapaian.
(beat)
Bayangin kalo kita lakukan semua itu tanpa passion. Udah sulit, bikin stres, dan saat selesai, yang kita rasain cuma capeknya. Itu sih double sad, double pain.

Erin terdiam, wajahnya masih cukup kaku. Erica memperhatikan, dan melihat bahwa Erin mulai menelan semua penjelasannya. Tapi sejenak kemudian, Erin berhasil menyambar kamera dari tangannya.

ERIN
Well, dan untuk nemuin itu semua, kita harus melalui proses yang ribet ini. Masih gak worth it aja sih, ketimbang memilih untuk ambil kerjaan apa pun sesuai kesempatan yang ada... 

Erin mengangkat kameranya di depan Erica dan menekan shutter. KLIK. Blitz putih memenuhi layar. 

FADE TO:

EXT. TAMAN - SET SYUTING FILM - SIANG

Kita berada di sebuah taman asri yang digunakan untuk set syuting film. Peralatan sudah siap, kru berlalu lalang mempersiapkan, para artis sedang finishing make up di bawah tenda besar tak jauh dari lokasi pengambilan gambar. 

ERIN
... Uangnya dapet, sama-sama capek, so, sama aja pada akhirnya. 
(mengangkat bahunya)

Kita melihat Erin berbicara di depan Erica, keduanya memakai pakaian casual seperti halnya kru lain. Mereka sedang berdiri di depan monitor dan dua buah kursi. 

Erica kemudian merespon Erin sambil mereka duduk di kedua kursi yang biasa ditempati sutradara dan asistennya itu. Mereka bahkan tidak terusik dengan kesibukan di set syuting.

ERICA
Ya beda, lah, jengggg... It has the fun. Emangnya, kamu gak mau menjalani pekerjaanmu dengan seneng, menikmati? Kamu sekarang gak menikmati karena pikiranmu udah menolak duluan. Ini tuh harusnya menyenangkan... Come on, kita ada di set film lho. 
(menunjuk ke sekeliling, ke set film)
Bukannya kamu suka film?

Erica melontarkan pertanyaan itu dengan nada dibuat sweet untuk membujuk. Erin menoleh ke Erica, lalu melihat berkeliling ke suasana set yang menyenangkan, taman yang asri, dan interaksi kru dan castnya yang terlihat positif. 

ERIN
Suka sih, tapi ya biasa aja.

Ia mengangkat bahunya, masih mempertahankan sikap skeptisnya.

ERICA 
Have fun lah dikit, Rin... ini kayaknya item paling seru yang ada di list kamu. Kita masih muda, kapan lagi bisa eksplor sambil seneng-seneng... Masa muda kan cuma datang sekali.
ERIN
Salah. Justru karena masa muda cuma sekali, kita pake tenaga dan otak yang masih kenceng ini untuk cepet-cepet bangun karir. Aku udah bukan di usia sekolah, tapi usia kerja. Produktif! Udah habis waktu buat main-main, apalagi soal karir.

Erica kemudian menghadap depan, di mana cast sudah duduk di sebuah bangku taman, siap untuk take.

ERICA 
Slate in! Sound?
SOUND RECORDIST 
Speed!

Kemudian clapper masuk dengan clapper boardnya.

CLAPPER
Slate 28 Scene 16 Shot 4 Take 1
OPERATOR KAMERA
Mark!

Clapper mengetuk clapper board-nya, dan mundur.

ERICA
Action!

Adegan pun dimulai. Para pemain mulai melontarkan dialognya. Kemudian Erica menoleh ke Erin lagi.

ERICA
(berbisik)
Kalo kamu gak rileks kamu bakal melewatkan serunya jadi filmmaker kayak gini. Udah, coba enjoy aja. Kayak gini gak datang 2 kali!

Perkataan Erica tidak mempan di Erin karena ia sudah males. Di wajahnya sudah terlihat kalau debat argumen ini membuatnya lebih cepat lelah. Maka, Erin pelan-pelan dengan tangan kanannya meraih kamera yang ada di bawah kursinya. Ia merogoh dan mencari tombol shutter dengan jarinya, sambil berusaha tidak menarik perhatian Erica yang sedang fokus dengan take.

Ibu jari Erin menemukan tombol shutter dan menekannya. KLIK!

MATCH CUT

EXT. DEPAN PINTU RUMAH ERIN - SORE

Posisi Erin yang miring ke bawah di-match dengan gerakan Erin melepas sepatunya sambil berdiri dengan posisi yang sama. Dengan wajah lelah fisik dan pikiran, Erin kemudian masuk rumahnya.

INT. RUANG TAMU RUMAH ERIN - PETANG

ERIN
(lemas)
Assalamualaikum. 

AYAH ERIN (57 tahun) yang sedang memegang remote TV melongok dari ruang makan.

AYAH ERIN
Walaikumsalam. Dari mana aja Rin?

Erin berjalan ke area ruang makan. 

INT. RUANG MAKAN - PETANG

ERIN
Hunting foto, Pak.
AYAH ERIN
Yang sama Idan itu?

Erin hanya mengangguk, malas bersuara. Ayahnya tidak bersuara lagi dan melanjutkan nonton TV. Erin kemudian mengambil gelas dan mengucurkan air putih dari dispenser. 

Kemudian Ibu Erin yang sedang berbicara di telepon muncul, dan duduk di salah satu kursi.

IBU ERIN
Iya, Mbak Yun. Ini alhamdulillah udah semua kok urunan buat reuninya. InsyaAllah aman. 
(beat)
Oh, Erin? Ini dia sekarang udah tinggal selesaikan skripsi, Mbak. Semester ini udah lulus kuliah.

Erin yang baru saja selesai meneguk air langsung menoleh ke arah ibunya, matanya melotot kaget. Ibunya menaikkan alisnya pada Erin untuk menyapanya, lalu tersenyum bangga.

Pernyataan itu, dan senyum bangga ibunya membuatnya makin sedih. Ia sudah tidak bisa mundur lagi. Ia harus lulus semester ini, bagaimana pun caranya. Ia speechless, makin tertekan, dan hanya bisa berbalik meninggalkan area makan.

CUT TO:

EXT. TERAS KANTOR AGENSI PENERJEMAHAN - PAGI

Idan dan Erin baru saja sampai di teras sebuah kantor sederhana dua lantai yang menjadi satu dengan rumah. Pagi itu cuaca cerah, tetapi wajah dan ekspresi Erin cenderung mendung dan terlihat datar, banyak pikiran, namun berusaha kuat. Kamera yang terkalung di lehernya makin membuatnya bungkuk dan lemas. Sementara itu, Idan baru selesai mengirim chat.

IDAN
Oke. Aku udah WA Mas Rino kalo kita udah nyampe.

Erin mengangguk, melemparkan senyum berterima kasih pada sahabatnya.

ERIN
Dan, makasih ya masih mau nemenin aku... Padahal kamu nggak bisa ikut liat Erica.
IDAN
Sama-sama, Rin. 
(tersenyum tulus)
Kamu juga makin lama makin stres setiap habis ketemu dia.
(beat)
Kamu kalo udah capek jangan maksain, lho, Rin.
ERIN
Aku harus selesein ini, Dan. Udah terlanjur basah.
(nada berubah jadi tegas)
Lagian, perdebatanku sama Erica belum selesai. 

Idan geleng-geleng heran. Tapi kemudian ia mengelus rambut bagian atas kepala Erin dengan lembut.

IDAN
Okaaay. I'm here for you. [Aku ada buat kamu.]

Mendengar itu, Erin menjadi lebih rileks. Senyum harunya terkembang, dan ia pun menggamit lengan Idan menyandarkan kepalanya ke pundak Idan dengan singkat, sambil mengatakan,

ERIN
Thank you, Dan. Really. 

Tepat saat Erin melepaskan dirinya dari Idan, MAS RINO (31 tahun, CEO) muncul dari pintu masuk kantornya dan menyalami mereka berdua.

MAS RINO
Eh, haloo. Makasih sudah nunggu, ya. Saya Rino. Ini Mbak Erin, ya?
ERIN
(menyalami Mas Rino)
Ya, mas, saya Erin, temennya Idan. Makasih mas atas waktunya. 
MAS RINO
Oke, oke. Yuk masuk.

Mereka bertiga pun masuk.

CUT TO:

INT. KANTOR AGENSI PENERJEMAHAN - PAGI

Kita melihat Mas Rino mulai menjelaskan tentang perusahaannya kepada Erin dan Idan sambil mengajak mereka mengelilingi seisi kantor.

MAS RINO
Jadi, saya bikin start-up ini sejak tahun 2015. Inisiatifnya dari saya sendiri, tapi terus tahun 2016 dua orang temen saya gabung...
(fade out)

Kita melihat blitz putih yang biasa terlihat saat Erin menekan tombol shutter kameranya. Kemudian... 

Kita melihat Erin menurunkan kameranya, wajahnya menyambut Erica yang muncul di depannya dengan determinasi.

ERIN
Halo, Erica. 

Erica yang sedang di posisi membelakangi Erin langsung menoleh. Wajahnya standar seperti perangai biasanya: kalem dan misterius.

ERICA
Hai. 
(melihat sekeliling)
Tumben kamu milih ini. Aku kira mau nyoba Desainer Grafis dulu.
ERIN
(menantang)
Kenapa? Gak siap pidato kalo aku milih ini? 

Erica mengernyit bingung lalu tersenyum, berusaha mencairkan suasana.

ERICA
Pidato apa, sih... Emangnya kampanye pilpres?
(melambaikan tangannya)
Santai aja, lah.
ERIN
Hmh. Perasaan kemarin yang gak santai itu kamu, Er. 
(beat)
Oke, kita mulai aja. Kenapa aku harus jadiin CEO perusahaan start-up sebagai passionku, Erica?

Erin melipat kedua tangannya di depan dada, menunggu 'pidato' panjang lebar Erica tentang profesi ini.

ERICA
Well, gak semua orang suka dan bisa berkecimpung di dunia wirausaha, karena, yah, yang paling kelihatan adalah bagian "susah"-nya. Tapi kalo ini emang passion-mu, ini bakalan sangat memuaska--
ERIN
Exactly, Erica. Jadi CEO, bangun dan bikin usaha itu 90% perjuangan jatuh bangun dengan tujuan menghasilkan profit. Yang aku amati dari temen-temenku yang berbisnis, hampir semuanya karena untuk memenuhi kebutuhan, bahkan untuk bayar kuliah, bukan karena 'oh kayaknya bikin bisnis menyenangkan, ya. Mau ah'.
(beat)
Gak semuanya tentang kepinginan dan impian. Malah justru lebih tentang menjadi realistis.
ERICA
Oh, Erin.
(beat)
Hanya karena berbisnis itu berat dan penuh perjuangan, bukan berarti nggak ada yang menikmatinya. Dan iya, bisnis emang untuk profit, tapi juga tentang masalah apa yang mau dipecahkan dengan adanya bisnis itu.
(beat)
Mereka yang bisnisnya mengolah sampah plastik jadi dekorasi, aksesoris, bahkan batu bata, kepengen menjawab masalah sampah plastik di lingkungan. Ojek online, pengen menjawab masalah transportasi umum yang buruk. Itu inti dari berbisnis, Rin: memecahkan masalah untuk banyak orang. Kamu boleh gak percaya, tapi ada mereka yang dapet rasa puas dan bangga dari bisnisnya, karena di situlah passion mereka.
(beat)
Menurutmu kenapa bisnis bisa bertahan dan bahkan berkembang seiring waktu? Karena mereka punya semangat yang mereka pegang. Itu jadi bahan bakar mereka terus upgrade skill, dan terutama, untuk bangkit saat mereka jatuh. 
(beat)
Semangat itulah yang namanya passion.

Erica menutup dengan penekanan pada kata terakhir, lalu mengatur napasnya. Tampak kontrol emosinya yang bagus. Sementara itu, Erin memberikan responnya. 

ERIN
Hm. Aku melihat semangat itu bukan sebagai passion, tapi sebagai alasan untuk gak bangkrut dan kehilangan segalanya. Mungkin awalnya passion, tapi gak sedikit juga yang jadi serakah dan pake bisnisnya sebagai mesin penghasil uang tanpa mikirin solusi buat masyarakat. 
(beat)
Nomer dua, kamu pikir pedagang kaki lima itu memilih itu karena passion? Karena passion mereka jualan panas-panas di pinggir jalan?
(beat)
Mungkin passion valid dan bisa dikejar untuk yang punya modal dan privilege, tapi bagi orang-orang kayak PKL itu, passion gak ada di kamus mereka, karena yang paling penting keluarga mereka makan tiap hari.
ERICA
Bukan itu maksudku sejak awal, dan kamu tau itu, Rin. Lagian kamu tau dari mana, siapa tau mereka enjoy aja dengan jadi PKL?

Erin tertawa sinis atas kalimat terakhir itu, dan dengan cepat mengangkat kamera dan menjepretnya. KLIK!

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar