SUSUK
2. SCENE 7-15
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

SCENE 7, AULA (PAGI HARI)

(Airin memasuki aula. Secara ghaib di pundak kanan kirinya terdapat seekor kelelawar. Ia berjalan dengan penuh percaya diri. Beberapa guru melirik ke arah Airin dan beberapa dari mereka merasakan keanehan. Airin duduk)

(Tak lama beberapa pejabat sekolah masuk. Pak Satrio masuk dengan wajah lesu. Pak Amral mengikuti dari belakang sambil membawa map.)

 

Pak Amral:

Selamat pagi menjelang siang Bapak Ibu Guru sekalian. Salam sejahtera untuk kita semua. Mohon maaf rapat ini kami adakan mendadak karena ada hal mendesak yang sangat penting yang harus kami sampaikan kepada Bapak Ibu semua. Untuk lebih jelasnya saya berikan kesempatan kepada Bapak Satrio selaku kepala sekolah.

Pak Satrio :

Selamat Pagi menjelang siang Bapak Ibu semua. Hari ini ada suatu hal yang ingin saya sampaikan terkait keadaan sekolah kita. Seperti yang kita ketahui bersama jumlah siswa di sekolah ini sangat sedikit bisa dikatakan tidak mencapai target yang diberikan dari ketua yayasan sedangkan guru honorer yang bekerja disini sangat banyak. Sekolah benar-benar kewalahan untuk menutupi biaya operasional. Oleh sebab itu dengan sangat berat hati dan penuh pertimbangan, kami memutuskan untuk merumahkan beberapa guru

Riswan :

Maaf, Bapak Kepala Sekolah. Saya memotong pembicaraan Anda. Apakah tidak ada solusi lainnya? Merumahkan guru sama artinya mematikan sandang pangan mereka. Apa Bapak tidak memikirkan itu honor mengajar dipotong 10% saja pasti sudah memberatkan mereka apalagi harus di PHK. Kasihanilah mereka.

Pak Satrio :

Saya bukannya tidak kasihan, Pak Riswan. Saya juga berat mengambil keputusan ini. Kalau mereka menangis satu malam. Saya malah menangis dahulu lima malam. Jika mereka sedih satu hari. Saya lebih dahulu menangis lima hari. Berat, Pak Riswan, berat!

Riswan :

Apa gunanya ada waka humas disini kalau tidak bisa mencari dana? Copot saja jabatan itu kalau memang tidak berguna.

Pak Amral:

Sabar, Pak Riswan, kami semua sudah berusaha mencari dana dari berbagai sumber. Tetapi mau bagaimana lagi. Sekolah kita memang sedang dalam kondisi kritis. Dari pada tutup lebih baik kami merumahkan beberapa dewan guru untuk mengurangi biaya operasional sekolah. Ini pilihan berat, Bapak Ibu semua dan mohon pengertiannya.

Pak Satrio :

Kami dengan sangat berat hati akan merumahkan lima orang guru yaitu.....

 

(Airin mengangkat wajahnya. Ia menggerakkan bahu kanannya sehingga kelelawar yang hinggap di bahunya terbang. Kelelawar itu berputar mengelilingi kepala Pak Satrio dan mematuk berkali-kali. Airin tersenyum licik.)

 

Pak Satrio:  

Pak Anwar,(jeda) Bu Sami,(jeda), Bu Chandra ,(jeda) Bu Kia ,(jeda) dan ,(jeda) Bu Wati.

 

(Pak Ali, Bu Melanie, Bu Risti dan Bu Wati kaget. Mereka saling pandang. Pak Satrio dan Pak Amral meninggalkan ruang rapat. Guru-guru yang di PHK meninggalkan ruang rapat dengan lesu dan berurai air mata. Airin berdiri dari tempat duduknya. Tersenyum penuh kemenangan. Ia membalikkan badan dan keluar meninggalkan ruang rapat. Beberapa guru masih berada di ruang rapat menenangkan guru yang di PHK )

 

SCENE 8, RUANG GURU (SIANG HARI)

(Bu Wati membereskan buku-buku yang berada di mejanya. Sambil menitikkan air mata, Bu Wati memasukkan berkas-berkasnya ke dalam kardus)

 

Bu Melanie:

Bu Wati, Kenapa kamu yang dirumahkan? (menangis sambil memeluk Bu Wati)

Bu Risti:

Pak Satrio itu sudah gila. Apa perlu saya laporkan dia kepada ketua yayasan?

Bu Wati:

Sudahlah, Bu Melanie, Bu Risti mungkin memang sudah bagian saya.

Bu Risti:

Tapi ini tidak adil. Main PHK saja. Harusnya kan si Airin yang di PHK kenapa malah Bu Wati?

Bu Wati:

Sudahlah Bu Risti, saya mohon maaf kepada kalian berdua kalau ada salah. Saya pamit.

 

(Bu Wati bersalaman dengan Bu Melanie dan Bu Risti. Ia kemudian meninggalkan ruang guru sambil membawa berkas-berkasnya.)

 

Bu Risti:

Mel, ini ada yang aneh.

Bu Melanie:

Apanya?

 

(Pak Ali masuk ke ruang guru dan langsung menuju meja Bu Risti dan Bu Melanie)

 

Bu Risti:

Heh, Pak Ali. Katamu yang mau di PHK itu si Airin. lalu kenapa Bu Wati yang di PHK?

Pak Ali :

Nah itu pula yang aku herankan. Kemaren dalam daftar guru yang akan di PHK tidak ada nama Bu Wati malah nama si Airin. Entah kenapa sekarang malah berubah? Saya bersumpah kemaren saya melihat sendiri.

Bu Melanie:

Apa mungkin Pak Satrio berubah pikiran?

Pak Ali :

Mana mungkin berubah pikiran? Daftar nama-nama itu diajukan oleh Pak Amral dan langsung disetujui oleh Pak Satrio. Airin disini sudah tidak ada jam mengajar. Sudah tak berfungsi. Oleh sebab itu Pak Amral memasukkan namanya.

Bu Risti:

Pasti ada sesuatu yang tidak beres.

 

SCENE 9, RUANG KEPALA SEKOLAH (SIANG HARI)

Pak Amral: 

Pak Satrio, Mengapa Bu Wati yang di PHK? Saya tidak memasukkan namanya ke dalam daftar guru yang akan dirumahkan melainkan Bu Airin yang saya masukkan.

Pak Satrio: 

Saya berubah pikiran

Pak Amral:

Pak Satrio, sekolah ini masih membutuhkan tenaga Bu Wati. Mata pelajaran yang diampunya adalah eksak. Kita tidak punya stok guru lagi. Sedangkan Bu Airin, kita sudah tidak membutuhkan tenaganya. Jam mengajarnya saja sudah tidak ada.

Pak Satrio :

Saya akan mengajukan permintaan ASN untuk menggantikan Bu Wati. Sedangkan Bu Airin akan saya angkat menjadi Staf Pak Jeremy.

Pak Amral:

Staf Pak Jeremy ? Staf Humas?

Pak Satrio:

Ya. Kau tidak dengar tadi kata Pak Riswan ? Apa gunanya ada waka humas tetapi tidak bisa mencari dana? Itu tamparan bagi saya. Saya pikir Pak Jeremy butuh staf untuk meringankan bebannya sehingga sekolah kita mendapatkan suntikan dana. Saya yakin Bu Airin adalah orang yang tepat.

Pak Amral :

Mengapa Pak Satrio sangat yakin dengan kemampuan Bu Airin? padahal bertemu saja tidak pernah. Melihat kinerjanya saja tidak pernah.

Pak Satrio:

Sudahlah Pak Amral! Ini sudah menjadi keputusan saya. Kalau Anda tidak setuju. Silakan Anda keluar juga dari sekolah ini!

Pak Amral:

Maafkan saya Pak Satrio. Saya tidak akan protes lagi.

Pak Satrio:

Besok langsung lantik Bu Airin di ruang guru. Siapkan Surat Keputusannya sekarang.

Pak Amral:

Baik, Pak Satrio.

 

SCENE 10, RUANG GURU (PAGI HARI)

Airin (VO prolog)

Ini baru langkah awal. Liat saja kejutan apalagi yang akan aku berikan.

*visualnya

Airin dilantik menjadi Staf wakil kepala bagian humas di depan semua guru. Pak Satrio memberikan Surat Keputusan kepada Airin sambil bersalaman. Guru-guru bertepuk tangan. Beberapa memberikan senyuman sinis.

 

SCENE 11, RUMAH KI AGENG (MALAM HARI )

Ki Ageng:

Bagaimana hasilnya?

Airin:

Kepala sekolah tidak jadi merumahkan saya, malah saya diangkat menjadi staf

(Ki Ageng tertawa keras)

Airin:

Lalu apa ritual saya selanjutnya, Aki?

Ki Ageng:

Sekarang apa lagi tujuanmu?

Airin:

Saya ingin menjadi kepala sekolah di sekolah itu. Saya ingin semua guru tunduk dengan perintah saya. Saya akan siksa mereka sampai ada yang sakit bahkan mati.

Ki Ageng:

(tertawa keras) bagus...bagus... kau memang penuh dengan ambisi dan dendam. Pantaslah jika aku menjadikanmu murid.

 

( Ki Ageng menutup mata sambil membaca mantra. Tangannya memukul-mukul lantai.)

 

Ki Ageng:

Mibojin....!!!

( Ki Ageng berteriak sambil menghentakkan tangannya ke lantai sebanyak 3x)

(tercium bau bunga dan perlahan muncul asap putih. Ki Ageng memasukkan asap itu ke punggung Airin berkali-kali)

 

Ki Ageng:

Sembah para dayang khayangan. Mibojin menyatulah dengan raga ini.

 

(Ki Ageng mendorong punggung Airin. Airin menahan sekuat tenaga agar tidak terjungkal.)

 

Ki Ageng:

Apa yang kau rasakan?

Airin:

Punggung saya berat, Aki. Seperti ada yang saya gendong.

Ki Ageng:

(tertawa) itu Mibojin, yang akan menjadi pendampingmu selain dua kelelawar itu. Dialah yang nantinya akan memberikan aura kewibawaan kepadamu dan kecantikan luar biasa. Dia juga yang akan melindungimu jika nanti ada yang ingin mendepakmu. Kau bisa menyuruhnya apa saja. Tinggal hentakkan tanganmu ke tanah dan panggil namanya sekeras mungkin. Dia akan mengikuti semua perintahmu. Asal...

Airin:

Asal apa, Aki?

Ki Ageng:

Asal kau mampu memberikannya tumbal setiap bulan purnama

Airin:

Apa tumbalnya?

Ki Ageng:

laki-laki yang terlahir sebagai anak pertama dan memiliki watak yang lemah lembut. Anak itu kesayangan orang tuanya. Kebanggan orang tuanya.

Airin:

Harus saya apakan anak itu?

Ki Ageng:

Hanyutkan jasadnya ke telaga tiga warna. Sekali saja kau lupa memberikan tumbal. Mibojin akan mengamuk. Bisa saja dia akan melukai dirimu atau bahkan keluargamu. Apakah kau menyanggupinya?

Airin:

Sanggup, Aki .

Ki Ageng:

Pulanglah dan lakukan segera jika waktunya telah tiba.

Airin:

Baik.

SCENE 12, RUMAH MALA (MALAM HARI )

( Mala sedang berdzikir setelah menunaikan sholat isya. Seperti biasa, matanya terpejam, tangannya bergerak lincah memindahkan biji-biji tasbih, mulutnya tak henti berdzikir. Tiba-tiba tasbih Mala putus. Mala kaget. Di belakangnya, Melanie sudah berdiri hendak membicarakan sesuatu)

 

Melanie:

Mal, apa kau mendapatkan firasat?

Mala:

Tasbihku putus, Mel. Semoga bukan pertanda buruk.

Melanie:

Apa yang kau lihat, Mal?

Mala:

Kematian

(Melanie menutup mulutnya)

Mala:

Kita harus banyak-banyak berdoa. Sepertinya SMA Kusuma Bangsa akan mendapat bencana. Aku tak tahu apa. Tapi firasatku jelek sekali.

Melanie:

Apa ini ada hubungannya dengan Airin?

Mala :

Airin? Ada apa dengan dia? Aku sudah lama tak melihatnya di sekolah.

Melanie :

Coba lihatlah. Firasatku mengatakan ada sesuatu yang aneh dengan Airin.

Mala :

Baiklah.

 

SCENE 13, RUMAH AIRIN (MALAM HARI )

(Airin berada di kamarnya. Ia sedang menyisir di depan kaca. Ia tersenyum senang melihat wajahnya yang tampak cantik. Tidak seperti sebelumnya, kusam dan lusuh. Pintu di ketuk. Widi, suami Airin masuk dan langsung berbaring di kasur)

 

Widi :

Kau dari mana, Bunda? Tengah malam begini kau baru datang

Airin :

Aku ada rapat di sekolah. Ayah harus memaklumi sekarang Bunda diangkat menjadi staf humas yang mengurus mencari dana agar sekolah tidak bangkrut. Bunda akan sering pulang malam.

Widi :

Jangan terlalu sibuk! Anak-anak sejak tadi menanyakanmu.

Airin:

Mulai sekarang urusan anak-anak adalah tanggung jawab Ayah. Bunda akan sibuk.

Widi :

Bunda tidak bisa begitu. Bagaimanapun mereka...

(Airin membalikkan badannya. Ia menghentakkan bahu kanannya. Dengan cepat kelelawar di bahu Airin terbang dan hinggap di kepala Widi. Kelelawar itu mematuk kepala Widi berkali-kali. Airin mendekati Widi.)

Airin :

(menatap tajam mata Widi) dengarkan Bunda. Mulai sekarang semua perkataan Bunda adalah perintah yang tidak boleh dibantah. Urus anak-anak dengan baik. Bunda tidak mau tahu. Jangan pernah ikut campur urusan Bunda lagi. Tugasmu hanya mengurus anak-anak dan bekerja mencari uang.

Widi  :

(mengangguk seperti orang bodoh) Baik Bunda.

Airin :

Mulai sekarang panggil saya Kanjeng Ratu, Bukan Bunda lagi dan kamu jangan pernah tidur di kamar ini lagi. Pindah ke kamar belakang sekarang (berteriak).

Widi  :

Baik, Kanjeng ratu.

 

(Widi pergi meninggalkan Airin. Airin tertawa keras dan penuh kemenangan)

 

SCENE 14, KORIDOR SEKOLAH (PAGI HARI )

( Mala sengaja datang pagi-pagi karena ia penasaran dengan Airin. Mala berjalan di sepanjang koridor sekolah berharap bertemu dengan Airin.)

(Airin baru saja datang. Ia memarkir sepeda motornya dan bergegas menuju ruang kerjanya. Ia berjalan melewati koridor)

(Melihat Airin, Mala mempercepat langkahnya dan dengan sengaja Mala menubruk Airin dari belakang)

 

Airin : 

Ada apa ? Kamu ada masalah dengan saya?

Mala  :

Maaf, Airin. saya tidak sengaja. Tadi terburu-buru.

 

(Mala melihat dengan mata batinnya. Kedua kelelawar di bahu Airin, nenek tua yang digendong Airin, serta wajah Airin yang penuh luka )

 

Airin :

Ada apa lagi?

Mala  :

Tidak ada apa-apa. Permisi.

(Mala berlari meninggalkan Airin)

 

SCENE 15, MUSHOLLA SEKOLAH (PAGI HARI )

( Melanie sedang mengerjakan sholat dhuha. Mala masuk dengan tergesa. Ia duduk di belakang menunggu Melanie selesai sholat)

 

Melanie:

Ada apa, Mal?

Mala :

Sepertinya firasatku benar, Mel (gemetar)

Melanie :

Kenapa, Mal?

Mala :

Aku melihat penampakan Airin dengan mata batinku.

Melanie:

Apa yang kau lihat?

Mala :

Kelelawar di kedua bahunya. Ada nenek tua yang ia gendong dan wajahnya itu, Mel, penuh dengan luka. Menyeramkan. Andai kau juga bisa melihatnya. Kau pasti tidak akan kuat.

Melanie :

Semenyeramkan itu?

Mala :

(mengangguk) Kita harus waspada, Mel. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Airin.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar