Cintaku, Duke of Edinburgh

Cintaku, Duke of Edinburgh

Masih jelas dalam ingatanku, momen pertama kali melihatmu. Hari itu, kita sama-sama menghadiri pesta pernikahan sepupumu, Marina. Sebagian orang mungkin menganggap love at first sight sebagai roman picisan. Namun, itu benar-benar terjadi padaku.

Setelah pesta pernikahan Marina, aku yang masih belia di usia tiga belas tahun, memberanikan diri mengirimkan surat untukmu. Masih ingatkah kamu, apa isi surat pertama dariku?

Ulahku kala itu, tampak begitu agresif dan tentunya tak lazim dilakukan oleh gadis muda di zaman kita. Namun, ketertarikanku yang teramat sangat padamu, mendorong diri ini menjadi gadis remaja yang kehilangan malu.

Tak tergambarkan betapa bahagianya saat rasa yang menggelora dalam hati ini, disambut oleh hatimu. Beberapa tahun kita bertukar cerita, menggunakan goresan pena di atas lembar demi lembar kertas bertabur asmara. Hingga ayahku 'mencium' gelagat dua insan yang terbuai cinta. 

Tak ada kisah cinta indah tanpa ombak ujian yang menerpa. Begitu pula dengan kisah kita yang tak selalu mulus tanpa sembilu. Kubiarkan diri ini dalam penantian setia kepada dirimu, seorang pria yang pernah memegang predikat letnan termuda Angkatan Laut di HMS Wallace, masa itu.

Kamis, 20 November 1947, akhirnya penantianku berakhir. Kita berjanji kepada Tuhan untuk bergandengan tangan dalam suka maupun duka. Di hari itu, aku merasa semua keberuntungan jatuh ke tanganku. Meskipun aku bisa mengerti, beratnya melepaskan dua gelar pangeran yang sebelumnya kamu sandang, yakni pangeran Yunani sekaligus pangeran Denmark. Melepaskan itu, demi aku, membuat hati ini tak pernah padam mencintaimu.

Lima tahun setelah penikahan kita, ayahku meninggal dunia. Peristiwa itu mengharuskanku naik tahta. Padahal, kamu berencana mengejar karier impian di Angkatan Laut. Sejak itu, kita harus pindah ke Istana Buckingham. Kamu harus menjalani status sebagai pendampingku, wanita paling berkuasa di Inggris Raya.

Maafkan istrimu ini atas peristiwa itu. Tahukah kamu? Kesedihanmu menyayat hatiku. Perih hati ini yang mengetahui bahwa dirimu pernah melalui hari-hari bersamaku dengan tidak bahagia.

Atas puluhan tahun yang telah kita lalui bersama, kuucapkan terima kasih kepada dirimu yang sudi bertahan di sisiku dan menjalani peran sebagai Duke of Edinburgh. Entah bagaimana lagi wujud terima kasih yang dapat kuutarakan, karena selama ini, kehadiranmu secara sederhana, telah menjadi kekuatanku untuk bertahan.

Hari ini harus kurelakan, tak lagi dapat memandangi wajah pria yang tujuh puluh tiga tahun lalu memasangkan cincin berukir 'sentuhan' rahasia di jariku. Dulu, aku yang memberanikan diri memulai  rajutan kisah kita. Kini, aku pula yang harus melihat akhir rajutan itu. Terkubur, dengan batu nisan bertuliskan namamu.

*****

"Ayah! Aku menemukan surat itu di kamar nenek buyut," Charlotte memberitahuku.

"Biar ayah yang meletakkan kembali ke tempat semula. Ini akan menjadi bagian dari sejarah keluarga kita. Semoga saat ini mereka bersama dalam damai."

1 disukai 5.5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction