DILATASI
17. [Tidak] Putus Asa

DI DALAM KAMAR-8 1977 - MALAM HARI

Larana tidak percaya apa yang ia dengar. Larana menatap Radja dengan kemarahan.

[LARANA] Tidak mungkin!! Balutu tidak mungkin dikalahkan manusia semudah itu!!

[RADJA] Kau sudah merasakannya sendiri, bukan? Linggis ini bukan linggis biasa?

Larana terdiam, ia tak mengerti mengapa linggis itu bisa melukainya.

[RADJA] Sudah kukatakan sebelumnya. Linggis ini yang menghabisi semua anak-anakmu.

[RADJA] Apa kau tahu linggis ini terbuat dari apa?

Larana tidak tahu. Ia hanya berpikir itu hanya linggis biasa. Kemudian, suatu hal terbersit di pikirannya.

[LARANA] (Ekspresi ketakutan) Mungkinkah..? Linggis itu..?

[RADJA] (Menatap tajam) Linggis ini terbuat dari campuran besi dan tulang manusia.

[RADJA] Dan, kau pasti tahu siapa manusia yang kumaksud.

[LARANA] (Menggertakkan gigi dan berteriak keras) Argamila!!

Argamila, nama wanita yang menyegel Larana dan dua saudaranya yang lain.

[RADJA] Leak itu juga meneriakkan nama yang sama.

[RADJA] Dari perkataanmu sebelumnya dapat kusimpulkan bahwa aku keturunan dari Argamila. Wanita yang pernah menyegelmu.

[LARANA] Argamila!! Sampai kapan kau akan menghantuiku!!

[LARANA] Bahkan hingga keturunanmu tak bisa membiarkanku hidup tenang!!

[RADJA] (Tersenyum sinis) Ironis sekali. Padahal setan yang sebenarnya itu adalah kau. Tapi, kau merasa dihantui. Bahkan merasa dihantui oleh manusia.

[RADJA] Tidakkah itu berarti kau hanyalah pengecut rendahan?

Larana mendesis keras. Desisan Larana terdengar seperti gabungan dari banyak desisan ular.

Larana berubah wujud. Matanya berubah menjadi mata ular, kulitnya menjadi bersisik, lidahnya yang bercabang menjulur panjang keluar, dan bagian pinggang ke bawah menjadi ular.

[RADJA] (Mengambil posisi bertarung) Jadi itu wujudmu yang sebenarnya? Siluman ular?

[LARANA] Matilah kau, keturunan Argamila!!

Larana menangkap tubuh Radja dengan tubuh ularnya. Dengan sigap, Radja menghantam dan menusuk bagian tubuh yang datang ke arahnya. Bagian yang tertusuk melepuh dan mengepulkan asap.

Larana mendesis kesakitan. Kekuatan Larana tampak berkurang sedikit demi sedikit.

[RADJA] Ternyata tidak salah dugaanku dengan Sakhu. Besar kekuatanmu sama seperti Leak. Bergantung pada emosi manusia di sekitarmu.

Larana terdiam, menahan sakit di bagian tubuhnya.

[RADJA] Bisa kuduga kekuatanmu bergantung pada rasa putus asa manusia. Dan, Leak itu bergantung pada kebencian manusia.

[RADJA] Sakhu dan aku harus memutar otak kala itu. Kami harus mencari cara bagaimana menekan kebencian para manusia di sana.

[RADJA] Sungguh pengalaman yang mengerikan. Namun, berkat itu kami bisa memprediksi bahwa kekuatan setan-setan di sini juga mirip seperti itu.

[LARANA] (Semakin merasa lemah) Karena itu kau membawa pergi semua warga desa? Menyingkirkan sumber kekuatanku?

[RADJA] Aku memang sempat merasa putus asa saat kau mengunci semua kamar dan membuatku tak bisa menghadapi para setan-setan di sini.

[RADJA] Ketika kau melemparku keluar penginapan juga. Namun, aku sadar jika aku berputus asa maka kau akan semakin kuat.

[RADJA] Jika kau semakin kuat, maka usahaku selama ini akan sia-sia. Begitu juga dengan orang-orang di masa depan. Aku kembali, karena aku tidak ingin mereka berputus asa.

[RADJA] (Mengarahkan linggis) Dan, sekarang. Mari kita selesaikan ini semua, Larana!

Radja menerjang dan menyerang Larana. Larana bertahan semampunya. Hantaman linggis yang ditorehkan Radja semakin membuat Larana lemah.

Radja berhenti sejenak, mengingat pesan yang ia terima.

[RADJA] Jika aku menghabisimu sekarang, ada kemungkinan pesan yang akan dikirim dari masa depan terputus.

Larana yang melihat Radja berhenti menyerang segera mundur ke belakang. Larana sekarang berada di dekat cermin.

[LARANA] (Merasakan sesuatu dari dalam cermin) Bagus sekali, Baro! Aku merasakan ada keputusasaan dari masa depan!

Radja bergeming mendengar perkataan Larana. Radja ingin kembali menerjang namun tertahan karena rangkaian pesan tersebut.

[LARANA] Baro pasti sudah menghabisi orang-orang di masa depan. (Melihat ke arah Radja)

[LARANA] Kau akan menyesal tidak menghabisiku sekarang, wahai keturunan Argamila!

[LARANA] (Masuk ke dalam cermin) Aku akan kembali dan membunuhmu!!

[RADJA] (Ekspresi cemas) Apa yang terjadi di masa depan? Apa kalian baik-baik saja, orang-orang masa depan?

Radja terdiam kemudian bergeleng-geleng kepala. Radja berusaha menghilangkan semua pikiran negatif dari pikirannya.

[RADJA] Aku percaya pada kalian, orang-orang masa depan!

Lalu, terdengat suara derit pintu dari lantai dua. Kamar-9 terbuka.

Radja tersenyum. Radja tahu, akhir laga ini sudah dekat.

LOBI PENGINAPAN 2018 - 04.45 MALAM HARI

[NADIA] (Berteriak) Rem!! Remy!! Kamu dengar aku!? Remy!!

Remy merangkak dan terkapar tepat di depan kamar-9. Remy nyaris kehilangan kesadaran karena kehilangan banyak darah.

[HAYAN] Rem!! Remy!! Jangan pingsan!! (Menendang-nendang dinding transparan)

Lalu, dari arah dalam cermin merangkak keluar Genderuwo. Genderuwo tersungkur jatuh karena kehabisan tenaga. Genderuwo melihat Remy yang merangkak keluar kamar.

[GENDERUWO] (Merangkak menuju Remy) Kali ini, aku benar-benar membunuhmu, manusia bangsat!!

Teriakan Genderuwo terdengar oleh keempat teman Remy. Mereka melihat Genderuwo yang merangkak mendekati Remy.

[RIO] (Terkejut) Setannya belum pindah ke masa lalu!?

[LINA] (Berteriak) Remy!! Remy!! Bangun!! Remy!!

Remy samar-samar mendengar teriakan teman-temannya. Genderuwo merangkak menggapai kaki Remy.

Genderuwo merasa dirinya semakin lemah. Remy yang merasakan kakinya dipegang sesuatu berusaha untuk tetap sadar.

[NADIA] Remy!! Sadarlah!! Remy!! Jangan kalah!! Remy!!

[GENDERUWO] (Mencengkeram kaki Remy) Tamatlah riwayatmu, manusia!!

[REMY] (Dengan lemas dan terbata) Le... pas... kan...

Remy sudah sepenuhnya dikuasai ketakutan. Dari tatapan Remy muncul rasa putus asa. Genderuwo merasakan itu dan membuatnya mendapat sedikit energi.

[GENDERUWO] Benar sekali, manusia!! Begitulah seharusnya!! Manusia memang ditakdirkan untuk berputus asa!! Teruslah berputus asa!!

Nadia, Hayan, Lina, dan Rio tak bia berbuat apa-apa. Lina dan Rio yang terluka tak dapat bergerak bebas. Nadia dan Hayan terhalang dinding transparan.

Nadia dengan satu teriakan nafas berteriak ke arah Remy.

[NADIA] Jangan putus asa!! Remy!!

[NADIA] Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kita akan keluar dari sini!!

[NADIA] Jangan putus asa, Remy!!

Teriakan Nadia terdengar jelas oleh Remy. Remy sadar sepenuhnya. Lalu, momen yang ditunggu-tunggu oleh Remy.

Suara bisikan datang di telinga Remy. Dengan sangat lembut suara wanita itu berbisik. ’Kalahkan dia, cah Bagus’.

Rasa takut dan putus asa Remy langsung sirna. Remy menatap Genderuwo. Momen ketika Remy menatap Genderuwo, Genderuwo langsung tahu ia akan kalah.

Genderuwo semakin lemah, tak punya tenaga untuk melawan. Segera, ia melepaskan cengkeramannya dari kaki Remy. Genderuwo berbalik merangkak ke arah cermin.

[GENDERUWO] (Ketakutan) Mengapa jadi begini!? Tidak!! Tidak!! Seharusnya tidak begini!! Yang Mulia Larana!!

Masih dalam posisi merangkak, Remy mengejar balik Genderuwo. Gantian, sekarang Remy yang mencengkeram kaki Genderuwo.

[GENDERUWO] (Melihat Remy dan ketakutan) Lepaskan!! Manusia bangsat!!

[REMY] (Tersenyum puas dengan ekspresi kemenangan) Woi, kont*l!! Gimana rasanya di-comeback!!?

Linggis yang tergeletak di bawah cermin bergerak menuju Remy. Linggis digerakkan oleh sesuatu yang tak kasat mata.

Remy menangkap linggis tersebut dengan mantap. Remy menopang dirinya dalam posisi jongkok. Genderuwo sama sekali tak punya tenaga untuk melawan.

Remy pun mengukir pesan di punggung Generuwo. Genderuwo menjerit kesakitan, teriakannya terdengar hingga ke lobi.

Remy selesai mengukir pesan dan melepaskan Genderuwo. Remy jatuh terkapar lagi ke samping. Remy tersenyum.

[GENDERUWO] (Merangkak sekuat tenaga ke cermin) Yang Mulia Larana. Yang Mulia Larana. Tolong aku.

Genderuwo memanjat dan masuk ke dalam cermin. Dinding transparan yang menghalangi di tangga juga menghilang. Bersamaan dengan itu juga pintu kamar-8 di lantai satu terbuka.

Hayan segera berlari ke kamar-9 menghampiri Remy. Nadia berjalan menuju kamar-8 yang terbuka.

[HAYAN] (Menghampiri dan membopong) Rem? Rem? Lu bisa denger gue?

[REMY] (Tersenyum) Gue akhirnya mendengarnya. Suara bisikan itu.

Remy kemudian tertawa, Hayan juga tertawa. Nadia melihat ke arah kamar-8. Suara desis terbakar dan kepulan asap terlihat dari dalam kamar.

[NADIA] Ini yang terakhir. Ini akhir dari semua ini.

Nadia dengan mantap mendekati kamar-8. Remy berteriak dari lantai dua.

[REMY] Ketua!! Jangan lupa ini!! (Mengangkat linggis)

Nadia tersenyum. Remy melempar linggis dari lantai dua. Nadia menangkap dengan mantap. Nadia melihat keempat temannya. Ini akhir dari laga.

Nadia membuka pintu kamar-8. Larana dalam wujud siluman ular terkapar lemas di lantai kamar.

[NADIA] Sepertinya kau baru saja mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan.

[LARANA] (Bangkit dan terkejut) Apa yang terjadi!? Baro gagal menghabisi kalian!? Mustahil!! Tidak mungkin!!

Larana kembali ke masa depan dengan harapan bahwa Genderuwo sudah menghabisi semua manusia. Harapan Larana sirna. Semua setan penunggu sudah kalah.

Larana ketakutan. Energinya terkuras. Semua manusia, di masa lalu dan masa sekarang tidak ada yang berputus asa.

[LARANA] (Ketakutan) Argamila!! Argamila!! Sampai kapan kau membuatku menderita!!

Larana tampak menangis sambil mencoba merangkak ke dalam cermin. Nadia mendekat dan mengukir pesan di tubuh Larana. Larana berteriak histeris.

Larana yang sudah semakin lemah, samar-sama melihat sosok Argamila pada Nadia.

[LARANA] (Mencapai cermin) Aku memang membencimu, Argamila. (Masuk ke dalam cermin)

Larana masuk ke dalam cermin. Kini semua setan penunggu sudah hilang. Suara bisikan terdengar di telinga Nadia.

Suara lembut yang sudah didengar Lina, Hayan, Remy, dan Rio. ’Kerja bagus, cah Ayu’.

Sinar mentari menerangi penginapan tersebut. Luka Lina dan Rio perlahan memudarkan warna hitam tersebut.

Mereka berlima duduk di lobi penginapan. Lalu, mereka berlima mendengar dengan jelas suara wanita itu berkata. ’Kalian hebat, cah Ayu, cah Bagus’.

Suara itu adalah Argamila.

DI DALAM KAMAR-9 1977 - MALAM HARI

Radja membuka kamar-9, Genderuwo terkapar lemah di sana.

[RADJA] Kau... Genderuwo yang tadi muncul sebelum aku terlempar keluar.

[GENDERUWO] (Semakin ketakutan) Mustahil!! Yang Mulia belum menghabisimu!? Tidak mungkin!!

Tak peduli dengan perkataan Genderuwo tersebut, Radja langsung menghabisinya. Radja menusuk kepala Genderuwo dan memelintirnya.

Genderuwo kalah dan musnah menjadi debu hitam. Di antara debu hitam itu ada pola garis dan titik.

[RADJA] Tinggal satu lagi. Jangan kecewakan aku, orang-orang masa depan.

Kemudian, suara pintu kamar-8 terbuka. Radja tersenyum puas. Setelah mencatat pesan, Radja berjalan dengan kepercayaan diri ke kamar-8.

DI DALAM KAMAR-8 1977 - MENJELANG SINSINGAN FAJAR

Di dalam kamar-8, Larana terkapar lemas. Wujud Larana sangat tirus. Seluruh tubuhnya tampak mengkerut.

[RADJA] Kau kembali lagi, Larana?

Larana melihat Radja dengan tatapan ketakutan. Dia benar-benar lupa masih ada Radja di masa lalu.

[LARANA] (Ketakutan) Argamila!! Ampuni aku!! Kasihani aku!!

[RADJA] Sayang sekali. Aku bukan Argamila. Dan, walau begitu aku yakin Argamila tidak akan mengampunimu.

Radja menusukkan linggis ke jantung Larana. Larana terkapar, ia sudah kalah. Begitu juga dengan semua setan di penginapan ini.

Sosok Larana musnah menjadi debu hitam. Seperti yang sudah diduga, di antara debu hitam itu ada pola garis dan titik.

Radja sudah mendapat semua pesan yang dikirim dari masa depan.

[RADJA] Sampai berjumpa di masa depan, orang-orang masa depan.

Penginapan pun terbuka. Radja keluar dari sana membawa linggis dan pesan yang sudah ia catat.

Sinar mentari menyinari wajah Radja. Semua rumah warga sudah padam. Menyisakan kerangka hitam yang rapuh.

Radja melihat penginapan tersebut. Radja mengambil seonggok kayu dan membakar ujungnya. Radja berniat membakar penginapan itu. Namun, Radja terhenti dan berpikir.

Kemudian, dia memadamkan api dan mengurungkan niatnya tersebut. Radja berjalan menjauhi penginapan itu. Kali ini tanpa beban.

INT. LOBI PENGINAPAN 2018 - 04.50 PAGI HARI

Pintu penginapan sudah terbuka. Mereka berlima saling membantu keluar dari sana.

[NADIA] (Membopong Lina) Pelan-pelan, Lin. Ayo, kita keluar. Rio? Kamu bisa jalan?

[RIO] (Berjalan dengan menahan pundak) Gue dislokasi pundak. Pundak luka di kaki, Ketua. (Tertawa)

[HAYAN] (Membopong Remy) Lu gimana, Rem? Masih sadar kan? Lu kehilangan banyak darah.

[REMY] Yah. Lemes banget, sih. Tapi, jangan khawatir gue masih sadar. Selama ga ada setan yang muncul tiba-tiba. (Tertawa)

[LINA] Kalo tiba-tiba muncul, paling gue lari. (Tertawa)

Mereka berlima tertawa sembari perlahan keluar penginapan. Sinar mentari membanjiri wajah mereka berlima.

Nadia, Lina, Hayan, Remy dan Rio mengambil posisi menghadap gapura keluar desa. Lelah karena semua hal-hal yang dialami, mereka berlima berbaring lalu tertidur.

Lalu, dari kejauhan terdengar suara deru mobil mendekat.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar