Disukai
0
Dilihat
1203
Cinta, Biarkan Kereta Itu Lewat
Romantis

Tahun 2019

"Aku akan di sini, setiap bulan, saat hari kesembilan selama setahun," ucap Bara dengan tegas dihadapan Flora.

"Kamu gila Bara ..." Flora melepas dengan paksa genggaman tangan Bara.

"Aku gila karena mencintaimu, aku gila karena lelah menunggu cintamu."

"Lalu lepaskan, lepaskan aku kalau kamu lelah menungguku."

Bara terdiam melihat sosok perempuan dihadapannya itu, meluapkan amarahnya untuk pertama kali sejak pertemuan mereka hari ini.

Bara membelai wajah Flora dengan lembut untuk menenangkan hatinya.

"Maafkan aku, maafkan aku ..."

Flora berbalik dan membelakangi Bara.

"Akan ada yang terluka karena cinta kita, Dini kekasihmu adalah sahabatku, dan Bagas kekasihku adalah sahabatmu."

Bara meraih tangan Flora, "Tapi kita saling mencintai, kita tidak pernah meminta cinta itu hadir diantara kita."

"Cinta saja tidak akan pernah cukup Bara." Flora menunduk lalu menitikkan air mata.

"Kita bisa memilih menjadi bajingan yang tetap berdansa di atas luka sahabat kita atau menjadi pengecut yang hanya bisa duduk berjauhan di lantai dansa," lanjut Flora.

"Aku ingin menjadi bajingan itu, dan berharap suatu hari nanti mereka akan ikut berdansa dengan kita."

Flora berbalik dan menatap Bara, "Tapi aku ingin menjadi pengecut."

Bara tersenyum dan mengusap lembut pipi Flora.

"Aku akan menuggumu, aku akan menunggumu di sini selama setahun. Aku akan datang dan duduk di kursi itu dihari kesembilan setiap bulannya." Bara menunjuk sederet bangku kosong di sebrang mereka.

"Dan aku berharap suatu hari nanti, kamu akan keluar dari kereta yang membawamu kesini dijam ini, dan kamu berdiri dan menungguku berlari menjemput cintamu."

"Bara ...," ucap Flora lirih.

"Dan aku berjanji akan menghilang dari hidupmu setelah penantian itu usai dan kamu tidak pernah berdiri disini." Bara tersenyum lalu memeluk Flora erat.

"Aku mencintaimu," bisiknya.

***

Tahun 2020

Bara duduk di bangku stasiun Maguwo Jogja sambil menatap kosong kearah depan dengan sesekali melirik kearah jam tangannya.

Sudah hampir setahun berlalu, Bara memenuhi janjinya pada Flora untuk datang dan duduk di bangku yang sama, dijam yang sama setiap bulannya dihari kesembilan, menunggu sang kekasih muncul dan keluar dari pintu kereta Pramex yang membawanya dari Solo.

Namun hal yang samapun selalu terjadi setiap bulannya selama setahun, Flora tidak pernah keluar dari pintu kereta yang seharusnya membawa dirinya kepelukan Bara.

Hari ini genap setahun, bulan, hari dan jam, untuk terakhir kalinya Bara duduk di stasiun ini menunggu kereta Pramex dari Solo yang membawa Flora ke stasiun Maguwo. Bara menunggu dengan gelisah, sesekali melihat jam di tangannya dan sesekali melihat kearah jalur kereta datang.

Suara lonceng penanda kedatangan kereta mengagetkan Bara yang sedang melamun. Dia segera bangkit dan berdiri di belakang garis kuning sambil menanti kereta Pramex yang perlahan masuk ke stasiun.

Hati Bara berdebar-debar saat kereta berhenti dihadapannya. Dia mulai cemas saat pintu terbuka dan para penumpang mulai keluar satu persatu.

Dengan perasaan gundah, Bara mulai mencari-cari sosok Flora diantara para penumpang yang keluar dari kereta.

Namun, perempuan yang membuatnya rela melepas Dini kekasihnya itu tidak pernah melangkah keluar dari dalam kereta karena dia tidak pernah berada disana.

Bara hanya tertunduk dan melepas kepergian kereta dihadapannya.

***

Flora menatap Bara dari kejauhan,

"Aku selalu datang dan melihatmu tapi tidak pernah berani untuk menghampirmu."

"Biarkan kereta itu lewat cinta." Flora menitikan air mata.

***

Tahun 2022

Wajah Flora tampak bahagia saat memandang dirinya di depan cermin, mengenakan baju pengantin dengan anggun. Dia lalu terseyum dan berbalik menatap Dini di belakangnya.

"Bagaimana?"

Dini hanya terdiam menaggapi pertanyaan sahabatnya itu, menatapnya dengan wajah datar.

Flora terkejut dengan reaksi Dini, "Kenapa? Ada yang salah?"

Dini menggeleng dan tersenyum, "Sempurna."

Dengan susah payah Flora mengampiri Dini dan memegang erat kedua tangannya, "Ini bukan hari bahagia untukku saja, tapi kamu juga Din, sahabat terbaikku."

"Kamu bahagia?"

Flora terkejut mendengar ucapan Dini, mereka terdiam sesaat dan saling menatap.

"Apa maksudmu?, tentu aku bahagia."

"Kamu mencintai Bagas?"

Perlahan Flora melepas tangan Dini lalu tertawa dan berjalan menuju cermin.

"Din, dua bulan lagi aku menikah dengan Bagas dan kamu menanyakan hal ini?" Flora menatap Dini dari balik cermin sambil sesekali merapikan baju dan headpeace nya.

"Aku hanya ingin kamu yakin kalau Bagas adalah pilihan terbaikmu dan kamu mecintainya." Dini masih berdiri di tempatnya.

"Dia adalah pilihan terbaikku saat ini Din." Flora mencoba meyakinkan Dini.

"Dan kamu mencintainya?" Dini mengulangi pertanyaannya.

Flora tidak menghiraukan pertanyaan Dini dan sibuk mengagumi dirinya didepan cermin.

"Kamu bajingan bukan pengecut."

Sebuah ucapan singkat dari Dini mengejutkan Flora dan membuatnya berpaling pada Dini.

"Dini ...," ucap Flora lirih.

"Kamu sedang berdansa di atas luka hatiku, Bara dan Bagas."

Flora hanya terdiam kaku menatap Dini dan mulai menitikkan air mata saat mendengar kalimat dari Dini.

"Satu permintaan yang aku ingat dari Bara saat dia menceritakan tentang kalian adalah jangan pernah menyalahkanmu, karena kamu lebih memilih mempertahankan persahabatan kita."

"Tentu aku marah Flo, terluka dan kecewa, makanya hampir sebulan lebih aku menjauh darimu saat itu."

"Tapi aku sadar, luka dan pengorbananmu jauh lebih besar."

"Terimakasih telah memilih persahabatan kita saat itu." Dini mulai terisak.

Flora segera menghampiri Dini dan memelukknya sambil terisak.

"Maafkan aku Din, maafkan aku."

Berdua mereka saling memeluk dengan erat sambil menangis.

"Aku kecewa dan terluka tapi aku sadar kalau aku tidak bisa memaksakan cinta Bara padaku." Dini melepas pelukannya.

"Kamu harus bersamanya, kamu harus kejar kembali cintanya dan kamu harus kejar kembali kereta yang telah membawanya pergi darimu," lanjutnya.

"Sudah terlambat Din, aku akan menikah dengan Bagas dua bulan lagi. Lagipula tidak ada yang tahu keberadaan Bara saat ini." Flora menghapus airmatanya.

"Apapun bisa terjadi Flo selama dua bulan ini, dan berjanjilah jika suatu hari kamu bertemu dengan Bara kamu akan merebut kembali hatinya." Dengan kuat Dini menggenggam tangan Flora dan menatapnya penuh harap.

***

"Belum ada emailnya?" Lilian menatap laptop di depannya sambil mencari sesuatu di tumpukan emailnya.

Flora menghela nafas menatap rekan kerjanya itu, "Kan sudah aku bilang kalau pengumuman resminya baru nanti siang lewat email, ini acara tidak resmi, perkenalan dulu dengan divisi kita."

"Semoga kali ini bisa benar-benar satu visi dengan kita," ucap Lilian sambil menatap beberapa rekannya yang sedang duduk di ruang rapat.

"Dan tidak arogan." Flora memukul Lilian dengan pulpennya, namun gagal dan pulpennya terjatuh di bawahnya.

Lilian tersenyum saat Flora dengan susah payah mengambil pulpennya.

Suara pintu terbuka dan langkah kaki membuat suasana hening.

"Selamat pagi semua, langsung saja saya perkenalkan Kepala Divisi Operational Lease kita yang baru, Bapak Bara Mahardika."

Flora terkejut dan terdiam kaku dibawah meja rapat.

***

Flora masuk kedalam ruangan Bara setelah dia mengetuk pintu beberapa kali.

“Maaf pak, ini laporan yang bapak minta untuk daftar perusahaan yang akan habis masa sewanya tahun ini.”

Dengan perlahan, Flora meletakkan sebuah map berwarna hijau di meja Bara.

“Untuk perusahaan yang setahun kebelakang berhenti sewa mobil-mobil kita sudah termasuk?” ucap Bara dingin tanpa menatap Flora dan memilih fokus ke laptop di depannya.

Flora sedikit bingung dengan permintaan Bara, dan masih berdiri tidak jauh dari meja pimpinan barunya itu.

“Belum pak, soalnya bapak hanya minta … “

“Jadi itu salah saya atau kamunya saja yang tidak berinisiatif?” potong Bara

“Kamu siapkan malam ini dan saya tunggu sampai selesai.”

Kalimat Bara membuat Flora terkejut dan hanya terdiam.

“Kenapa? Ada hal yang lebih penting daripada mengerjakan perintah atasanmu?” tanya Bara dingin.

“Tidak pak, saya selesaikan malam ini.” Flora melangkah meninggalkan Bara, saat hendak membuka pintu Flora menoleh pada Bara.

“Kami merindukanmu,” ucap Flora dengan senyumannya dan berusaha keras menahan air matanya.

Bara masih tidak menatap Flora, “Aku atasanmu dan kamu anak buahku, bersikaplah professional.”

Flora tersenyum dan mengangguk lalu keluar dari ruangan Bara.

***

Dengan kesal Flora melempar map di meja kerjanya lalu duduk dengan wajah cemberut dan menatap Bara.

“Ada yang salah dengan laporannya?” Lilian mendekatkan kursinya kearah Flora.

“Mana ada yang benar laporanku dimata dia, hampir seminggu ini dia menyiksaku dengan pulang larut malam dan datang lebih awal dari biasanya,” gerutu Flora

Lilian tersenyum, “Pimpinan baru, kan dia juga dikejar target juga sama direktur kita.”

“Iya, tapi perasaan dia nggak seperti ini sama yang lain.”

“Mungkin dia ada dendam padamu,” goda Agung ikut mendekat.

“Orang juga baru kenal Gung, mana bisa dendam.” Lilian memukul bahu Agung

“Mungkin saja dia tersadar, dikehidupan yang lalu kamu seorang putri raja dan dia seorang panglima kerajaan yang diam-diam suka padamu, tapi kamu lebih memilih dijodohkan dengan seorang pangeran tampan,” ucap Agung tanpa merasa berdosa.

“Cinta segitiga maksudmu?” Lilian kembali memukul bahu Agung, “Kebanyakan nonton drakor kamu.”

Semua tertawa dengan ucapan Lilian

Tiba - tiba handphone Flora bergetar diatas meja dan semua kembali ke meja masing-masing.

“Ya Din ...”

“Kamu terlambat lagi Flo?” suara Dini diujung telfon tampak sedikit emosi

“Kelihatannya aku tidak bisa datang , ada pekerjaan mendadak yang harus aku selesaikan, kamu saja dengan Bagas ya, aku ikut saja keputusan kalian, lagian ini hanya masalah catering dan dekorasi.”

“Gila kamu Flo, ini kan pesta pernikahanmu … “ Dini menghela nafas untuk mencoba bersabar, “Baiklah, hanya kali ini Flo, dan tolong kabari Bagas secepatnya.”

“Terimakasih ya Din, kamu yang terbaik … “ 

“Iya…Iya…bawel. Bilang sama bos kamu, kalau kamu juga punya kehidupan.”

Flora terdiam sambil menatap Bara yang sedang sibuk di ruangannya.

***

Gemerlap malam kota Jogja terlihat begitu jelas dari D’Skybar hotel IBIS, tempat Flora berdiri, jauh dari Bara dan Lilian yang sedang menjamu tamu perusahaannya.

Biasanya dia takut dengan ketinggian, tapi kali ini dia sudah merasa lelah dan ingin menjauh dari Bara yang hampir satu setengah bulan ini bersikap begitu dingin dan kejam padanya.

“Ada apa? Kamu tampak tidak menikmati makan malam nya?” Lilian menghampiri Flora

“Harusnya malam ini, aku dan Bagas latihan dansa untuk pesta pernikahanku nanti, tapi lagi-lagi aku mengecewakannya,” ucap Flora dengan tatapan masih menerawang kearah kota Jogja.

“Pergilah, tugasmu sudah cukup malam ini.”

Flora dan Lilian terkejut dengan suara Bara dan berbalik padanya

Lilian segera pergi setelah Bara memberikan kode padanya.

“Pergilah, sebelum aku berubah pikiran.”

Flora masih mematung dan hanya menatap Bara.

“Kenapa? Kenapa kamu mengacuhkanku dan bersikap dingin dan kejam padaku?”

Bara mengacuhkan ucapan Flora dan berbalik meninggalkannya.

“Apakah kamu sedang menghukumku atas perlakuanku padamu dua tahun lalu.”

“Tidak ada yang sedang menghukummu.” Bara menurunkan emosinya, “Kamu selalu punya pilihan, jangan menyalahkanku. Kamu selalu mengabaikannya dan memilih menghabiskan larut malammu dan awal pagimu bersamaku.”

Flora mulai menitikkan air mata, dia sudah tidak peduli lagi dengan siapa yang sedang dia hadapi sekarang, “Kenapa kamu datang sekarang, dan mengacaukan semuanya?”

“Apa yang aku kacaukan, pesta pernikahaanmu atau perasaanmu?”

Flora terdiam.

“Katakan padaku kenapa kamu begitu takut dengan kehadiranku sekarang?”

Flora menghampiri Bara, “Aku benci kamu. Kamu bukan Bara yang dua tahun lalu ... “

“Menunggumu setiap bulan ditanggal 9 dan jam yang sama selama setahun, namun orang yang diharapkannya tidak pernah datang.”

Semua terdiam

“Bara itu sudah lama mati.” 

Flora terisak, terluka dengan ucapan Bara

Flora segera pergi meninggalkan Bara

Bara berbalik dan mendapati Lilian berdiri di belakanya.

“Dia datang, dia selalu datang disetiap bulan selama setahun, ditanggal yang sama, dia selalu datang.” 

Bara terkejut mendengar ucapan Lilian dan menghentikan langkahnya.

“Dia selalu datang tapi lebih awal, agar dia bisa bersembunyi darimu dan memandangmu dari kejauhan.” Tatapan Lilian masih menerawang, “Hari ini akhirnya aku tahu, alasan dia dua tahun lalu setiap bulan ditanggal sembilan memintaku menjemputnya distasiun lebih awal dari biasanya.”

Bara melangkah pergi dan kembali menikmati makan malam bersama kliennya.

***

“Menginaplah di sini, sebentar lagi subuh.” Flora memasuki kamarnya diikuti Dini.

Mereka berdua lalu menjatuhkan badannya ke tempat tidur bersamaan lalu tertawa bersama.

Dini memegang lembut tangan Flora, “Kamu bahagia?”

Flora menitikkan air mata, yang membuat Dini terkejut.

“Flo … “

Flora bangkit, menghapus air matanya dan mencoba tersenyum. Ditariknya Dini menuju baju pengantinnya yang dia gantung di tempat khusus di ujung kamarnya.

“Kita coba gaun ini, apakah masih menyiksaku.”

“Flo …“

“Dini … “ Flora menggoda Dini, dan mau tidak mau Dini membantu Flora memakai gaun pengantinnya.

Suara pesan masuk terdengar di handphone Flora, tapi dia mengacuhkannya.

Flora tampak tersenyum-senyum sendiri melihat dia di cermin dengan baju pengantinnya.

Mereka berdua menatap cermin didepan mereka.

“Siapa sih Flo yang menghubungimu? menganggu.” Dini tampak kesal dan berjalan ke meja mengambil handphone Flora. Dia membuka handphone Flora dan tiba-tiba berhenti. Sebuah foto Bara di kotak pesan handphone Flora membuatnya terkejut.

Flora menghampiri Dini dan meraih handphonenya, lalu diputarnya sebuah pesan video dari Bara.

Bara sedang berdiri dan membuat video dirinya sendiri, 

“Flo, aku menunggumu lagi di tempat yang sama dua tahun lalu. Bara itu tidak pernah mati Flo, seperti bara cintaku yang tidak pernah padam padamu. Kamu tahu betapa tersiksanya aku tidak bisa menatapmu selama dua bulan ini, betapa aku ingin memelukmu disaat kamu menangis dan membawamu lari. Tidakkah kau rasakan, disetiap larut malam dan awal pagi yang kamu habiskan bersamaku, ada perhatian tersembunyi yang sengaja aku berikan padamu. Aku menunggumu Flo, aku selalu menunggumu. Datanglah seperti dua tahun lalu, tapi kali ini jangan bersembunyi dariku.”

Flora menjatuhkan handphonenya dan menangis. Dini segera memeluknya.

“Dua bulan lalu dia hadir tiba-tiba dihadapanku dan menjadi atasanku.”

“Sikapnya berubah, mejadi lebih kejam dan dingin padaku, Aku pikir dia membenciku dan … “

“Kenapa kamu tidak bercerita padaku atau Bagas … “

Flora terdiam dan menatap Dini.

“Aku … “

“Takut semuanya tidak akan sama lagi kalau aku dan Bagas tahu Bara telah kembali.”

“Dini, aku … “

“Aku selalu mengirim email pada Bara , menceritakan keadaan kita bertiga. Walaupun dia tidak pernah membalas emailku, tapi aku tetap mengirimkan padanya. Sampai enam bulan lalu, terakhir kali aku mengirimkan email padanya, mengabarkan kalau kamu dan Bagas akan menikah.”

Flora terkejut.

“Kamu masih mencintainya, itulah kenapa kamu tidak menceritakan padaku atau Bagas kalau dia kembali.”

Flora memeluk Dini

“Berhentilah menghukum dirimu dan berbahagialah bersamanya. Aku baik-baik saja, aku telah melupakan Bara dan melanjutkan hidupku.”

“Tapi seminggu lagi aku akan … “

“Jangan jadikan itu sebagai alasan , biarkan Bagas bersama orang yang akan benar-benar mencintainya.” Dini mengusap air mata Flora

“Datanglah padanya, dan jangan bersembunyi lagi.”

Dini tersenyum, diikuti Flora. 

“Gadis bodoh, “ umpat Dini

Flora melihat jam dinding, “Hampir subuh, kereta pertama akan lewat.”

“Ayo kita ke stasiun.” Dini menarik Flora keluar kamar.

“Tapi bajuku Flo …“ teriak Flo.

*** 

Semua orang di stasiun yang dilewati Flora dan Dini nampak terheran-heran melihat Flora yang berlari mengenakan baju pengantin putih.

Mereka berhenti ditempat pembelian tiket yang hampir tutup.

“Dua tiket pramex, “ ucap Dini terengah-engah.

Dengan heran melihat penampilan Flora, petugas menyerahkan tiket pada Dini dan menerima uang dari mereka.

“Segera ke peron, kereta akan berangkat.”

Flora dan Dini kembali berlari menuju peron keberangkatan kereta.

Flora segera masuk , namun dia terkejut saat Dini tidak masuk kedalam kereta dan berhenti di depan pintu.

“Dini … “

“Berjanjilah, jangan bersembunyi kali ini,”

Flora terisak dan mengangguk.

Flora hendak menghampiri Dini namun pintu tiba-tiba tertutup. Dia hanya bisa menangis menatap Dini yang melambaikan tangan padanya saat kereta mulai meninggalkan stasiun Balapan Solo.

*** 

Bara hanya berdiri, mencari-cari sosok Flora diantara keramaian para penumpang yang turun di stasiun Maguwo Jogja.

Seperti dejavu, dua tahun lalu, sosok Flora tidak dia temukan diantara sisa penumpangi yang turun.

Suara lonceng dan pengumuman dari petugas benar-benar membuat hatinya berdetak kencang. Lalu pintu tertutup.

“Cinta, biarkan kereta itu lewat.” 

Bara berbalik ketika mendengar teriakan yang telah dia nantikan.

Sosok Flora dengan baju pengantin mewahnya berwarna putih berdiri tidak jauh dari Bara. Dia tersenyum sekaligus terisak. Dia berlari menuju kepelukan kekasih yang telah begitu lama menantinya.

***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi