DILATASI
14. Full Circle

LOBI PENGINAPAN 2018 - 04.04 MALAM

Rio sudah masuk ke dalam kamar dan terkunci. Nadia, Lina, Remy, dan Hayan yang berada di lobi kemudian berdiskusi.

[HAYAN] (Melihat catatan dan panik) Ah! Sial! Gue salah perhitungan!

Nadia, Lina, dan Remy juga ikutan panik mendengar ucapan Hayan.

[REMY] Hah!? Salah gimana maksud lu, Yan?

[HAYAN] Tanggal hari ini kalo dibikin angka ’01032018’. Total ada delapan angka.

[HAYAN] Gue baru sadar kalo setan yang tersisa cuman tujuh. Dan sekarang, kita sudah di angka yang ke lima.

[LINA] Jadi, gimana nih? Mustahil kita ngulang lagi.

[LINA] Rio juga udah masuk ke dalam kamar. Apa kita ukir semuanya sekaligus di dua setan terakhir?

[REMY] Gila, mana bisa! Ngukir pesan satu angka aja susahnya setengah mati.

[NADIA] Kalo gitu kita hapus aja satu angka nol.

Hayan, Remy, dan Lina melihat dengan tatapan bingung tak mengerti maksud Nadia.

[NADIA] Sekarang angka-angka apa saja yang sudah berhasil dikirim? Terus Rio bakal ngukir angka yang mana?

[HAYAN] (Melihat catatan) Angka-angka yang sudah berhasil diukir, angka ’0’ dan ’1’ dari tanggal satu. Terus ’0’ dan ’3’ dari bulan Maret.

[HAYAN] Sekarang Rio bawa angka ’2’ dari tahun ’2018’.

[NADIA] Kita hapus angka ’0’ dari 2018. Langsung skip ke angka ’1’ sama ’8’.

[NADIA] Berarti nanti aku bakal ukir angka ’1’ dan Remy ngukir angka ’8’.

[NADIA] Rem, kita berdua ganti pesan angka kita.

[HAYAN] Maaf, ketua. Gue ceroboh.

Nadia dan Remy segera melihat bagaimana angka-angka tersebut dalam kode morse dibantu Hayan. Lalu, Lina tampak mengeri sesuatu.

[LINA] Ah! Kalo gitu ini semua masuk akal!

[REMY] Apanya? (Bingung)

[LINA] Karena kecerobohan kita ini. Tengkorak itu, ah, bukan. Pria tua misterius itu datang pada tanggal-tanggal random itu.

[LINA] Kurangnya satu angka bakal ngebuat banyak kombinasi yang tercipta. Pria tua itu mencoba semua kemungkinan yang bisa dibentuk dari angka-angka yang kita kirim.

[NADIA] (Langsung paham) Ah! Benar juga! Kalo gitu semuanya jadi nyambung!

Rangkaian pesan yang seharusnya dikirim adalah ’01032018’. Kecerobohan Hayan menyebabkan pesan yang terkirim akan menjadi ’0103218’.

Angka-angka tersebut akan membentuk banyak kombinasi, yang merupakan tanggal-tanggal kedatangan peria tua misterius itu:

1812003 (18/Jan/2003), 1182003 (11/Agt/2003), 3112008 (31/Jan/2008), 1132008 (11/Maret/2008), 13102008 (13/Okt/2008), 31102008 (31/Okt/2008), 832011 (8/Mar/2011), 382011 (3/Agt/2011), 812013 (8/Jan/2013), 182013 (1/Agt/2013), 312018 (3/Jan/2018).

Hayan dan Remy juga langsung paham. It’s full circle.

DI DALAM KAMAR-7 2018 - 04.04 MALAM

Rio menyorotkan senter ke arah cermin. Karena sudah kedua kalinya Rio menghadapi setan, ia tahu harus menyorot ke mana.

Rio bersiap dengan setan yang akan datang dari arah cermin. Begitu senter diarahkan ke cermin, di samping cermin sudah ada sosok putih panjang berdiri di disana.

Rio agak kaget, namun masih bisa mengendalikan dirinya. Rio sangat tahu setan apa yang dilihatnya. Sosok putih panjang dan berbalut kain kafan, Pocong.

Rio yang melihat Pocong sudah berdiri di samping cermin tiba-tiba tertawa geli.

[RIO] Tunggu bentar. Kan lu Pocong, ya? Tangan sama kaki lu keiket.

[RIO] Gimana caranya lu keluar dari dalam cermin?

Pocong tersebut langsung melihat ke arah Rio.

[RIO] (Tak kuasa menahan tawa) Anying! Satu-satunya yang kebayang di kepala gue. Lu ngesot kek ulat daun, merayap keluar cermin.

[RIO] Jatuh letoy ke bawah. Terus ngegeliat-geliat gitu buat berdiri.

Rio tertawa terbahak-bahak. Pocong tampak geram. Dalam sekejap mata, Pocong berpindah posisi. Tepat di depan Rio.

Rio tertegun melihat hal tersebut tak sempat bereaksi. Wajah Pocong tepat di depan wajah Rio. Mata yang terselip tanah, belatung yang keluar dari hidung, bibir biru, dan wajah putih pasi.

Dari celah tengah kain kafan Pocong, keluar tangan dan mencekik Rio. Rio kaget karena tak menyangka Pocong bisa melakukan hal itu.

Pocong mencekik dan mengangkat Rio hingga kakinya melayang.

[POCONG] Apa kau bisa tertawa sekarang, manusia?

Rio segera mengayunkan linggis dan menghajar lengan Pocong. Hantaman linggis membuat lengan Pocong tersebut patah dan melepaskan Rio.

[POCONG] (Kesakitan dan memasukkan tangan) Apa ini!? Linggis apa itu!?

Rio memegang lehernya dan berdiri sempoyongan berusaha mencari keseimbangan.

[POCONG] (Melihat ke arah linggis) Linggis itu? Mungkinkah? Yang Mulia Larana tahu ini?

[RIO] (Mengarahkan linggis) Siapa itu Larana? Sepertinya itu pemimpinmu, hah!?

[POCONG] Manusia rendahan sepertimu tak perlu tahu siapa Yang Mulia Larana!

Lagi, dalam sekejap mata Pocong sudah berada di belakang Rio. Tangannya yang lain keluar dari celah kain kafan.

Tangan Pocong tersebut meraih tangan kanan Rio yang memegang linggis. Rio yang kaget segera bereaksi, namun Pocong terlebih dahulu memelintir lengan Rio.

Linggis terlepas dan terjatuh. Suara tulang pun terdengar dari lengan Rio. Pocong memelintir lengan Rio hingga pundaknya dislokasi.

Rio terjatuh juga menahan pundak kanannya sambil mengerang kesakitan.

[POCONG] Siapa yang tertawa sekarang, manusia?

[POCONG] Manusia rendahan seperti kau hanya ditakdirkan untuk menjadi tumbal.

[POCONG] Seharusnya kau berterima kasih karena layak menjadi tumbal. Yang Mulia Larana telah memberi desa ini banyak sumber daya, menyejahterakan warga di sini, dan membuat desa ini makmur.

[POCONG] Maka adil jika Yang Mulia Larana meminta tumbal. Dan, karena kebaikan hati Yang Mulia Larana, kau di sini akan menjadi tumbal untukku.

[POCONG] Tapi, sebelum itu. Ceritakan dulu darimana kau mendapat linggis itu?

[RIO] (Menahan sakit) Tidak hari ini, Pocong sialan!

Rio menendang kaki Pocong. Pocong tersebut jatuh seperti pohon tumbang. Dari celah kain kafan tangan Pocong muncul dan menahan jatuhnya.

Dengan sekali dorongan, Pocong kembali berdiri tegap lagi.

[POCONG] Percuma, manusia. Sekarang beri tahu dari mana, ka--- (Terpotong)

Rio menusuk kaki Pocong dengan linggis yang sudah digapai dengan tangan kirinya. Linggis menembus hingga tulang kering Pocong.

Suara desisan terdengar dari tusukan tersebut. Pocong kini benar-benar terjatuh. Rio berdiri, berusaha tidak memerdulikan sakit di pundaknya. Lengan kanan Rio terjuntai ke bawah tak bisa digerakkan.

Pocong tersebut terlentang dengan wajah di atas. Rio mendekat ke arah Pocong.

[POCONG] Linggis itu!! Tidak salah lagi!! Yang Mulia Laran harus tahu ini!!

[POCONG] Aku harus memberitahu Yang Mulia Larana!!

Rio segera menusuk kaki Pocong lagi. Pocong berteriak kesakitan. Tenaganya terkuras. Rio pun memanfaatkan keadaan itu.

Sambil menahan sakit, Rio mengukir pesan di tubuh Pocong. Pocong meronta-ronta namun tak bisa menggapai Rio.

Rio selesai mengukir pesan. Pocong tersebut dengan sekuat tenaga berdiri tegap lagi. Kini wajah Rio dan Pocong saling berhadapan.

Rio dan Pocong sama-sama menunjukkan ekspresi kesakitan. Dari celah kain kafan, tangan Pocong muncul dan menarik lengan kanan Rio.

Tak kuasa menahan sakit, Rio ikut tertarik dan jatuh ke samping. Sebelum benar-benar jatuh, Rio melayangkan hantaman ke arah Pocong.

Hantaman kuat mengenai leher Pocong. Pocong juga ikut terjatuh. Suara desisan dan kepulan asap muncul dari bekas hantam Rio. Pocong berusaha menuju cermin.

[POCONG] Manusia bajingan!! Yang Mulia Larana akan datang kepadamu!! Yang Mulia akan datang dengan kemurkaan!!

Pocong merayap seperti ulat daun menuju cermin. Dan, menggeliat kiri-kanan untuk berdiri. Persis seperti bayangan awal Rio.

Rio yang melihat tertawa, namun tertahan oleh sakit di pundaknya. Pocong pun berhasil berdiri dan masuk ke dalam cermin.

Sesaat setelah itu pintu kamar-7 terbuka. Karena sakit yang teramat sangat, Rio tak dapat bergerak. Rio berteriak memanggil teman-temannya.

[RIO] (Keras sekali) Guys!! Guys!! Woi!! Bantuin gue!!

Langkah kaki langsung terdengar. Suara kaki perlahan mendekat ke arah kamar-7. Pintu terbuka, Hayan dan Remy melihat Rio terkapar di lantai.

[REMY] Anjing!! Parah!! Rio lu masih sadar?

[RIO] (Tersenyum) Well. Untungnya masih.

Hayan dan Remy langsung membopong Rio turun menuju lobi.

DI DALAM KAMAR-6 1977 - MALAM HARI

Radja beristirahat dan memejamkan mata namun tak tertidur. Derit pintu terdengar lagi.

[RADJA] (Membuka mata dan menarik nafas) Saatnya bekerja. Kalian orang-orang masa depan memang bisa diandalkan.

[RADJA] (Berdiri berjalan keluar kamar) Kalian yang dari masa depan. Kira-kira berapa tahun dari sekarang? 5 tahun? 10 tahun? ato mungkin 20 tahun?

[RADJA] Semoga umurku masih panjang untuk bertemu kalian.

Kamar-7 yang terbuka juga dilantai dua, Radja berjalan dan membuka pintu.

Di dalam kamar-7, sosok Pocong terduduk di samping cermin. Leher dan kaki Pocong tersebut mengepulkan asap dan suara desis.

[POCONG] (Terkejut melihat Radja) Masih ada manusia di sini!? Mustahil!! Tidak mungkin!! (Berusaha bergerak namun tak bisa)

[RADJA] (Mendekati Pocong) Bagi kami manusia, tidak ada yang tak mungkin. Selama tetap yakin dan tetap percaya.

[POCONG] (Terdiam) Yang Mulia Larana belum muncul!? Mengapa!?

[RADJA] (Berjongkok di depan Pocong) Dari tadi, kalian berisik sekali soal ’Yang Mulia Larana’ ini. Siapa sebenarnya dia?

[POCONG] (Tampak kaget dan bingung) Kalian!? Apa maksudmu!? Apa yang terjadi dengan saudara-saudaraku yang lain!?

Radja hanya terdiam tidak menjawab. Sikap diam Radja memberi jawaban yang jelas kepada Pocong.

[POCONG] (Ketakutan) Mustahil!! Mustahil!! Tidak mungkin!! Manusia rendahan seperti kalian tak mungkin bisa mengalahkan kami!!

[RADJA] (Mengarahkan linggis) Aku tanya sekali lagi. Siapa Larana?

[POCONG] (Berteriak histeris) Yang Mulia Larana!! Yang Mulia Larana!! Tolong aku!! Aku anakmu yang setia ini!! Yang Mulia Larana!! Yang Mulia Larana!!

[RADJA] Tampaknya percuma. Kau tidak mau menjawab.

Radja menusuk leher Pocong menggoroknya hingga lepas. Pocong terkapar ke samping. Tubuh Pocong musnah menjadi debu hitam.

Pola garis dan titik terlihat lagi di antara debu hitam tersebut. Radja mencatat dan melakukan hal yang sama ke kamar-7. Pesan yang diukir kali ini, ’Sedikit lagi’.

[RADJA] (Duduk bersandar dan melihat catatan) Aku harus berumur panjang. Aku harus bertemu kalian, orang-orang masa depan.

LOBI PENGINAPAN 2018 - 04.17 MALAM

Rio dibopong oleh Remy dan Hayan menuju lobi. Nadia segera membalut luka Rio dan membuatnya lebih nyaman.

[RIO] Terima kasih, ketua.

[NADIA] Kita harus segera menyelesaikan ini dan keluar dari sini.

Kamar-7 pun berubah seperti kamar yang sudah-sudah. Nadia melihat luka Lina semakin menghitam dan pundak Rio juga perlahan muncul warna hitam.

[HAYAN] (Melihat luka Lina dan Rio) Sepertinya luka yang diberikan para setan di sini memiliki semacam kutukan gitu. Makanya hitam kek gini. (Nada cemas)

[REMY] (Nada takut) Terus? Gimana, nih? Kita belum bisa keluar dari sini.

[NADIA] Kita terus maju. Kita sudah hampir selesai. Begitu semua pesan tersampaikan dan semua setan di sini dikalahkan, semoga lukanya membaik.

Nadia, Hayan, dan Remy merawat luka Lina dan Rio. Sekitar lima menit kemudian, Remy naik ke lantai dua mengambil linggis dan bersiap melanjutkan rencana.

[REMY] Ga boleh buang-buang waktu. Gue selanjutnya. (Bersiap membuka kamar)

Tiba-tiba, salah satu kamar di lantai satu terbuka. Remy pun terhenti. Nadia, Hayan, Lina, dan Rio yang berada di lobi juga terkejut.

[REMY] (Berlari turun ke lobi) Kenapa lagi ini, njing!?

Nadia, Hayan, Lina, Remy, dan Rio melihat ke arah kamar yang terbuka itu. Dari dalam kamar itu, terlihat jelas sosok wanita sedang duduk menghadap mereka.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar