DILATASI
3. Pria Misterius

KANTOR KEPALA DESA 2018 - PAGI HARI

[HAYAN] (Langsung bersemangat) Gimana, Pak? Gimana?

[KEPALA DESA] Waktu awal-awal pembangunan ulang desa, banyak barang dan hal yang dibutuhkan untuk proses itu.

[KEPALA DESA] Sehingga ayah saya dan beberapa warga dulu berniat ngambil barang-barang dari desa lama yang sekiranya masih bisa dipakai ulang.

[KEPALA DESA] Entah itu perabotan, perkakas, bahan bangunan, dan macam-macam. Dan, setelah berdiskusi panjang akhirnya mereka pun pergi ke desa lama.

[HAYAN] Terus, Pak?

[KEPALA DESA] Biar saya kasih tahu gambaran lokasi desa lama. Di daerah ini, hanya ada satu jalan yang menuju gunung tersebut. Tak ada jalan lain selain jalan itu. (Menunjuk jalanan yang terlihat dari kantor kepala desa)

[KEPALA DESA] Tepat setelah mengitari gunung akan ada percabangan jalan. Satu-satunya percabangan jalan. Percabangan jalan itulah jalan masuk menuju desa lama.

[KEPALA DESA] Saat mereka sampai di lokasi yang seharusnya jalan masuk desa lama. Percabangan jalan itu lenyap. Seolah tak pernah ada.

[HAYAN] Maksudnya ada yang menghalangi penglihatan mereka gitu, Pak? Sehingga mereka ga bisa lihat jalan masuk itu?

[KEPALA DESA] Bukan. Beneran hilang. Lokasi percabangan jalan, gapura jalan masuk, pemandangan desa yang bisa dilihat dari atas. Semua hilang. Seolah tak pernah ada.

[KEPALA DESA] Ayah saya dan warga desa yang lama pun kaget. Heran mengapa bisa terjadi. Berkali-kali mereka memeriksa, desa dulu seakan hilang tanpa jejak. Seperti ditelan bumi.

[KEPALA DESA] Karena itulah warga desa yang lama memutuskan untuk tak pernah menyinggung hal ini lagi. Kalaupun ditanya, ayah saya dan para warga yang lama hanya akan mengalihkan pembicaraan dan tak pernah menceritakan dengan lengkap.

[HAYAN] Terus? Di mana bagian serunya, Pak?

Keempat temannya melihat Hayan lagi. Hayan terlalu kepo.

[KEPALA DESA] Mulai dari sini bagian menariknya. 15 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 18 Januari tahun 2003. Muncul seseorang yang mencari lokasi desa lama.

[HAYAN] (Mulai tertarik) Seseorang? Seseorang yang kek gimana, Pak?

[KEPALA DESA] Pria tua, sekitaran umur 50an. Mungkin sudah 60. Itu 15 tahun yang lalu, kalau sekarang berarti sudah 70 tahun-an.

[HAYAN] Dari umurnya berarti pria tua itu bisa jadi warga desa yang lama ya, Pak?

[KEPALA DESA] Ya. Tapi, kami tak tahu pasti. Karena ayah saya dan sisa-sisa warga desa lama sudah meninggal. Jadi kami tak bisa memastikan.

[KEPALA DESA] Pria tua itu tak pernah memberi tahu tujuannya mencari lokasi desa lama. Dia hanya berkata harus menemukan desa lama apapun yang terjadi.

[KEPALA DESA] Namun, sama seperti yang lain. Pria tua ini tak pernah menemukan lokasi desa lama. Ketika sampai di lokasi yang seharusnya, desa lama memang hilang tanpa jejak.

[HAYAN] Dari mana Bapak tahu kalo pria tua itu tak pernah menemukan desa lama?

[KEPALA DESA] Karena beberapa kali saya dan warga desa menemani pria tua ini mencari desa lama. Ada fotonya. Ketika kami berada di lokasi yang menjadi pintu masuk desa lama.

Kepala Desa mengambil berkas-berkas dari rak lemari. Tampak beberapa tumpukan kertas dan foto ditunjukkan Kepala Desa.

[KEPALA DESA] Saya, tujuh warga desa, dan pria tua ini. (Menunjuk pria tua)

Kelompok pun mendekat untuk melihat foto yang ditunjukkan Kepala Desa. Nadia, Hayan, Rio, Remy, dan Lina tampak kaget dan bingung mendengar perkataan Kepala Desa saat menunjuk posisi pria tua.

Kebingungan mereka tampak sirna saat Hayan bertanya soal berkas-berkas yang menyertai foto tersebut.

[HAYAN] Berkas-berkas ini maksudnya apa, Pak? Banyak tanggal di sini. Pria tua itu rutin datang ke sini?

[KEPALA DESA] Ini catatan waktu, tanggal, dan kegiatan pria tua tersebut datang ke sini. Karena pihak desa ingin mengetahui semua kegiatan pria tua ini.

[KEPALA DESA] Takutnya pria tua ini hanya berkedok mencari desa lama. Dan, melakukan tindakan kriminal yang tidak kita tahu.

[KEPALA DESA] Rutin sih tidak. Bisa kamu lihat sendiri semua tanggalnya sangat acak. Kami sendiri tidak bisa memprediksi kapan pria tua ini akan datang selanjutnya.

Hayan melihat berkas-berkas tersebut. Tanggal yang tertera sangat acak.

18/Jan/2003; 11/Agt/2003; 31/Jan/2008; 11/Mar/2008; 13/Okt/2008; 31/Okt/2008; 08/Mar/2011; 03/Agt/2011; 08/Jan/2013; 01/Agt/2013; dan 03/Jan/2018.

Hayan melihat HPnya. Tanggal sekarang adalah 28/Feb/2018.

[HAYAN] Berarti tahun ini pria tua ini juga datang ke sini. Tepat sebelum kegiatan kami dimulai. Bapak dan warga ikut lagi dengan pria tua kali ini?

[KEPALA DESA] Tidak. Selama kami menemani pria tua itu, dia tak pernah melakukan hal aneh. Tujuannya memang cuman mencari lokasi desa yang dulu. Selama menemani dia juga, kami tak pernah menemukan desa yang lama.

[KEPALA DESA] Karena hal tersebut, kali ini saya dan para warga tak ikut bersama pria tua itu. Dan, seperti yang diduga setelah seharian berkeliling di daerah gunung. Pria tua itu kembali ke sini tanpa pernah menemukan desa lama.

Hayan mencatat tanggal-tanggal tersebut di catatan kecilnya. Lalu, berdiri dan menghadap ke jendela melihat gunung.

[HAYAN] Kalo gitu. Kami boleh kan ngelihat ke lokasi desa yang lama, Pak?

Tanpa menunggu respon dari Kepala Desa. Rio, Remy, dan Lina langsung meraih Hayan.

[RIO] (Berbisik) Eh, bajingan. Lu ngomong apa barusan? Lu mau gue pukul?

[REMY] (Berbisik juga) Kutil anjing! Kalo pengen nge-freak jangan ajak-ajak, babi!

[LINA] (Berbisik juga) Kan udah dibilangin tadi. Desanya ga bisa ditemukan lagi. Udah ilang ditelan bumi. Bertahun-tahun dicari pun hasilnya nihil. Ga usah kepo lebih lanjut, deh.

Nadia yang masih duduk melihat-lihat berkas tersebut. Nadia tampak penasaran. Kepala Desa hanya tertawa melihat tingkah laku mereka.

[KEPALA DESA] Saya sih tidak terlalu menyarankan. Jarak dari sini ke balik gunung cukup jauh. Kalo naik mobil pun bisa sampai 6 jam. Terus banyak hutan dan hewan liar.

[REMY] Tuh! Kepala Desa juga ga nyaranin. Lagian ini hari terakhir kita di desa. Mending kita ngabisin waktu di desa ini aja.

[RIO] Kalo ketua ga bilang apa-apa, gue ga bakal ikut-ikutan. Mending lu sendiri yang ke sana, Yan.

[LINA] Setuju. Kalo ketua ga ikut, gue juga ga ikut. Iya kan, ketua? Ga usah pergi ke sana, kan?

Nadia yang dari tadi melihat-lihat berkas dan foto, terdiam. Kemudian melihat anggota kelompoknya.

[NADIA] (Menarik nafas) Sejujurnya. Aku juga penasaran.

Rio, Remy, dan Lina pun ber-’yaahhhh’ ria. Hayan tersenyum sangat puas mendengar Nadia.

[HAYAN] Ketua memang ketua yang terbaik. Aku suka kamu Ketua.

Kepala Desa tertawa lagi melihat kelompok tersebut. Raut wajah Rio, Remy, dan Lina berubah drastis. Mereka bertiga tampak tak ada semangat sama sekali.

[KEPALA DESA] Kalau begitu, saya sarankan bawa makanan. Karena perjalanan kalian nanti cukup melelahkan.

[KEPALA DESA] Walaupun di daerah gunung, masih ada sinyal di sana. Kalian tahu nomor saya kan? Hubungi saja kalo misal mobil kalian mogok atau ada apa-apa.

Saat itu masih jam 11 pagi. Berdasarkan deskripsi Kepala Desa, perkiraan mereka sampai sekitar jam 5 sore.

Kelompok bersiap-siap untuk pergi. Mereka membawa makanan yang sekiranya cukup jika mereka sampai malam. Rio, Remy, dan Hayan akan bergantian menyetir tiap 2 jam.

[KEPALA DESA] Yakin ga mau bawa foto ini? Nanti kalian ga bakal kelewatan tandanya kan? (Menunjukkan foto yang tadi)

[HAYAN] Ga usah, Pak. Terima kasih. Saya sudah ingat gambarnya, kok.

Keempat yang lain kali ini mengangguk setuju dengan Hayan.

[KEPALA DESA] Hati-hati, kalau begitu. Jangan sungkan-sungkan hubungi kalo ada masalah, ya.

[HAYAN] Siap, Pak.

Mereka pun berangkat menuju ke lokasi desa lama yang hilang tersebut.

DALAM MOBIL RIO - SIANG HARI

Hayan mendapat giliran menyetir pertama. Atmosfer di dalam mobil terasa berat. Lalu, Nadia pun membuka pembicaraan.

[NADIA] Kalian ngerasa ada yang aneh sama foto yang ditunjukin sama Kepala Desa tadi?

Atmosfer pun langsung berubah seketika. Hayan, Rio, Remy, dan Lina menunjukan ekspresi setuju seperti ada yang aneh dengan foto tadi.

[LINA] Jangan-jangan, ketua juga gitu?

[RIO] Gue pikir cuman gue. Lu gimana, Rem?

[REMY] Sama. Gue kirain cuman gue. Berarti, lu juga Yan?

[HAYAN] Iya. Iya. Gue juga. Gue kirain salah lihat. Kalo kalian semua juga ngerasa kek gitu, berarti ada yang salah sama foto itu ato Kepala Desa berbohong sama kita.

[NADIA] Kalo berbohong, keknya ga mungkin. Kita sudah sebulan lebih sama Kepala Desa. Kalian juga pasti tahu beliau gimana. Walaupun agak sengklek, menurutku beliau bukan tipe pembohong.

[RIO] Berarti, memang ada sesuatu. Kepala Desa bilang di foto itu ada beliau, tujuh orang warga desa dan pria tua yang diceritain.

[LINA] Total orang di foto itu harusnya sembilan orang.

[REMY] Tapi, yang gue lihat di foto tadi cuman ada delapan orang.

[HAYAN] Terus pas Kepala Desa nunjukin pria tua, yang gue lihat cuman beliau nunjukin space kosong.

Atmosfer di dalam mobil berubah menjadi atmosfer seram. Tak ada lagi yang melanjutkan pembicaraan lagi.

Remy yang duduk di belakang mengambil HPnya dan mulai bermain gamenya. Nadia melihat pemandangan sekitar. Lina membuka media sosialnya dan melihat-lihat timeline. Rio yang duduk di bangku depan menyetel musik.

Remy yang bermain game tampak berisik dengan umpatan-umpatan yang biasa dilontarkan saat bermain. Lina tampak asik berinteraksi di media sosial. Nadia tampak tertidur. Rio dan Hayan hanya fokus melihat jalan.

Keheningan pun pecah saat Remy berteriak keras karena bermain game.

[REMY] (Berteriak sangat keras) Woi, kont*l! Makan tuh, anjing! Gimana rasanya di-comeback! Anjing! Comeback-nya epic, man!

Semua yang di dalam mobil kaget bahkan Nadia yang tertidur pun langsung terbangun karena teriakan Remy.

[HAYAN] Oalah, tempik! Bikin kaget orang, jancuk!

[LINA] Santai, woi! Kuping gue pengang gara-gara teriakan lu, tahu!

[RIO] Rem. Santai. Jangan emosi. Itu cuman game.

[REMY] (Setengah berteriak) Ini tadi tim gue mau kalah, man. Gara-gara gue makanya bisa menang. Dasar tim ampas! Musuhnya lebih ampas! (Tertawa)

[NADIA] Rem. Cukup. Jaga bahasamu.

[REMY] (Intonasi langsung turun) Ah, iya. Maaf, ketua. Sori kalo bikin kebangun. Ini tadi lagi seru. Momen comeback soalnya.

[HAYAN] Hajar, ketua. Hajar pake martil. Kebetulan ada martil di belakang.

[RIO] Martil? Maksud lu palu kali.

[LINA] Eh? Emang apa bedanya?

[HAYAN] Emang beda gitu?

[RIO] Jelas beda. Kalo martil, kedua sisinya pemukul. Kalo palu, satu sisinya pemukul satu sisi lagi pencungkil.

[HAYAN] Hah? Sama aja kali. Pake dibeda-bedain segala.

[RIO] Beda, njing. Coba lu lihat aja hewan. Yang ada kan hiu kepala martil. Bukan hiu kepala palu.

Lina, Hayan, dan Remy ber-’oohhh’ ria.

[RIO] Mulai dari sekarang kalian harus berhati-hati kalo mau bilang palu ato martil, oke.

[HAYAN] Oiya. Bener juga lu. Terus, kalo kedua sisinya pencungkil disebut apa dong?

[NADIA] Kalo itu linggis.

Rio, Hayan, dan Lina tertawa. Remy hanya melihat mereka dengan ekspresi aneh.

[REMY] Humor lu semua receh.

[LINA] Colokin powerbank gue, dong. Hampir abis, nih. (Mengeluarkan powerbank beserta kabel cas)

[RIO] (Menyolok powerbank ke adaptor) Ingat-ingat, ya. Kalo lu nge-cas powerbank. Pokoknya jangan lupa dicabut.

[LINA] Emang kenapa?

[RIO] Gue pernah baca berita soal kebakaran mobil karena powerbank yang lupa dicabut dan dibiarin di dalam mobil. Gue waspada aja.

[LINA] Eh? Emang bisa sampe kebakaran gitu? Bener ga tuh ketua?

[NADIA] Iya. Jika arus daya dari powerbank lebih besar dari arus daya aki mobil, maka bisa menyebabkan kebakaran. Tapi, kemungkinannya kecil. Jadi jangan khawatir.

[RIO] Walaupun begitu ada baiknya jaga-jaga.

Perjalanan mereka sudah hampir sampai di tempat tujuan. Kali ini Rio yang menyetir. Selama di perjalanan, banyak hutan yang rimbun di sisi kiri-kanan jalan. Monyet liar pun tampak masih berkeliaran di jalan tersebut.

Mereka sudah sampai di lokasi yang menjadi jalan masuk menuju desa lama. Di lokasi tersebut akan ada percabangan jalan yang selama ini hilang. Mobil pun berhenti dan Hayan segera melompat keluar dari mobil.

[RIO] (Ekspresi tidak percaya) Seriusan, nih? Gue ga salah lihat, kan? Ketua?

[NADIA] Ga. Kamu ga salah lihat. Jalan masuk ke desa lama ada di depan mata kita.

[HAYAN] (Berteriak dari luar) Ada jalannya, guys! Kita beruntung! Ayo cepetan kita ke desa itu!

[REMY] Kata Kepala Desa, selama 40 tahun percabangan jalan ini hilang kan? Kepala Desa ga mungkin bohong kan? Kok bisa sekarang ada di sini?

[LINA] Perasaan gue ga enak, nih. Ga usah masuk ke dalam deh. Ketua. Balik yuk.

Ada keinginan yang muncul di diri Nadia. Keinginan untuk melihat desa lama tersebut.

[HAYAN] (Berteriak) Ketua! Please! Kita lihat bentar aja!

Rio, Remy, dan Lina melihat ke arah Nadia. Tatapan mereka seakan memohon agar jangan masuk ke sana. Tapi, keinginan Nadia tak bisa dibendung.

[NADIA] Kita udah sampe di sini. Akan sia-sia kalo kita ga masuk. Ayo, masuk ke dalam.

Rio, Remy, dan Lina hanya bisa pasrah dan ngikut ketua mereka. Sedang, Hayan kegirangan dengan hal tersebut.

Entah kebetulan atau takdir. Kelompok menemukan jalan masuk yang seharusnya hilang ditelan bumi. Jalan masuk yang bertahun-tahun hilang. Hayan masuk lagi ke mobil.

Dan, mereka pun masuk menuju desa tersebut.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar