SUSUK
11. SCENE 103-109
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

SCENE 103, KAMAR AIRIN (MALAM HARI)

(Airin menidurkan Mayang di kamarnya. Ia sengaja memberi Mayang obat tidur agar tertidur pulas)

(Airin menyalakan dupa, ia taburi dupa itu dengan bunga tujuh rupa)

(Airin bersemedi, mulutnya membaca mantra untuk memanggil Nyai Mayang)

(Perlahan, Mayang membuka matanya. Mayang bangkit dari tempat tidurnya)

(Mayang menoleh ke arah Airin)

(Airin bersujud, menyembah Nyai Mayang)

 

Mayang :

Ada apa kau memanggilku?

Airin  :

Ampun Nyai, saya butuh bantuan Nyai. Saya dalam bahaya, Nyai.

Mayang :

Apa masalahmu?

Airin :

Makhluk-makhluk pemberian Ki Ageng tidak berfungsi, Nyai. Ki Ageng sendiri sudah kaku tak berdaya. Kekuatan saya hilang, Nyai. Orang-orang di sekolah sudah tidak mau menuruti perintah saya. Tolong saya, Nyai.

Mayang :

Makhluk-makhluk pemberian Ki Ageng sudah mati. Ada seseorang yang berhasil memusnahkan mereka. Dengan musnahnya makhluk-makhluk itu, musnah pula kekuatanmu. Kau takkan berdaya melawan mereka.

Airin :

Lalu apa yang harus saya lakukan agar kekuatan saya kembali, Nyai? Saya harus membuat mereka tunduk kembali pada perintah saya.

Mayang :

Aku harus menyatu dengan ragamu. Kau akan mendapatkan kekuatan yang lebih dahsyat dari sebelumnya.

Airin :

Saya bersedia, Nyai.

(Nyai Mayang tertawa terbahak-bahak)

 

Mayang :

Tidak segampang itu. Kau harus menyerahkan tumbal padaku.

Airin :

Tumbal? Tumbal seperti apa, Nyai?

Mayang :

Anak ini. Anak ini harus mati.

Airin :

Apa???

Mayang :

Jika anak ini mati, aku akan mencari raga lain. Raga itu tak lain adalah ragamu. Aku tak bisa lepas dari raga anak ini jika anak ini masih hidup. Lakukan jika kau mau kekuatanmu kembali. Abaikan jika kau mau terus seperti ini.

 

(Mayang tertawa kembali)

(Mayang menjatuhkan badannya ke kasur. Ia kembali menutup matanya)

(Airin gelisah, ia mondar mandir di kamarnya)

 

Airin (VO monolog)

Aku bagaikan makan buah simalakama. Kedua pilihan ini tidak enak. Aku harus memilih antara kekuatanku atau anakku. Mayang, meskipun dia bukan manusia seutuhnya tetapi dia tetaplah darah dagingku. Tetapi kalau dia tidak mati, bagaimana kekuatanku bisa kembali? Aku harus tega. Aku harus tega. Cepat atau lambat saat Mayang berumur 17 tahun, aku juga harus menyerahkannya kepada Nyai Kidul.

 

(Airin menggendong Mayang. Ia keluar rumah menuju garasi mobilnya)

(Airin menidurkan Mayang di kursi belakang)

(Airin menghidupkan mesin)

(Airin membawa mobil melaju di tengah kegelapan)

 

SCENE 104,  TEPI JURANG (MALAM HARI)

(Airin berdiri di tepi jurang dengan menggendong Mayang)

(Airin menangis, ia bingung akan meneruskan niatnya atau tidak)

(Airin menutup matanya, ia mencoba menenangkan perasaannnya)

(Airin menarik nafas dalam)

(Tangan Airin gemetar)

 

Airin  :

Maafkan Mama, Mayang. Bukan Mama tidak menyayangimu, tetapi cepat atau lambat Mama pasti kehilanganmu. Maafkan Mama. Mama mencintaimu, Mayang. 

 

(Airin menjatuhkan tubuh Mayang ke dalam jurang)

(Airin berlutut sambil menangis)

 

Airin  :

Maafkan Mama, Mayang...!!!! Maafkan Mama...!!!

 

(Airin berlari menuju mobilnya)

(Airin menghidupkan mesin dan mengendarai mobilnya dengan kencang)

(Airin masih dengan emosi yang belum stabil, tiba-tiba dia mengerem mobilnya)

(Nyai Mayang masuk ke dalam raga Airin)

(Raga Airin kaget, mencoba menahan. )

(Nyai Mayang berhasil menyatu dengan raga Airin)

(Airin pingsan di dalam mobilnya)

 

SCENE 105,  SMA KUSUMA BANGSA (PAGI HARI)

(Airin turun dari mobilnya. Hari ini dandanan Airin lebih cetar dari biasanya)

(Airin berjalan dengan mata mendelik. Airin berjalan menuju ruang kepala sekolah)

(Di tengah koridor, Airin bertemu dengan Bu Risti)

(Airin menatap mata Bu Risti dengan tajam)

(tiba-tiba dada Bu Risti sakit, Bu Risti memegangi dadanya dan jatuh tersungkur di koridor sekolah)

(Airin terus berjalan meninggalkan Bu Risti)

(Pak Ali berjalan melewati koridor, ia berlari ketika melihat Bu Risti jatuh tersungkur)

 

Pak Ali : 

Astaqfirullah, Bu Risti....!!! Bu Risti kenapa?

Bu Risti :

Pak....Pak Ali... Airin, Pak! Bahaya, Pak! Airin!

 

(Bu Risti pingsan. Pak Ali kebingungan. Ia berteriak minta tolong)

(Guru-guru berdatangan. Mereka menggotong Bu Risti)

 

SCENE 106,  RUANG KEPALA SEKOLAH (PAGI HARI)

(Pak Satrio sedang mengecek laporan keuangan di meja kerjanya)

(Airin masuk. Airin menatap Pak Satrio dengan mata yang menyala-nyala)

 

Pak Satrio :

Airin? Ada apa ya pagi-pagi sudah kesini?

 

(Airin tidak menjawab, ia menggerakkan kepalanya. Mulutnya berkomat kamit)

(Satrio merasa sesuatu akan terjadi. Dia mengambil handphonenya dan menelpon Dayu)

(Satrio berbicara keras agar Dayu mengerti)

 

Pak Satrio :

Airin...!!! Apa mau kamu???

(Airin tertawa)

 

SCENE 107,  DAPUR RUMAH PAK SATRIO (PAGI HARI)

(Dayu sedang menyiapkan makanan untuk diantarkan ke sekolah)

(Handphoene Dayu berdering. Dayu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan itu)

 

Dayu  :

Halo, Ayah...

(Tidak ada jawaban dari Pak Satrio. Dayu mendengar teriakan Pak Satrio)

 

Dayu   :

Airin?? Jangan-jangan ayah butuh bantuan. Datuk.....Datuk.....Datuk...!!!(Datuk Suryo datang setengah berlari)

 

Datuk Suryo :  

Ada Dayu? Mengapa kau berteriak memanggil Datuk?

Dayu  :

Datuk, dengar! Ayah sepertinya dalam bahaya. Kita harus segera kesana, Datuk.

(Datuk Suryo mendengarkan percakapan dari handphone Dayu)

  

Datuk Suryo :

Sepertinya Ayahmu sedang berhadapan dengan wanita itu. Kita harus cepat-cepat kesana.

(Dayu dan Datuk Suryo menghampiri Jono. Mereka segera masuk ke mobil)

 

SCENE 108,  RUANG GURU (PAGI HARI)

Pak Amral :

Pak Ali, ada apa dengan Bu Risti?

Pak Ali :

Saya juga tidak tahu, Pak. Bu Risti hanya berkata Airin, Airin, bahaya, lalu pingsan.

(Pak Bara datang dengan tergesa-gesa. Nafasnya ngos-ngosan)

 

Pak Bara  :

Pak Amral...Pak Ali... Bahaya... Bu Airin... Bahaya...

Pak Amral :

Ada apa, Pak Bara? Mengapa panik begini?

Pak Bara :

Pak Amral, Bu Airin datang seperti siluman. Bu Tika tadi bertemu dengannya langsung mengeluh kesakitan, dadanya sakit. Beberapa cleaning servis juga langsung kejang-kenjang

(Pak Amral dan Pak Ali saling pandang)

 

Pak Ali :

Sekolah dalam bahaya.

Pak Bara :

Kosongkan sekolah ini, Pak. Jangan sampai ada murid yang masuk! Bahaya.

Pak Amral :

Baiklah kalau begitu. Koordinasi dengan semua wali kelas. Umumkan bahwa sekolah diliburkan. Pak Ali, perintahkan pak satpam untuk menutup gerbang! Tidak ada murid yang boleh masuk. Guru-guru segera pergi meninggalkan sekolah!

Pak Bara :

Ya ampun..... Pak Amral....!!! Pak Satrio...!!!

Pak Amral :

Ada apa dengan Pak Satrio?

Pak Bara :

Airin berjalan menuju ruangannya.

Pak Ali :

Artinya dia mengincar Pak Satrio. Tidakkkkkkk...!!

Pak Amral :

Ayo kita segera kesana sebelum terjadi apa-apa dengan Pak Satrio!

 

SCENE 109,  RUANG KEPALA SEKOLAH (PAGI HARI)

Airin :

Kau harusnya sudah pergi ke neraka. Mengapa kau masih disini?

Pak Satrio :

Maksud kamu apa Airin?

Airin :

Kau, sudah lama aku buat mati. Tetapi kau malah hidup lagi. Ini tempatku. Aku sudah susah payah mendapatkan tempat ini. Sekarang kau ambil lagi.

Pak Satrio :

Airin, kau sangat berambisi sampai kau jadi gila begini? Kau menghalalkan berbagai cara agar mendepakku dari jabatan ini?

(Airin tertawa kencang)

 

Airin : 

Tentu saja aku akan menghalalkan segala cara untuk mendepakkmu dari sini karena kalau tidak, kau yang akan mendepakku.

 

(Pak Amral, Pak Ali dan Pak Bara mendobrak pintu ruang kerja kepala sekolah)

(Airin tersentak dan menoleh ke belakang. Matanya melotot melihat kedatangan mereka)

 

Pak Amral :

Pak Satrio.... Anda tidak apa-apa kan?

Airin :

Oh... pasukan berani mati mau ikut campur.

Pak Ali :

Eh Airin. Kamu manusia apa siluman sih? Pergi! Jangan sakiti Pak Satrio!

 

(Airin tertawa kencang. Airin meungambil kristal rubi dari dalam sakunya.)

(Pak Amral, Pak Ali dan Pak Bara mundur. Mereka sebenarnya takut tapi mencoba memberankan diri)

(Airin membaca mantra. Matanya terus melotot kepada mereka bertiga)

 

Pak Satrio  :

Pak Amral, Pak Ali, Pak Bara cepat pergi!!! Tinggalkan tempat ini!

 

(Mereka bertiga mati langkah)

(Kristal rubi mengeluarkan sinar. Airin meniup kristal itu, maka keluarlah tiga panah yang menusuk dada Pak Amral, Pak Ali dan Pak Bara)

(Mereka bertiga berteriak kesakitan. Pak Satrio tidak bisa berbuat apa-apa)

(Airin semakin tertawa. Ia meniup kembali kristal rubi itu. Panah keluar semakin banyak menyerang mereka bertiga. Bertubi-tubi tiada henti)

 

Pak Satrio :

Airin, hentikan! Mereka bukan lawanmu. Hentikan, Airin!

 

(Mereka tumbang satu persatu)

(Airin membalikkan badannya)

Airin :

Satrio, kau lihat kan bagaimana aku menyakiti mereka?

Pak Satrio :

Airin, kau sudah gila! Kau benar-benar iblis!

Airin  :

Silakan hujat aku sepuasmu karena waktumu menyusul mereka ke neraka akan tiba.

 

(Airin melempar kristal rubi ke atas. Kristal itu mengeluarkan sinar merah)

(Pak Satrio merasakan pening, sakit yang hebat. Ia berpegangan pada mejanya agar tidak jatuh)

(Airin semakin tertawa kencang, kristal itu mengeluarkan banyak kelelawar)

(Kelelawar itu menyerang Pak Satrio)

(Pak Satrio berteriak kesakitan)

 

(Kristal rubi pecah. Airin kaget. )

(Dayu dengan busur panahnya dan Datuk Suryo muncul di depan pintu)

(Pak Satrio jatuh lunglai)

 

Airin  :

Kurang ajar! Siapa kalian? Berani-beraninya menghancurkan kristalku!!

Datuk Suryo :

Airin, segeralah bertaubat! Kau sudah memakan banyak korban.

Airin  :

Aku tidak mau. Jangan mengaturku kakek tua!

Dayu  :

Jaga ucapanmu!

Datuk Suryo :

Sabuk Aji Sakti..!!!

 

(Datuk Suryo mengeluarkan sabuknya dan melemparkan ke arah Airin)

(Sabuk itu melilit tubuh Airin.)

(Airin meronta-ronta berusaha melepaskan tubuhnya)

(Sabuk Aji Sakti melilit Airin semakin kuat)

 

Datuk Suryo :

Dayu, apa yang kau lihat?

Dayu  :

Banyak sekali, Datuk. Susuk, makhluk ghaib, dan Dayu tidak tahu harus menyebutnya apa.

Datuk Suryo :

Panah susuknya! Pastikan hancur!

Dayu  :

Baik, Datuk.

 

(Dayu mengambil anak panahnya. Ia memanah wajah Airin)

(Anak panah Airin tepat menusuk susuk-susk di wajah Airin)

(Airin berteriak kesakitan. Tubuhnya terus meronta agar bisa lepas dari lilitan sabuk Aji sakti)

(Datuk Suryo melempari wajah Airin dengan garam kasar)

(Airin semakin kecang berteriak kesakitan)

 

Datuk Suryo :

Siapkan pedangmu! Datuk akan mengeluarkan makhluk gaib yang ada di tubuhnya. Libas dengan pedangmu!

Dayu  :

Baik, Datuk.

 

(Datuk Suryo mengeluarkan tenaga dalamnya. Tangan Datuk Suryo memukul punggung Airin berkali-kali)

 

Datuk Suryo :

Laskar maliki...!!!!

Airin  :

Aaaaaa...................hentikan.!!! hentikan....!!!

 

(Banyak kelelawar, ular, laba-laba, keluar dari tubuh Airin)

(Dayu segera melibas hewan-hewan itu dengan pedangnya)

(Hewan-hewan itu musnah menjadi asap hitam)

(Dayu melihat burung gagak di kedua bahu Airin)

(Dengan sigap, Dayu menghunuskan pedangnya tepat ke leher gagak itu)

(Airin semakin berteriak kesakitan)

(Wajahnya mengeluarkan darah dan nanah)

 

Airin  :

Aku taubat...aku taubat.. kakek tua...kakek tua... hentikan... cukup...hentikan...!!!

 

(Raga Airin terlepas dari sabuk Aji Sakti. Raga itu jatuh ke lantai. Airin tak sadarkan diri)

(Dayu dan Datuk Suryo kaget melihat sosok yang kini berada dalam lilitan sabuk Aji Sakti)

(Nyai Mayang dengan segala amarahnya, ia menatap lekat-lekat ke arah Dayu dan Datuk Suryo)

(Nyai Mayang membaca mantra)

 

Datuk Suryo :

Nyai Mayang, ternyata kau yang masuk ke dalam raga Airin. Dayu, hati-hati!

 

(Nyai Mayang menyinden)

(Sabuk aji sakti mulai melonggarkan lilitannya)

(Datuk Suryo mengeluarkan tenaga dalamnya agar sabuk itu kembali merapatkan lilitannya)

(Nyai Mayang mengibaskan selendangnya)

(Datuk Suryo dan Dayu terpental)

(Datuk Suryo melemparkan garam kasar ke wajah Nyai Mayang)

(Nyai Mayang berteriak)

 

Datuk Suryo :

Dayu, keluarkan trisulamu!

Dayu  :

Baik, datuk.

 

(Dayu bangkit. Ia segera mengeluarkan trisula)

(Datuk Suryo terus melempari Nyai Mayang dengan garam kasar)

(Dayu berlari dan menusuk dada Nyai Mayang dengan trisula)

(Nyai Mayang berteriak nyaring. Teriakan Nyai Mayang bagaikan angin yang membuat Dayu dan Datuk Suryo kembali terpental)

(Tubuh Nyai Mayang mengeluarkan asap hitam)

(Dayu kembali bangkit, ia mengeluarkan panahnya)

(Dayu memanah wajah Nyai Mayang)

(Wajah Nyai Mayang berlubang mengeluarkan asap hitam)

(Dayu mengeluarkan pedangnya. Ia hunuskan pedang itu ke kepala Nyai Mayang hingga membelah tubuhnya menjadi dua)

(Dayu melibaskan pedangnya berkali-kali hingga tubuh Nyai Mayang hancur)

(Datuk Suryo mengeluarkan jubah putihnya. Jubah itu membungkus serpihan tubuh Nyai Mayang)

(Datuk Suryo mengikat jubah itu dengan sabuk aji sakti)

 

Dayu   :

Datuk....

Datuk Suryo  :

Dayu, semua sudah selesai.

(Datuk Suryo dan Dayu tersenyum)

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar