Ruang Tersendiri

Aku sudah sampai di rumahnya yang tampak sangat sepi layaknya bertahun-tahun tak berpenghuni. Padahal rasanya baru kemarin aku meninggalkan tempat ini, meninggalkan Mara beristirahat sendiri. Dia terlihat murung kesakitan di atas ranjang, aku hanya menyelimuti badan telanjangnya dan meletakkan air minum disamping kasurnya. Aku tidak menyangkal itu, mungkin dia masih merasa kesakitan di sekitar vaginanya. Aku tahu itu, dia wanita polos yang sudah hidup 22 tahun di bumi ini. Tapi dia belum mengetahui kehidupan orang dewasa yang sebenarnya. Sangat berbeda denganku yang merupakan wanita jalang yang sudah menjelajah bepergian melayani laki-laki tua, muda, atau siapapun itu.

Mara, hari ini aku menjual keperawanannya pada kekasihku. Sangat berat bagiku melihat laki-laki tercintaku melakukan hubungan intim dengan sahabatku. Tapi mau bagaimana lagi, aku mulai terlilit hutang dengan beberapa orang dihidupku semenjak Mara mendatangi hidupku. Dia perempuan anak orang kaya manja yang keteteran menjalani hidupnya setelah kepergian orangtuanya. Dia kehabisan warisan hingga bertemu denganku lalu menggantungkan hidupnya padaku.

***

Arika, dia sudah sejak remaja hidup di jalanan pantas saja dia benar-benar bisa menjamin hidupnya bahkan menjamin hidupku. Dia memberiku rumah dan uang bulanan, hanya saja dia tidak memberiku transportasi. Dia benar-benar tidak membiarkanku pergi kemanapun itu, aku diharuskan diam rumah.

Sore itu dia datang bersama seorang laki-laki ditengah hujan rintik, aku ketakutan melihat mereka turun dari mobil. Di balik tirai kamarku, aku berlari mengunci pintu kamarku dari dalam. Semua terlambat, laki-laki itu menahan pintu lalu memasuki kamarku. Arika dengan santainya ia duduk memainkan ponsel di kursi tamu.

Ketakutanku semakin menjadi-jadi ketika laki-laki itu mengunci pintu. Dia memegangiku, badan kecilku kesulitan mengelak dan melepaskan cengkeraman tangan besarnya.

"Mara." dia berbisik di telingaku

"Arika tolong!" aku tetap berteriak walau aku tau teriakanku tidak berguna.

Tolonglah, laki-laki itu meraba seluruh tubuhku, menciumi dadaku lalu melumat habis bibirku. Rasanya aku tidak bisa bergerak, pikiranku tidak jernih tapi sepertinya aku menikmati itu.

***

Arika berhasil memberikan apa yang kekasihnya minta, segera setelah Arika menjual keperawanan Mara, mereka berdua melancarkan aksinya. Saat itu Mara kesakitan dengan kondisi badan telanjang. Arika memyelimuti Mara, ia terlihat melakukannya dengan penuh kasih sayang. Tak lama, Arika menyiramkan minyak keseluruh ruangan. Ia sempat mengambil korek apinya, namun ia tak sanggup menyalakannya. Arika keluar menyusul kekasihnya.

"Sudah?" kekasih Arika bertanya

"Em.." Arika gugup

"Sudah kubilang dia hanya benalu untukmu! harusnya kau sudah meninggalkannya sejak dulu!" Kekasih Arika marah besar.

Dengan cepat dan geram kekasih Arika kembali ke kamar itu, ia mengambil korek di saku celananya lalu menyalakan api dan melemparnya ke arah minyak tanah yang sudah Arika siram ke seluruh ruangan. Arika terdiam menangis menyaksikan, namun ia juga tak sanggup menghentikan.

Di tengah api yang panas itu Mara tidak terlihat menjerit kesakitan. Ia berdiri namu hanya memandangi Kekasih Arika diam. Mereka saling menatap hingga api itu membesar membakar seluruh badan Mara yang telanjang. Arika semakin meneriakkan tangisnya. Tidak ada yang tahu tentang itu. Rumah ini cukup terpencil mendekati perkebunan.

~TAMAT~

2 disukai 4.8K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction