SUSUK
9. SCENE 89 - 95
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

SCENE 89, TAMAN KOTA (SORE HARI)

(Bu Risti dan Melanie berjalan-jalan di taman kota. Melanie duduk di kursi rodanya.)

(Mbu Risti mendorong kursi roda itu sambil bercakap-cakap)

 

Bu Risti :

Airin semakin tidak waras, Mel. Dia semakin menjadi-jadi.

Melanie :

Apa yang dia perbuat?

Bu Risti :

Dia membeli sawah, entah pakai uang pribadi atau uang sekolah. Guru-guru diminta menanami sawah itu secara bergantian. Kita di jadwal.

Melanie :

Lalu?

Bu Risti :

Setelah panen nanti, kita diperintahkan untuk menjual habis semua. Dia berkata uang itu nantinya untuk dana tambahan membayar honor kita. Sekolah sudah tidak mempunyai guru ASN. Jadi sekolah butuh banyak dana untuk membayar guru-guru honorer yang baru. Ditambah lagi, Airin tidak henti-hentinya membangun gedung-gedung baru. Murid-murid di tarik uang gedung yang sangat menyekek leher. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana orang tua murid mencari uang untuk membayar sumbangan

Melanie :

Apakah tidak ada wali murid yang protes dengan kebijakan itu?

Bu Risti :

Tidak ada. Kau harus melihat bagaimana Airin bisa membungkan wali murid sebanyak itu. Entah susuk apa yang dia pakai. Dan yang lebih mencengangkan lagi, si Airin tiap bulan bisa bergonta ganti mobil. Isu yang beredar dia juga mempunyai apartemen di Malaysia.

Melanie :

Apa mungkin Airin punya jimat pesugihan?

Bu Risti :

Bukan hanya mungkin tapi memang punya. Kau punya Mala yang memiliki kelebihan kok masih bertanya seperti itu.

Melanie :

Mala tak pernah mau cerita. Mungkin dia takut aku tambah kepikiran.

Bu Risti :

Sebenarnya aku ingin bertanya dengan Mala. Apa sih yang dia lihat pada Airin? Mungkin saja dia bisa melihat barang-barang bawaan Airin.

(Bu Risti dan Melanie terus berjalan-jalan mengitari taman kota)

 

SCENE 90,  MOBIL (SIANG HARI)

(Jono, asisten Pak Satrio menjemput Dayu dan Datuk Suryo di Gubuk Linggau)

(Mereka segera berangkat menuju Jakarta)

(Jono menceritakaan keadaan Pak Satrio)

(Dayu dan Datuk Suryo mendengarkan dengan seksama)

 

Jono  :

Kasian Bu Risa setiap hari menunggu Pak Satrio yang tidak kunjung siuman.

Dayu  :

Memangnya ayah sakit apa?

Jono  :

Entahlah. Dokter juga bingung karena semuanya normal. Hanya Pak Satrio tidak sadarkan diri.

Datuk Suryo :

Kita harus segera kesana. Pak Satrio sudah terlalu lama tidur.

(Mobil terus melaju )

 

SCENE 91,  RUANG KEPALA SEKOLAH (PAGI HARI)

Pak Amral :

Bu Airin sepertinya kita harus membuka lowongan bagi guru honorer. Sekolah kita banyak kehilangan guru. Minggu kemarin Bu Sinta meninggal karena sakit typus. Bulan lalu Pak Jaka meninggal karena kecelakaan. Belum lagi guru yang sakit sehingga tidak bisa mengajar.

Bu Airin :

Silakan rekrut tenaga honorer baru yang masih fresh, laki-laki dan belum menikah.

Pak Amral :

Kenapa syaratnya seperti itu?

Bu Airin :

Kalau laki-laki tidak banyak kerepotan. Pak Amral tahu sendiri disini banyak sekali kegiatan. Saya tidak mau repot dengan guru perempuan yang banyak halangan. Selain itu guru yang belum menikah juga tidak banyak pikiran. Bisa fokus bekerja di sekolah.

Pak Amral :

Kalau saya boleh menyarankan, tolonglah Bu Airin guru-guru jangan dibebankan tugas dan kegiatan yang terlalu banyak. Kita juga harus memikirkan kesehatan mereka.

Bu Airin :

Biar saja Pak Amral. Mereka harus memulai kebiasaan baru. Mereka sudah terlalu lama bersantai sejak zaman Pak Satrio. Lihat saja tubuh mereka gendut kebanyakan lemak. Sekarang saya mau mereka semua kerja keras agar mereka lebih produktif dan sekolah ini lebih maju.

 

SCENE 92,  RUMAH SAKIT (SIANG HARI)

(Dayu tiba di rumah sakit tempat Pak Satrio di rawat)

(Jono dan Datuk Suryo berjalan di depan Dayu)

(Jono melihat Risa sedang duduk melamun di depan kamar Pak Satrio)

(Jono mempercepat langkahnya. Datuk Suryo dan Dayu mengikuti Jono)

 

Jono :

Bu Risa, saya sudah kembali.

 

(Risa menoleh. Ia bangkit dari tempat duduknya)

(Risa melihat orang-orang datang bersama Jono)

Risa :

Datuk... Datuk Suryo..?

 

(Datuk Suryo mengangguk dan tersenyum. Ia memberi salam kepada Risa)

(Risa melihat Dayu. Ia mengamati dari bawah sampai ke atas)

(Risa langsung menangis dan memeluk Dayu)

 

Setelah beberapa saat

Risa (VO monolog)

Waktu itu malam Jum’at. Ibu sedang mengajari Rian, Adikmu di kamarnya sedangkan ayahmu di kamar. Tiba-tiba ibu mendengar teriakan ayahmu. Ibu dan adik-adikmu segera berlari menuju kamar. Kami melihat ayahmu sudah muntah darah. Berkali-kali. Ayahmu segera di bawa ke rumah sakit. Ayahmu tidak sadar, tetapi ketika di lakukan medical check up semua organ tubuhnya tidak apa-apa. Ibu hanya bisa berdoa agar ayahmu bisa segera sadar.

 

*Visualnya    

Dayu melihat keadaan ayahnya dari luar jendela.

 

Dayu :

Datuk, kenapa ayah dililit ular?

(Datuk Suryo dan Risa kaget mendengar perkataan Dayu. Mereka bangkit dari kursi dan mendekati Dayu)

 

Risa  :

Maksud kamu apa, Dayu? Apakah benar itu Datuk?

Dayu  :

Ayah tidak dapat bernafas karena ada ular yang melilitnya. Ular itu besar. Ayah kesulitan membuka matanya. Datuk, kita harus masuk. Ular itu harus segera diambil. Kasihan ayah.

Datuk Suryo :

Risa, kau sudah tahu kan kalau Dayu akan memiliki kelebihan? Ya begitulah kelebihannya.

Dayu  :

Ibu, Dayu mau masuk. Dayu mau mengambil ular itu. Ayah kesakitan

Risa  :

Bagaimana caranya kau bisa masuk? Ini ruang isolasi hanya dokter dan perawat yang boleh masuk.

Datuk Suryo :

Bawa pulang suamimu ! Aku dan Dayu yang akan mengobatinya.

Risa  :

Tapi Datuk..??

Datuk Suryo :

Terserah kau mau mempercayai anakmu atau tidak. Terserah kau mau suamimu sembuh atau tidak. Dayu hanya ingin melihat ayahnya sembuh.

(Risa terdiam. Ia berfikir sejenak)

 

Risa  : 

Jono, urus semua administrasi rumah sakit! Bawa pulang Bapak!

Jono  :

Siap, Ibu.

 

(Jono segera berlari mengurus surat-surat administrasi Pak Satrio)

(Jono terlibat percakapan dengan pihak rumah sakit)

(Pihak rumah sakit akhirnya mengijinkan Pak Satrio dibawa pulang)

(Risa menandatangani surat pernyataan)

(Pintu kamar Pak Satrio dibuka)

(Beberapa perawat melepas beberapa alat)

(Jono dan pihak rumah sakit mendorong kasur pak Satrio ke dalam ambulans)

(Ambulas berangkat. Dibelakangnya Jono beserta keluarga Pak Satrio mengikuti dengan mobil)

 

SCENE 93,  KAMAR PAK SATRIO (SORE HARI)

(Pak Satrio di bopong ke kamarnya)

(Rian dan Risa berbicara)

 

Rian  :

Ibu, sangat ceroboh! Keadaan ayah masih kritis malah membawa ayah pulang. Apa yang ada dalam pikiran ibu? Dan itu dua manusia pedalaman yang ibu bawa, itu apa lagi?

Risa  :

Jaga omonganmu, Rian! Gadis itu, Dayu, kakak perempuanmu yang sejak bayi dititipkan pada Datuk Suryo atas perintah kakekmu. Dayu mempunyai indra keenam. Dia melihat ayahmu dililit seekor ular.

Rian  :

Dan Ibu percaya begitu saja. Bagaimana kalau mereka ternyata penipu?

Risa  :

Tidak mungkin mereka penipu. Jono yang membawa mereka. Sejak dulu Jono lah yang mengurus keperluan Dayu.

Rian  :

Aku tetap tidak setuju dengan keputusan ibu kali ini. Ayah sakit karena keracunan makanan bukan karena hal tahayul bodoh ini.

(Dayu dan Datuk Suryo masuk)

 

Datuk Suryo :

Maafkan kalau kami masuk tanpa mengetuk pintu dahulu. Anak muda memang apa yang Dayu katakan tidak bisa diterima secara akal. Tapi izinkanlah dia untuk mengobati ayahnya. Semoga ini adalah jalan dari Tuhan untuk kesembuhan ayahmu.

Dayu  :

Berikan saya kesempatan. Kalau saya gagal, kalian boleh melakukan apa saja terhadap saya.

(Rian terdiam. Emosinya mulai menurun)

 

Rian  :

Baik. Silakan kau obati ayah dengan caramu. Kalau kau gagal aku akan langsung menyeret kalian ke kantor polisi karena telah melakukan penipuan.

Risa  :

Rian...!!!

Datuk Suryo :

Tidak apa-apa, Risa. Kami akan mulai sekarang. Apakah bisa saya minta garam kasar dan daun kelor?

Risa  :

Sebentar, Datuk, saya akan menyuruh Jono mencarinya.

 

(Risa keluar kamar. )

(Datuk Suryo menggerakkan tangannya ke seluruh badan Pak Satrio)

(Risa masuk membawa garam kasar dan daun kelor)

 

Datuk Suryo :

Dayu, remas-remas daun kelor ini dan campur dengan garam kasar! Lempar pada ular yang melilit ayahmu! Berteriaklah kalau ular itu mulai membuka lilitannya!

 

(Dayu melakukan apa yang diperintahkan Datuk Suryo)

(Dayu melempari Marji dengan campuran daun kelor dan garam kasar)

(Marji menyeringai, Dayu makin gencar melempari Marji)

(Marji bergeliat, ia mulai membuka lilitannya perlahan)

 

Dayu  :

Datuk, ular itu mulai membuka lilitannya.

Datuk Suryo :

Kita tarik ular itu dari badan ayahmu. Ikuti gerakan Datuk!

 

(Datuk Suryo dan Dayu menarik Marji sekuat tenaga)

(Risa dan Rian hanya melihat mereka dengan keheranan, diam, dan bingung )

(Datuk Suryo mencekek leher Marji dengan sabuk ghaibnya)

(Marji menganga kesakitan)

 

Datuk Suryo :

Cepat lempar mulut ular itu dengan campuran tadi!

 

(Dayu melempari mulut Marji )

(Marji semakin merasa kesakitan)

 

Datuk Suryo : 

Siapkan Trisulamu! Datuk akan menariknya ke luar!

 

(Datuk Suryo membaca beberapa doa. Menyiapkan tenaganya)

(Datuk Suryo memberikan isyarat agar Dayu keluar ke halaman)

(Dayu segera berlari keluar)

 

Datuk Suryo :

Allahu akbar.......!!!!!!!!

 

(Datuk Suryo menarik Marji lepas dari tubuh Pak Satrio)

(Marji terlempar keluar)

(Datuk Suryo berlari ke halaman. Risa dan Rian ikut keluar)

(Datuk mengambil sambuk emas dari lengannya. Sabuk itu di lepar ke arah Marji)

(Sabuk itu melilit Marji)

 

Datuk Suryo :

Dayu, Trisulamu! Tusuk kepalanya!

 

(Dayu mengeluarkan trisulanya. Dengan tepat dan cepat Dayu melempar ke trisula itu ke kepala Marji)

(Marji tewas. Darah mengalir dari kepalanya)

 

Datuk Suryo :

Keluarkan pedangmu! Potong badan ular itu! Hancurkan kalau bisa!

 

(Dayu mengeluarkan pedangnya)

(Dengan sigap ia mencincang tubuh Marji)

(Datuk Suryo menarik sabuk emasnya. Ia menaburkan garam kasar pada potongan tubuh Marji)

(Tubuh Marji hancur lebur, terbakar)

(Trisula dan pedang Dayu kembali masuk ke tubuhnya)

 

Datuk Suryo :

Risa, masuklah! Lihat bagaimana kondisi Satrio!

 

(Risa berlari ke kamar suaminya. Rian mengikuti dari belakang)

(Datuk Suryo menetralisir hawa negatif Marji. Ia dan Dayu menyirami halaman dengan garam kasar)

(Perlahan bekas darah dan abu tubuh Marji menghilang)

Risa  :

Datuk... Dayu..!!!

(Mendengar teriakan Risa, Datuk Suryo dan Dayu bergegas masuk.)

 

Risa  :

Lihat! Banyak laba-laba keluar dari kepala Bapak.

(Datuk Suryo menggeleng-gelengkan kepalanya)

 

Datuk Suryo :

Sungguh tega yang mengirim ini. Sebenarnya ada masalah apa orang ini dengan Satrio?

Risa  :

Ini sebenarnya ada apa, Datuk?

Datuk Suryo :

Bagaimana Satrio bisa sadar, dikepala penuh dengan laba-laba yang melukainya. Selain itu ular besar tadi melilit Satrio sehingga susah bernafas ?  Apakah Satrio selama ini punya musuh sehingga dia dikirimi seperti ini?

Risa  :

Sepengetahuan saya tidak ada, Datuk.

Datuk Suryo :

Bawakan aku air seember. Masukkan bunga-bunga di dalamnya! Kita harus segera membersihkan laba-laba ini!

Risa  :

Bunga apa, Datuk?

Datuk Suryo :

Bunga yang ada di rumahmu. Ambil tiap jenis satu bunga! Lepas semua kelopaknya dan masukkan dalam air itu!

 

(Risa keluar. Beberapa menit kemudian dia masuk bersama Jono yang membawa ember berisi air kembang)

(Datuk Suryo menyiram badan Pak Satrio dengan air kembang)

(Laba-laba itu keluar lebih banyak dari kepala Pak Satrio)

(Datuk Suryo menyiram kepala Pak Satrio. Dikeramasinya rambut Pak Satrio)

(tidak ada lagi laba-laba yang keluar dari kepala Pak Satrio)

(Datuk Suryo mengumandangkan adzan)

(Perlahan Pak Satrio membuka mata. Jari tangan Pak Satrio bergerak)

(Pak Satrio menggerakkan kepalanya. Ia menoleh ke arah Risa dan Rian. Pak Satrio tersenyum)

(Risa dan Rian berlari memeluk Pak Satrio. Tangis mereka pecah)

 

SCENE 94,  RUMAH KI AGENG (SORE HARI)

(Ki Ageng mengambil gelas dan hendak menuangkan air dari kendi)

(Ki Ageng gemetar, ia merasakan sakit, gelas terjatuh)

(Ki Ageng roboh, badannya kepanasan)

(Ki Ageng bergeliat-liat di tanah, tubuhnya kesakitan seperti di tusuk-tusuk)

(Ki Ageng mengerang kesakitan, ia memegangi lehernya)

(Mulut Ki Ageng keluar darah, Ki Ageng mulai kejang)

(Ki Ageng berusaha bangkit, ia merangkak tetapi sia-sia. Langkah Ki Ageng terhenti)

(Ki Ageng jatuh terkapar di tanah)

 

SCENE 95,  RUMAH AIRIN (SORE HARI)

(Airin sedang menyisir rambutnya. Airin mengambil bedak pemberian Ki Ageng)

(Airin memakai bedak, tiba-tiba Airin menyenggol kotak yang berisi kristal pemberian Ki Ageng)

(Airin buru-buru mengambil kotak itu. Ia membuka isinya)

(Kristal rubi pemberian Ki Ageng retak)

 

Airin :

Kristal ini retak? Apakah sesuatu yang buruk telah terjadi pada Ki Ageng?

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar