Pemuda tampan itu datang lagi. Biasanya ia duduk di sudut, memesan satu paket ayam bakar dengan ekstra sambal. Minumannya ice lemon tea. Ia akan duduk sambil mencatat sesuatu di buku catatan yang selalu ia bawa. Sekitar 30 menit kemudian ia akan bangkit untuk membayar makanan dan minumannya kemudian pergi.
Aku tahu, ia sering memperhatikanku. Apalagi jika sedang ada Sarah. Ah, anakku memang cantik. Di usianya yang baru 18 tahun, sudah tak terhitung lelaki yang terang-terangan siap melamar.
Warung sebentar lagi tutup, tapi ia masih duduk di sana. Ini di luar kebiasaannya. Wah, wah aku jadi berpikiran lain. Kalau begitu, sebaiknya, aku panggil Sarah saja, supaya mereka bisa mengobrol berdua.
“Malam, Bu.”
Aku mendongak. Ia berdiri di hadapanku sambil tersenyum. Aku memasang wajah manis. Wajah calon mertua yang ramah. Ia mengajakku bersalaman. Aduh dari jarak dekat, ketampanannya bertambah sekian puluh persen.
"Ya?"
“Selamat! Ini hari keberuntungan Ibu. Mau bisnis Ibu melejit? Saya punya solusinya!”