SUSUK
8. SCENE 77 - 88
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

SCENE 77, JALAN RAYA (PAGI HARI)

(Riswan dan Bu Wina berada dalam satu mobil. Bu Wina menyetir dengan hati emosi)

 

Bu Wina  :

Kau memang keterlaluan. Tega kau menghianati aku. Kau tidak ingat, kau dulu siapa?

(Bu Wina menyetir dengan kecepatan tinggi)

 

Riswan :

Wina...Wina.. tenang Wina! Kurangi kecepatan mobilnya! Berhenti biar aku yang bawa!

(Bu Wina tidak mendengarkan Riswan. Ia malah menambah kecapatan mobilnya)

 

Riswan :

Wina!!! Kamu sudah gila ya? Berhenti! Biar aku yang bawa mobilnya!

 

(Riswan dan Wina berebutan kemudi mobil. )

(Wina menginjak gas lebih dalam )

(Mobil melaju dengan kecepatan di luar batas)

(Mobil oleng. Kedua ban belakang mobil meledak)

(Wina tidak dapat mengendalikan kemudi)

(Mobil terpental ke atas, jatuh dan berjalan zig zag menabrak trotoar beberapa kali)

(Mobil berhenti setelah menabrak tiang listrik)

(Mobil itu terbalik. Riswan dan Wina tewas dengan wajah penuh darah)

(Orang-orang berdatangan. Mereka mengeluarkan Riswan dan Wina yang sudah tak bernyawa)

(Beberapa orang berteriak melihat banyak anak ular juga mati di dalam mobil itu)

 

SCENE 78,  TPU (SORE HARI)

(Pemakaman Riswan dan Wina baru saja selesai. Kuburan mereka berdampingan)

(Keluarga dan Guru-guru SMA Kusuma Bangsa berdiri menunduk sambil menangis)

(Airin dan Mayang melihat kuburan mereka dari kejauhan)

(Wajah Airin tidak sedih. Ia tersenyum karena penghalangnya sudah tidak ada)

 

SCENE 79,  TERAS DEPAN RUMAH MALA (SORE HARI)

Bu Risti :

Pak Riswan dan istrinya tewas mengenaskan. Mereka mengalami kecelakaan tunggal. Sebelum kecelakaan itu terjadi, istri Pak Riswan melabrak Airin di sekolah karena beliau mendengar perselingkuhan mereka. Bu Wina bahkan langsung menuduh Mayang, anak bungsu Airin, sebagai anak mereka berdua.

Melanie :

Mengapa keadaan sekolah menjadi tidak karuan seperti ini?

Bu Risti :

Apakah Mala tidak menceritakan sesuatu?

Melanie :

Tidak. Dia akhir-akhir ini banyak diam.

Bu Risti :

Aku tidak tahu apakah ini murni kecelakaan atau ada unsur lain.

Melanie :

Apa maksudmu berkata seperti itu?

Bu Risti :

Ada kejadian aneh ketika kecelakaan itu.

Melanie :

Kejadian apa?

Bu Risti :

Mereka yang menolong Pak Riswan dan Bu Wina menemukan banyak anak-anak ular yang juga mati di mobil mereka. Itu kan aneh sekali. Mereka meninggal karena kecelakaan apa karena anak-anak ular itu?

Mala  :

Anak-anak ular itu yang menyebabkan mobil oleng. Anak-anak ular itu menggigit kaki Bu Wina sehingga beliau menginjak gas mobil dalam-dalam.

Bu Risti :

Kenapa bisa ada anak-anak ular?

Mala  :

Karena ada yang mengirimnya. Jangan tanya siapa! Biar waktu yang menjawabny 

(Mala pergi meninggalkan Bu Risti dan Melanie)

 

SCENE 80,  AULA SMA KUSUMA BANGSA (PAGI HARI)

Airin (VO monolog)

Sekarang aku telah menjadi pimpinan di sekolah ini. Lihatlah kalian, orang-orang yang pernah menyakitiku. Siap-siaplah! Aku akan menendang kalian satu-persatu. Lihat saja, kalian akan merasakan bekerja di neraka

 

*Visualnya

Airin membaca sumpah jabatan di depan ketua yayasan dan guru-guru. Ketua yayasan memakaikan jubah kepala sekolah kepada Airin. Airin tersenyum bangga. Guru-guru bertepuk tangan dengan malas. Ketua yayasan keluar dari ruangan aula. Guru-guru menyalami Airin secara bergantian.

 

SCENE 81,  RUANG GURU  (PAGI HARI)

Bu Risti :

Sesuai prediksi. Si Airin menjadi kepala sekolah ini. Hebat! Dari babu, mau ditendang, naik ke staf, naik jadi wakil kepala sekolah dan sekarang menjadi kepala sekolah. Sekarang Airin sudah bisa menendang kita semua.

Pak Ali :

Bu Ristiiii.... janganlah berkata seperti itu! Saya...saya... takut.

Pak Bayu :

Takut apa sih? Bu Airin jadi kepala sekolah saja pada heboh.

Pak Ali :

Pak Bayu... kau ini buta atau bagaimana? Sudah jelas Airin naik tahta itu hal yang tidak wajar. ditambah lagi banyak hal mengerikan disini.

Bu Risti :

Kalau kata Pak Bayu sih Airin baik hati sekali kayak ibu peri.

Pak Bayu :

Ah, Bu Risti, jangan berkata begitu. Saya kan jadi malu.

Pak Ali :

Jangan-jangan Pak Bayu naksir Bu Airin diam-diam! Haiyooo Ngaku!

Pak Bayu :

Ah, Pak Ali ada-ada saja.

Bu Risti :

Kalau memang Pak Bayu naksir Airin. Berarti Pak Bayu sudah kena pelet. wanita penuh dedemit kok ditaksir. 

(Bu Risti kemudian beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Pak Ali dan Pak Bayu)

 

SCENE 82,  GUBUK LINGGAU (PAGI HARI)

Datuk Suryo :

Dayu, ilmumu sudah hampir sempurna. Sebentar lagi kau akan Datuk kembalikan kepada kedua orang tuamu.

Dayu  :

Datuk, kenapa Dayu sepertinya malas untuk pergi? Dayu ingin disini saja bersama Datuk.

Datuk Suryo :

Tidak bisa, Dayu. Datuk sudah berjadi kepada kakekmu. Kalau Datuk tidak menjalankan amanat ini, datuk akan kena karma.

Dayu  :

Dayu takut mereka tidak sayang dengan Dayu.  

Datuk Suryo :

Janganlah berfikiran seperti itu. Meskipun mereka tidak merawatmu, mereka tetap akan menyayangimu. Kau ini tetap anaknya. Nanti setelah kau menguasai ilmu pamungkas ini, Datuk akan mengantarmu.

Dayu  :

Ilmu apa Datuk?

Datuk Suryo :

Ilmu menarik sukma.

(Datuk suryo masuk ke dalam kamarnya. Ia kembali dengan membawa sebuah kitab)

 

Datuk Suryo :

Ini Kitab 7 Sukma. Baca dan pelajarilah dengan benar! Jika kau mengalami kesulitan, tanyakan pada Datuk. Nanti setelah kau benar-benar menguasai kitab ini, praktekkan bersama Datuk. Apakah kau sanggup?

Dayu  :

Insha Allah, Dayu sanggup.

 

SCENE 83,  AULA SMA KUSUMA BANGSA (PAGI HARI)

(Guru – guru dikumpulkan di aula secara mendadak. Mereka duduk dengan perasaan gelisah)

(Airin masuk dengan jubah kebesarannya diikuti empat wakil kepala sekolah dan Mayang)

(Airin duduk. Mayang berdiri disebelah Airin)

 

Airin  :

Selamat pagi bapak ibu guru SMA Kusuma Bangsa. Tak perlulah saya memperkenalkan diri lagi karena kalian sudah pasti tahu siapa saya. Seperti kata ketua yayasan kemarin. Saya diamanatkan menjadi pemimpin di sekolah ini menggantikan Pak Riswan. Maka saya menerima amanat ini dan akan menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, saya sudah membuat beberapa kebijakan demi kemajuan sekolah ini. Pertama, tidak ada guru ASN di sekolah ini karena sesuai dengan peraturan pemerintah guru ASN mengajar di sekolah negeri.

Guru-guru  :

Huuuuuuuu.............. zalim....zalim.... kebijakan apa itu?

(Guru-guru mulai gaduh)

 

Pak Ali :

Kebijakan apa itu????? Mau mengusir kita ya??

Airin   :

Kedua, guru honorer tidak lagi digaji setara UMR melainkan Rp 50.000 per jam.

Guru-guru :

Huuuuu......... apa-apan ini? Makin kacau saja

Bu Risti :

Saya keberatan!!! Kebijakan macam apa itu? Itu bukan kebijakan tapi penindasan

Airin  :

Keberatan boleh diajukan jika Anda ketua yayasan. Jika tidak menerima, silakan mengajukan pengunduran diri.

Bu Risti :

Sialan! Dasar nenek lampir!

Airin   :

Ketiga, jam kerja full dari setengah tujuh sampai jam 4 sore. Guru dan karyawan dilarang meninggalkan sekolah selama jam kerja kecuali ada surat tugas . Selain itu guru juga dituntut loyalitas terhadap sekolah.

Bu Risti : 

Wooooo..... Kerja rodi ini namanya!!! Penjajahan ini.

Airin :

Bagi yang merasa tidak mampu atau keberatan, silakan menulis surat pengunduran diri. Saya tunggu di meja kerja saya.

 

(Airin mengakhiri rapat. Ia beranjak dari kursinya)

(Airin berjalan meninggalkan aula)

(guru-guru menyoraki Airin dengan kata-kata kasar)

SCENE 84,  RUMAH MALA (SORE HARI)

Bu Risti :

Kita ada di zaman penjajahan, Mel. Airin naik tahta. Dia semakin parah menyiksa kami semua.

Melanie :

Sabar. Kuatlah kau disana! Aku hanya bisa bantu doa, semoga Allah mengirim penolong untuk kita semua.

 

SCENE 85,  SMA KUSUMA BANGSA (SORE HARI MENJELANG SENJA)

(Airin berdiri di koridor lantai dua bersama Mayang)

(Airin menatap ke arah lapangan)

(Langit sudah mulai gelap, angin berhembus kencang sehingga membuat daun-daun kering berterbangan)

Airin (monolog)

Sekolah ini sudah ada di genggamanku. Jalanku makin mudah untuk mengeruk kekayaan sekolah ini. Balas dendamku kepada kalian akan ku mulai sekarang. Kalian akan merasakan bagaimana siksaan dariku. Aku ingin kalian mati di tanganku satu persatu. Keangkuhan kalian dulu, akan aku hancurkan.

(Airin tertawa dengan kencang)

 

SCENE 86,  KAMAR DAYU (MALAM HARI)

(Dayu sedang mempelajari kitab pemberian Datuk Suryo)

(Beberapa kali mulutnya menguap, tapi Dayu berusaha tetap menjaga matanya agar tetap terbuka)

(Dayu membaca kalimat tiap kalimat dengan teliti sambil menghafal)

                                      

SCENE 87,  RUMAH KI AGENG (MALAM HARI)

Airin :

Ada apa Aki memanggil saya? Apakah ada masalah?

Ki Ageng :

Tidak. Aki hanya ingin tahu bagaimana kemajuanmu.

Airin :

Apa yang saya inginkan sudah mulai terwujud. Sekolah itu telah ada di dalam genggaman

(Ki Ageng tertawa)

 

Ki Ageng :

Bagus, Airin. Lalu bisakah kau mengendalikan Mayang dan anak-anak Marji?

Airin :

Bisa, Aki. Semuanya di bawah kendali saya.

Ki Ageng :

Bagus. Kau jangan lupa memberikan tumbal bagi mereka. Karena jika tidak, bisa saja mereka mengamuk dan kau yang menjadi sasarannya.

Airin :

Aki tenang saja. Satu per satu guru-guru disana akan saya jadikan tumbal. Mereka bisa pilih mana yang mereka sukai.

(Ki Ageng dan Airin tertawa bersama-sama)

 

Ki Ageng :

Pastikan mereka tidak menyentuh garam kasar ataupun daun kelor. Itu dapat memusnahkan mereka dengan cepat.

Airin  :

Jadi, mereka punya kelemahan???

Ki Ageng :

Tentu saja. Tidak ada di dunia ini yang kuat abadi. Semua pasti punya kelemahan.

Airin :

Baik, Aki. Saya akan memastikan tidak ada garam kasar maupun daun kelor di area sekolah

 

(Ki Ageng mengangguk. Ia beranjak dari tempat duduknya)

(Ki Ageng mengambil kotak di atas lemarinya)

(Ki Ageng membuka dan mengambil isinya)

 

Airin  :

Apa itu, Aki?

Ki Ageng :

Ini kristal rubi. Simpan dan bawa kemanapun engkau pergi! Aku punya firasat kau akan mengalami pertarungan yang sengit.

Airin :

Pertarungan sengit? Dengan siapa, Aki?

Ki Ageng :

Aku tidak tahu. Kau bersiap-siaplah!

(Airin mengangguk)

Ki Ageng :

Kristal rubi ini seperti nyawaku, pelindungku, dan sumber dari semua ilmuku. Jaga dan gunakan saat kau dalam bahaya. Kau cukup menggenggam kristal ini, tempelkan ke dadamu, bisikkan apa yang kau inginkan. Kristal ini akan bekerja dengan sendirinya. Setiap malam jum’at legi, mandikan kristal ini dengan darah ayam cemmani. Nyanyikan kidung lingsir wengi. Itu akan membuatnya terus hidup.

Airin :

Baik, Aki. Saya akan melaksanakan semua perintah Aki.

(Ki Ageng menyerahkan kristal rubi kepada Airin)

 

Ki Ageng :

Pulanglah. Selalu ingat semua amanatku.

(Airin mengangguk. Ia menyembah kepada Ki Ageng dan pergi)

 

SCENE 88,  GUBUK LINGGAU (PAGI HARI)

Datuk Suryo :

Bagaimana Dayu? Apakah kau telah menguasai kitab itu?

Dayu :

Sudah, Datuk.

Datuk Suryo :

Baguslah. Sekarang kita praktekkan. Siapa yang akan kau ambil sukmanya?

Dayu :

Hmm.... ayah Dayu.

Datuk Suryo :

Ayahmu? Raden Satrio Kusumo?. Boleh saja. Coba kau praktekkan apa yang kau pelajari dalam kitab itu.

Dayu :

Nanti sukmanya Dayu masukkan kemana?

Datuk Suryo :

Tentu saja pada Datuk. Dengan begitu kau bisa bercakap-cakap dengan ayahmu. 

(Dayu mengangguk.)

 

Datuk Suryo :

Kau sudah siap?

Dayu  :

Siap, Datuk.

 

(Dayu menutup mata. Ia membaca doa-doa. Bibirnya komat kamit)

(Dayu mengangkat tangannya ke atas. Ia menarik narik sesuatu)

(Datuk Suryo melihat Dayu dengan cemas. Datuk suryo takut Dayu gagal)

(Dayu mengeluarkan tenaga dalamnya. Ia kembali menarik sekuat tenaga)

 

Dayu  :

Raden Satrio Kusumo.... Masuklah!

 

(Dayu menepuk dahi Datuk Suryo. Ia memasukkan sukma ayahnya ke dalam raga Datuk Suryo)

(Datuk Suryo memejamkan matanya. Ia terdiam, kedua tangannya menyilang memegang bahu)

 

Datuk Suryo :

Tolong...Tolong... nafasku sempit.

Dayu  :

Ayah...Ayah...

Datuk Suryo :

Tolong aku... tolong aku...

Dayu : Ayah kenapa?

Datuk Suryo :

Kau siapa? Mengapa memanggilku ayah?

Dayu  :

Aku Dayu, Putri Sedayu, anakmu yang kau titipkan pada Datuk Suryo.

Datuk Suryo :

Dayu? Anakku? Kau anakku?

Dayu  :

Iya. Ayah kenapa?

Datuk Suryo :

Tolong ayah, Nak. Ular ini melilit ayah. Ayah tidak bisa bangun. Ayah mau bangun.

Dayu  :

Ular ? Ular apa, ayah?

Datuk Suryo :

Entah. Ular ini sudah lama melilit ayah. Ayah tidak bisa bangun. Tolong ayah, nak.

 

(Dayu kebingungan. Akhirnya ia kembali menarik sukma ayahnya)

(Datuk Suryo terpental kebelakang. Ia segera mengatur nafas)

 

Datuk Suryo :

Kau berhasil Dayu. Datuk bangga kau sudah menyempurnakan ilmumu.

Dayu  :

Datuk...

Datuk Suryo :

Ada apa?

Dayu  :

Apakah sukma yang Dayu tarik benar-benar menggambarkan keadaan orang itu?

Datuk Suryo :

Tentu saja. Sukma tidak pernah berbohong, tetapi raga bisa berbohong. Ada apa?

Dayu  :

Sukma ayah berkata dia sedang dililit ular. Ayah tidak bisa bangun.

Datuk Suryo :

Artinya ayahmu sedang sakit. Sepertinya kau harus cepat menemuinya. Ayahmu butuh bantuan.

Dayu  :

Bagaimana cara Dayu agar bisa kesana?

Datuk Suryo :

Datuk akan menghubungi Jono, anak buah kakekmu, agar besok dia menjemputmu.

Dayu  :

Memangnya Jono bisa kesini? Ini ditengah hutan.

Datuk Suryo :

Jono selalu kesini tiap bulan. Dia yang mengirimkan uang dan barang-barang yang kau butuhkan. Sejak kau bayi, Jono selalu kesini. Berkemaslah! Datuk akan menghubunginya dulu.

Dayu   :

Baik, Datuk

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar