DILATASI
13. Laga (Bagian 3)

LOBI PENGINAPAN 2018 - 03.53 MALAM

Sesaat setelah Nadia masuk ke dalam kamar-6, keempat yang lain berdiskusi.

[REMY] Btw, tadi setan yang gue lawan ngomong sesuatu yang ga gue ngerti.

[HAYAN] Ngomong apa?

[REMY] Tadi dia nyebut nama gitu. Kalo ga salah ’Yang Mulia Larana’.

[RIO] Larana? Siapa itu?

[HAYAN] Entahlah. Tapi, menarik juga. Berarti ada yang jadi pemimpin mereka di sini.

[LINA] Oh iya. Pas gue ngelawan setan yang barusan, setannya bilang kalo nama Kunti itu Sarati. Jadi keknya semua setan di sini punya nama, deh.

[LINA] Harusnya gue kenalan dulu sebelum dia ilang. (Tertawa)

[REMY] (Tertawa juga) Bener juga. Kalo gitu, harusnya gue juga kenalan dulu.

[REMY] (Tensi tiba-tiba turun) Tapi, gue tetep ngerasa kesel. Kok gue ga ngedenger suara bisikan kek yang lu ceritain.

[LINA] (Teringat) Ah! Tadi pas masuk kedua kalinya, gue juga ga ngedenger bisikan lagi.

[LINA] Keknya bisikan itu datang sama orang yang ketakutan, kebingungan, ato yang hampir menyerah aja deh.

[HAYAN] Iya, bisa jadi juga. Soalnya bisikan itu datang pas gue lagi kebingungan.

[RIO] Bisa aja, Rem. Soalnya bisikan itu datang pas gue lagi takut-takutnya. Mungkin pas lu ngelawan setan itu, lu ga takut.

[REMY] Well. Memang, sih. Gue masuk ke kamar dengan niat bener-bener ngelawan setan.

[HAYAN] Nah, karena itu mungkin. Karena lu udah siap dan ga ngerasa takut makanya suara bisikan itu ga datang.

Remy mengangguk setuju. Walau getir kecewa masih terbersit di ekspresi wajahnya.

[LINA] Ketua juga sama kek lu. Ketua udah siap buat ngehadapin setan.

[HAYAN] Bener. Begitu Ketua keluar, langsung kita tanya aja.

DI DALAM KAMAR-6 2018 - 03.53 MALAM

Nadia yang sudah di dalam menyorotkan senter ke sudut-sudut kamar. Lalu, saat menyorot cermin terlihat dua buah tangan mencoba keluar dari dalam.

Seketika itu pula suasana kamar berubah menjadi hutan.

[NADIA] Kalian para setan bisa sihir juga? Baiklah. Ini menjadi menarik.

Terdengar suara gemerincing dahan dan ranting. Nadia tahu setan penunggu sudah keluar dari dalam cermin dan mengintainya.

Nadia mendengar suara dahan dan ranting tersebut untuk mengira-ngira setan itu akan datang dari mana. Dari arah samping kanan, suara dahan dan ranting semakin keras mendekat.

Nadia bersiap mengelak dari terjangan setan tersebut. Setan tersebut menerjang dan membuat jatuh Nadia.

Posisi setan tersebut berada di atas tubuh Nadia. Nadia menahan tubuh setan tersebut menggunakan linggis.

Wajah setan tersebut dekat sekali dengan wajah Nadia. Wujud setan tersebut sungguh menyeramkan.

Wajahnya seperti kelelawar, taring giginya mencuat keluar, tangannya yang berbentuk seperti sayap, dan ekspresi kelaparan terpancar dari mata setan tersebut. Orang Bati.

[ORANG BATI] Aku... Sudah... Lapar... Sekali... (Meneteskan liur)

Orang Bati berusaha menjilat wajah Nadia namun tak sampai karena ditahan sekuat tenaga. Nadia sangat jijik melihat hal itu tepat di depan matanya.

[ORANG BATI] Tumbal kali ini sangat menawan. Dan, aku yakin rasa dagingmu juga pasti lezat.

[NADIA] (Bertahan sekuat tenaga) Aku bukan tumbalmu, setan jelek!

[ORANG BATI] Aku suka tumbal yang melawan. Rasanya akan bertambah lezat!

Nadia menarik mundur linggisnya lalu menghempaskannya dengan cepat tepat ke wajah Orang Bati. Kesakitan, Orang Bati melepaskan cengkeramannya.

Nadia segera menarik diri ke belakang dan berdiri.

[ORANG BATI] Argh! Kenapa sakit sekali? Senjata apa itu?

Orang Bati mengambil ancang-ancang, bersiap menerjang Nadia lagi. Begitu juga Nadia yang sudah bersiap melawan.

Orang Bati menerjang ke arah Nadia. Nadia yang sudah bersiap mengelak ke samping dan menghantam punggung Orang Bati.

[ORANG BATI] (Mengerang kesakitan) Linggis itu... Bagaimana bisa!?

Orang Bati menoleh ke arah Nadia. Tatapan Nadia sama sekali tak menunjukkan ketakutan.

[ORANG BATI] Kau... Tidak takut?

[NADIA] Untuk apa aku takut padamu, setan jelek?

[ORANG BATI] (Ancang-ancang menerjang lagi) Manusia sialan. Siapa kau!?

[NADIA] (Bersiap berlari ke arah Orang Bati) Seorang gadis yang sudah tidak putus asa lagi.

Nadia dan Orang Bati saling menerjang satu sama lain. Kali ini, dengan cerdas Orang Bati menahan lengan Nadia agar tak bisa mengayunkan linggis.

Orang Bati melempar Nadia dengan harapan linggis terlepas. Namun, Nadia benar-benar menggenggam erat linggis di tangannya.

Terjatuh dan segera bangun, Orang Bati sudah melompat ke arah Nadia. Nadia mengelak dan menusuk sayap orang Bati.

Tanpa basa-basi, sekali tarikan Nadia langsung menyobek sayap Orang Bati. Erangan kesakitan keluar dari mulut Orang Bati.

[ORANG BATI] Bangsat kau, manusia!! (Berpaling ke arah Nadia)

Ketika berpaling, Nadia sudah mengayunkan linggis. Linggis sudah berada di depan mata Orang Bati. Orang Bati terpental dan menjadi buta.

[ORANG BATI] (Menahan matanya) Mataku!! Mataku!! Mataku!!

Orang Bati menahan sakit sambil meronta-ronta di tanah. Posisi tersebut sangat ideal bagi Nadia untuk mengukir pesan.

Tanpa menunggu lama, Nadia segera mengukir pesan di tubuh Orang Bati. Orang Bati menyerang membabi-buta ketika Nadia mengukir pesan.

Cukup lihai, Nadia berhasil menghindari semua serangan acak Orang Bati. Nadia pun sudah selesai mengukir pesan di tubuh Orang Bati.

[ORANG BATI] (Berdiri) Manusia bangsat!! Yang Mulia Larana pasti akan datang menghabisimu!!

Suasana kamar kembali menjadi seperti semula. Orang Bati meraba-raba mencari cermin, kemudian masuk ke dalam cermin.

[ORANG BATI] (Suara dari dalam cermin) Yang Mulia Larana akan datang kepadamu, manusia brengsek!!

Setelah itu, suasana menjadi hening. Kamar pun terbuka. Nadia berdiri dan berjalan keluar.

[NADIA] Larana? Siapa itu?

DI DALAM KAMAR-5 1977 - MALAM HARI

Radja yang duduk bersandar di dalam kamar bertanya-tanya.

[RADJA] Setan tadi menyebut ’Yang Mulia’. Berarti ada yang jadi pemimpin di sini?

[RADJA] Apa sosok itu yang dimaksud Leak waktu itu?

Radja mengingat laga yang terjadi dengan Leak saat di Bali bersama sahabatnya Sakhu. Lalu, terdengar derit pintu terbuka. Kali ini di lantai dua.

[RADJA] Lantai dua kah? Baiklah. (Menaiki tangga)

Radja membuka kamar-6 dan melihat Orang Bati terkapar dengan sayap yang robek. Orang Bati merasakan ada yang datang.

Ketika Orang Bati ingin berbicara, Radja langsung berkata.

DI DALAM KAMAR-6 1977 - MALAM HARI

[RADJA] Aku bukan ’Yang Mulia Larana’.

Orang Bati terkejut bukan main. Dia mencoba berdiri namun tak bisa.

[ORANG BATI] Bagaimana bisa!? Apa yang terjadi di sini!? Saudara-saudaraku yang lain belum menghabisimu!?

[RADJA] Tampaknya kalian tidak tahu apa yang terjadi satu sama lain, ya?

[ORANG BATI] Hah!? Apa maksud perkataanmu, manusia sialan!?

[RADJA] (Berjongkok ke arah wajah Orang Bati) Enam setan penunggu yang lain sudah dihabisi.

Orang Bati semakin terkejut dengan perkataan Radja. Buta dan tak bisa bergerak, kondisi Orang Bati sangat mengenaskan. Dengan sisa tenaganya, dia merangkak ke arah cermin.

[ORANG BATI] Itu tidak mungkin terjadi!! Yang Mulia Larana!! Yang Mulia Larana!! Tolong aku!!

Orang Bati merangkak pelan diikuti Radja dari belakang. Radja menusuk punggung Orang Bati menembus jantung dan memelintirnya.

Orang Bati berteriak keras, meronta sesaat, kemudian tak bergerak sama sekali. Sama seperti setan-setan sebelumnya, tubuh Orang Bati musnah menjadi debu hitam.

Pesan dengan pola garis dan titik terlihat dari antara debu hitam tersebut. Radja mencatat kemudian melakukan hal yang biasa ia lakukan pada kamar-kamar yang sudah tak ada penunggunya.

Radja mengukir pesan di dinding. ’Teruskan’ Radja duduk bersandar di dalam kamar-6.

[RADJA] Cepat atau lambat. Kita akan segera bertemu ’Yang Mulia Larana’ 

LOBI PENGINAPAN 2018 - 04.03 MALAM

Nadia keluar kamar. Dan, sekejap mata kemudian kondisi kamar-6 pun berubah. Tengkorak dan linggis sudah berpindah lengkap dengan pesan ’Teruskan’ yang tertulis di dinding.

[RIO] (Berjalan menaiki tangga) Oke, Ketua. Untung lu ga terluka.

[RIO] Sesuai rencana, gue selanjutnya.

Nadia terdiam sebentar memegang dagu. Rio masuk ke dalam kamar-6 mengambil linggis.

[REMY] (Setengah berteriak dari bawah) Kenapa, Ketua?

[NADIA] Tadi... Aku juga ga denger suara bisikan wanita.

Remy tampak sedikit tenang mendengar Nadia berkata seperti itu. Lina, Hayan, dan Rio yang mendengar juga hanya merespon diam.

[NADIA] (Berjalan menuju tangga) Dan juga, tadi setan yang aku lawan bilang hal aneh.

[REMY] (Memotong) Pasti ’Yang Mulia Larana’ kan?

[NADIA] Berarti kamu juga sama kek aku, Rem? Setan yang kamu lawan juga bilang begitu? (Sampai di lobi)

[REMY] (Mengangguk) Iya. Berarti memang ada yang jadi pemimpin para setan di sini.

[HAYAN] Mungkin sebentar lagi kita bakal ketemu sama ’Yang Mulia Larana’ itu. Jika semua rencana kita berjalan lancar.

[NADIA] (Berjongkok menghampiri Lina) Luka kamu gimana, Lin?

Lina memperlihatkan lukanya. Luka sobekannya menghitam. Warna hitam tersebut tampak merambat perlahan ke sekujur kaki dan betis.

[LINA] (Menahan sakit) Sepertinya makin parah. Hayan dan Remy yang melihat juga terkejut dengan kondisi luka Lina.

[NADIA] (Menggigit bibir dengan kecemasan) Sial! Kita harus segera ngalahin setan-setan di sini. Dan ngebawa Lina ke rumah sakit.

[RIO] (Setengah berteriak dari lantai dua) Bertahan dikit lagi, Lin! Setannya tinggal sisa tiga ekor! Ini pasti bakal cepet!

Rio sudah berdiri di depan kamar-7 yang masih di lantai dua dan menggenggam linggis. Lina mengacungkan jempol ke arah Rio. Lina percaya dengan ucapan temannya.

[LINA] (Melihat Nadia) Ketua. Begitu kita keluar dari sini, kamu harus datang dan berbicara ke kedua orang tuamu.

[LINA] Kalo Ketua dan kita aja bisa ngelawan setan-setan di sini. Masa Ketua ga bisa ngadapin orang tua Ketua. (Tertawa)

Nadia tertawa mendengar ucapan Lina. Hayan dan Remy juga ikutan tertawa. Rio yang mendengar dari atas juga tersenyum.

[RIO] Oke! Saatnya beraksi! Gue datang setan bajingan!

Rio membuka pintu kamar-7 dan masuk ke dalam. Kemudian pintu terkunci.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar