Kisah Masa Lalu

Itu terjadi di tahun 1942.

Beberapa wajah yang sama persis tersudut diantara para bawahan penguasa. Beberapa manusia berlindung padanya mencari perlindungan.

Kau tak gentar, terbukti bahasa tubuhmu yang kokoh lagi kuat.

Aku kagum sekaligus takut.

Karena selanjutnya pembantaian massal terjadi. Pemimpin itu menahanmu sambil mengejek dan memamerkan kekuasaannya.

Kau sangat terlihat menyesal dan menjalani sisa hidup bersama rasa bersalah.

Aku merasakan jelas emosimu, kenangan yang paling buruk dan tragis dari kedua mata itu. Kenangan paling menyakitkan itu terpancar dan aku masih memandangnya.

"Gayatri, sudah. Jangan terlalu lama melihat dokter tampan itu. Kamu saja terpukau. Benar, kan? Dia sangat tampan dan sangat baik ke semua orang. Cewek-cewek di sini banyak yang menyukai dokter Rayhan. Sainganmu banyak jika kamu ikut menyukainya," ucap perawat Wina menepuk bahuku.

Aku tak menanggapi ocehannya. Aku kembali melihat dokter baru itu yang juga sedang melihatku. Dia tersenyum sopan dan aku membalasnya dengan anggukan kecil. Lalu dia masuk ke ruangan di depannya.

Wina sedikit histeris. "Gayatri, bagaimana kamu nggak tersenyum membalas sapaannya? Jika aku yang disapa aku akan memberikan senyuman terbaikku."

"Saya kembali ke ruangan. Jangan lupa menyerahkan berkas yang sudah saya sebutkan tadi."

Aku pergi berjalan menjauh sambil menggosok bahuku yang merinding. Aku harus menjauhi dokter itu. Karena banyak luka kisah masa lalu yang mau berbicara padaku melalui kedua mata itu.

Aku kadang membenci kemampuan membaca luka ini. Tak terbatas memilih waktu dan aliran darah.

5 disukai 5.6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction