DILATASI
15. Pengecut

LOBI PENGINAPAN 2018 - 04.22 MALAM

Dari kamar yang tiba-tiba terbuka tersebut, sosok wanita duduk menghadap mereka berlima.

[REMY] (Berlari turun ke lobi) Kenapa lagi ini, njing!?

Mereka berlima melihat ada kamar yang terbuka di lantai satu.

[HAYAN] Kamarnya kebuka? (Melihat ke arah kamar-8)

[RIO] (Mencoba duduk sambil menahan pundak) Apa kita disuruh masuk ke sana?

[LINA] Sepertinya para setan yang tersisa sudah sadar sama kondisi yang lagi terjadi.

Nadia, Hayan, Lina, Remy, dan Rio melihat ke arah kamar yang terbuka itu. Dari dalam kamar itu, terlihat jelas sosok wanita sedang duduk menghadap mereka.

[NADIA] Ada orang di dalam? (Berjalan mendekat)

[REMY] Itu bukan orang, Ketua. Itu setan penunggu kamar.

Nadia menyorotkan senter ke arah kamar-8. Sosok tersebut terlihat jelas. Seorang wanita cantik sedang duduk di atas kasur menghadap mereka sembari tersenyum.

Wanita tersebut mengenakan pakaian adat jawa lengkap dengan sanggul dan nuansa hijau emerald.

[LARANA] Salam kenal, cah ayu dan cah bagus. Namaku Larana.

Kelompok pun kaget. Tak disangka Larana langsung menampakkan diri.

[NADIA] Kau Larana? Pemimpin setan-setan di sini? (Masih menjaga jarak)

[LARANA] Pemimpin? Tidak. Tidak. Derajatku tidaklah setinggi itu. Setan-setan yang kamu bilang, mereka semua anakku. Aku adalah ibu mereka.

Larana melihat kelima pemuda-pemudi itu, kemudian lanjut berbicara.

[LARANA] Ketika manusia di sebelah sana masuk pertama kali ke dalam sini. Aku memberinya kepada salah satu anakku, Nara, sebagai tumbal.

[LARANA] Namun, dia menghabisi Nara. Dan, akhirnya aku memutuskan untuk mengabaikannya hingga mati kelaparan.

[LARANA] Kemudian, aku juga khawatir kepada anak-anakku yang lain. Karena manusia sialan itu membawa semua warga desa pergi, aku cemas nanti anak-anakku tidak dapat tumbal.

[LARANA] Begitu kalian tiba di sini. Aku sangat senang karena akhirnya ada tumbal untuk anak-anakku.

[LARANA] Diriku sangat senang akhirnya ada tumbal untuk anak-anakku. Namun, kalian juga sama seperti manusia di sebelah sana.

[LARANA] Kalian menghabisi anak-anakku tersayang. Sarati dan Akri. Aku pun geram dengan hal itu memutuskan untuk melempar keluar manusia di sebelah sana.

[LARANA] Dan berniat untuk membiarkan kalian mati kelaparan di sini. Tapi, kalian para manusia memang menjengkelkan.

[LARANA] Entah bagaimana, manusia di sebelah sana bisa masuk lagi ke dalam sini. Lalu, kalian menghabisi anak-anakku yang lain.

Cerita Larana mengkonfirmasi bahwa memang penginapan ini terhubung ke masa lalu. Kejadian yang terjadi di masa sekarang dan masa lalu saling bertautan.

[LARANA] Marto, Kanawa, Merama, Adrie, dan Gadu. Kalian membunuh anak-anakku tersayang. Kalian para manusia memang menjengkelkan!

Kelompok merasakan atmosfer yang sangat berat. Saking beratnya serasa ingin muntah.

[LARANA] Aku sudah tidak tahan lagi! Aku akan membunuh kalian semua dengan tanganku sendiri!

Nadia, Lina, Hayan, Remy, dan Rio tampak kaget dengan seruan Larana. Kelompok serasa membatu. Atmosfer semakin berat.

[LARANA] Sebelum itu, aku ingin menanyakan satu hal pada kalian.

[LARANA] Bagaimana caranya kalian menemukan desa ini?

Nadia, Lina, Hayan, Remy, dan Rio bingung mendengar hal tersebut. Awalnya mereka berpikir bahwa desa ini sengaja dibuka untuk menjebak mereka.

[LARANA] Desa ini telah kusembunyikan dengan pelindung mistis. Tak ada satupun manusia yang bisa melihat, menyentuh, dan mendatangi desa ini.

Tak ada yang menjawab karena memang mereka tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi. Lalu, Nadia dengan berani menjawab.

[NADIA] (Berjalan mendekat) Entahlah. Tapi, jika ada satu hal yang bisa kupastikan di sini. Mungkin kami datang memang untuk menghabisimu. (Menatap serius)

Atmosfer berat yang tercipta memang dimaksudkan membuat mereka putus asa. Namun, Nadia tidak mau terjatuh lagi dalam keputusasaan.

Ikatan keluarga yang ia dan keempat temannya sudah rangkai tidak membuat Nadia putus asa. Hayan, Lina, Remy dan Rio yang mendengar ucapan Nadia pun kembali ke diri mereka sendiri. Tidak lagi terpengaruh atmosfer berat yang diberikan Larana.

Larana tampak bergeming.

[LARANA] (Tersenyum getir) Oh. Berani juga kamu, cah ayu.

Larana dan Nadia saling bertatapan. Kedua mata mereka bertemu, kemudian Larana merasakan dan mengingat sesuatu dari tatapan Nadia.

[LARANA] Tatapan itu... Mungkinkah...

Larana mengalihkan tatapannya ke empat orang yang lain. Hayan, Lina, Remy, dan Rio tidak mengalihkan pandangan saat ditatap Larana. Malah, mereka balas menatap.

[LARANA] (Tertawa) Jadi begitu rupanya. Begitu rupanya! Aku sekarang paham! Aku sekarang mengerti mengapa kalian bisa menembus pelindung mistis itu!

Nadia, Lina, Hayan, Remy, dan Rio tampak bingung.

[LARANA] Kalian berlima ternyata sama dengan manusia di sebelah sana. (Tertawa)

[LARANA] Tatapan kalian adalah tatapan dari manusia yang paling kubenci. Tatapan dari seorang wanita yang dulu menyegelku.

[LARANA] Sungguh suatu kebetulan yang luar biasa. Aku akhirnya bisa membalaskan dendamku!

Atmosfer berat kembali terasa. Larana benar-benar serius.

[NADIA] (Nada serius) Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Aku juga tak tahu dendam apa yang kau miliki.

[NADIA] Tapi, kami akan keluar dari sini. Kami pasti keluar dari sini.

[LARANA] (Tersenyum kemudian tertawa) Aku suka dengan semangatmu, cah ayu.

[LARANA] Semangat seorang manusia yang masih polos. Seorang manusia yang belum mengenal keputusasaan.

[LARANA] Dan, terlebih lagi sepertinya aku menyukaimu, cah ayu. (Menjilat bibir)

Nadia melihat Larana menjilat bibir. Lidah Larana hitam dan bercabang seperti lidah ular.

[LARANA] Desa dan penginapan ini pun tercipta karena manusia-manusia sepertimu, cah ayu.

[LARANA] Dulu, para warga desa ini sangat percaya dengan kemampuan dan kesuburan tanah desa ini.

[LARANA] Tanpa lelah mereka bekerja. Bertani, berternak, berladang, atau berkebun. Mereka lakukan untuk membangun desa.

[LARANA] Mereka tidak tahu bahwa tanah ini adalah wilayah kekuasaanku.

[LARANA] Sehingga, tak peduli seberapa keras mereka bekerja. Tak peduli seberapa keras mereka berusaha. Mereka semua takkan mendapat hasil yang mereka inginkan.

[LARANA] Karena aku yang membuatnya seperti itu. (Tertawa puas)

Kelompok kaget dengan cerita Larana. Terutama Nadia. Nadia tampak menggertakkan gigi dan dikuasai kemarahan.

[LARANA] Aku mematikan benih yang mereka tuai. Aku melayukan sayur dan buah yang mereka tanam. Aku menjangkiti ternak mereka dengan penyakit. Dan, aku menggersangkan tanah mereka.

[LARANA] Mereka semua akhirnya menyerah. Mereka semua putus asa. Sungguh membuatku kegirangan.

[LARANA] Akhirnya, dengan sedikit godaan. Para manusia di desa ini meminta bantuanku. Tak ada pilihan bagi mereka selain meminta bantuanku.

[LARANA] Mereka melakukan ritual yang membebaskanku dari segel wanita itu.

[LARANA] Dan, aku pun kembali menyuburkan tanah mereka. Benih tanaman, sayur-sayuran, buah-buahan, ternak, semua yang mereka butuhkan aku sediakan.

[LARANA] Sebagai balasan, aku meminta tumbal kepada mereka. Jika tidak aku akan menggersangkan tanah dan membunuh semua warga desa.

[LARANA] Warga desa ini adalah wujud manusia yang sudah benar-benar jatuh dalam jurang keputusasaan. Dan, aku sangat menyukai hal tersebut.

[LARANA] Mereka tak ingin menumbalkan sesama mereka. Namun, mereka tetap ingin desa ini makmur dan sejahtera.

[LARANA] Sehingga mereka melakukan hal yang sangat mengerikan, lebih mengerikan dari yang pernah kubayangkan.

[LARANA] Mereka tahu daya tarik desa ini, mereka sadar betul akan hal tersebut. Sehingga mereka menggunakan hal tersebut untuk menarik wisatawan dan turis.

[LARANA] Mereka membangun penginapan ini untuk wisatawan dan turis yang datang berkunjung. Juga sebagai sarangku dan anak-anakku.

[LARANA] Dengan kata lain mereka menumbalkan manusia luar yang tak ada hubungannya dengan desa ini. (Tertawa)

Kelompok tampak tertegun mendengar cerita tersebut. Nadia semakin dikuasai kemarahan.

[LARANA] Aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Justru aku senang selama aku dan anak-anakku diberi tumbal. Memang mengerikan apa yang bisa dilakukan manusia jika sudah putus asa.

[LARANA] Bersamaan dengan hal itu juga, aku mengumpulkan tenaga yang sudah hilang. Tenaga yang mulai sirna karena disegel oleh wanita itu.

[LARANA] Begitu tenagaku terkumpul aku dan kedua saudaraku akan membalas dendam kepada wanita brengsek itu.

Larana terhenti. Larana mengingat kejadian saat Radja dan Sakhu datang ke desa.

[LARANA] (Geram dan kesal) Seharusnya begitu! itulah yang seharusnya terjadi! Hingga dua orang manusia itu datang!

[LARANA] Mereka berdua memporak-porandakan rencanaku. Mereka berdua menghancurkan desa ini, bahkan mereka berdua membawa pergi seluruh warga desa.

[LARANA] Terlebih lagi, satu di antara mereka tetap tinggal untuk menghabisi kami semua.

[LARANA] Kemudian, kalian datang dan membantu manusia di sebelah sana. Jika saja kekuatanku sudah pulih, aku akan dengan mudah menyingkirkan kalian semua.

[NADIA] Jadi itu alasanmu membuka kamar satu per satu?

Larana berhenti dan melihat Nadia. Nadia mulai mengerti mengapa kamar dibuka satu persatu. Dan, alasan Larana muncul sekarang.

[NADIA] (Nada mengintimidasi) Kau bilang mereka anak-anakmu. Tidak. Mereka hanya alat yang kau gunakan sesuka hatimu.

[NADIA] Kau benar-benar memanfaatkan setan yang kau sebut anak-anakmu, seperti kau memanfaatkan warga desa ini.

[NADIA] Kau sengaja tidak memberi tahu keadaan di sini pada mereka. Kau sengaja membukakan pintu satu persatu. Dan, berkata bahwa yang datang adalah tumbal.

[NADIA] Kau sengaja memberikan mereka untuk dihabisi. Agar kekuatan yang sudah terkumpul tidak terbagi ke setan-setan yang lain.

[NADIA] Dengan demikian, jika setan mati satu persatu. Maka kekuatan yang tersimpan pun secara otomatis akan mengalir padamu.

[NADIA] Karena itulah kau baru muncul sekarang. Kekuatan yang sudah terkumpul sudah tidak akan terbagi lagi.

[NADIA] Kekuatan yang kau kumpulkan selama ini sekarang benar-benar milikmu saja. Tak perlu dibagi ke setan-setan yang lain.

[NADIA] Dengan kekuatan yang sepenuhnya milikmu, kau muncul di hadapan kami. Kau berusaha mengintimidasi kami. Kau berusaha membuat kami putus asa.

Larana bergeming. Nadia tepat sasaran. Tak disangka ada manusia secerdas Nadia yang mampu menebak dengan benar semua niat Larana.

[NADIA] (Berjalan mendekat ke kamar-8) Tapi, sayang sekali. Rencanamu tidak akan berjalan mulus.

[NADIA] Seperti yang sudah kubilang. Kami pasti keluar dari sini.

[NADIA] (Di depan kamar-8) Karena sebenarnya kau hanyalah pengecut rendahan yang memanfaatkan keadaan! (Menunjuk Larana)

Larana mengangkat telapak tangannya lalu menghempaskannya ke arah Nadia. Nadia terpental ke belakang. Hayan dan Remy segera menangkap Nadia.

Pintu kamar-8 kembali tertutup. Di lantai dua, kamar-9 terbuka.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar