Skrip Sajak Cinta Terakhir
19. PART 19
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

131. INT. RUMAH NISA (KAMAR NISA) - SORE

Nisa masih nampak begitu terpuruk. Ia masih belum bisa menerima kepergian Regi. Nisa berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka, ia memandang ke arah luar dengan tatapan kosong. Dalam benaknya, Nisa hanya membayangkan wajah Regi. Laki-laki yang sangat ia sayangi, yang kini sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.

NISA

Aku hanya bisa mengadu pada senja.... Ketika menangisi kepergianmu dalam hidupku. Mengapa bahagia itu sangat singkat? Bagai hujan yang hadir membasahi bumi. Aku hanya bisa mengeluh pada senja.... Aku disini hanya diam terpaku. Menahan pedih di dalam hatiku. Saat menyadari kau telah meninggalkanku. Wahai senja.... Mengapa rindu ini semakin menghujam jangtungku? Bagai ombak besar menghantam dadaku. Hingga aku tak bisa bernafas karena desakan rasa rindu. Wahai senja... mengapa takdir begitu kejam? Ku dianugrahkan dia, tapi kini dia tersekap dalam kelam. Kini aku hanya mampu terdiam. Hatiku telah hancur terhantam takdir yang begitu kejam..

CUT TO:

ESTABLISH PERGANTIAN HARI.

132. INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - SIANG

Karena rasa rindu yang tak terbendung, dan rasa kehilangan yang masih melekat. Nisa memutuskan datang ke rumah Regi, dan dengan se-ijin Mahesa, Nisa masuk ke dalam kamar Regi. Gadis itu ingin mengenang masa-masa yang pernah ia lewati saat menghabiskan waktu seharian bersama Regi.

Suasana yang tak banyak berubah di dalam kamar Regi, membuat Nisa semakin teringat dan merindukan Regi. Perlahan ia berjalan menelusuri setiap bagian di kamar Regi. Melihat barang-barang Regi, baju-baju Regi, terutama baju yang sering Regi kenakan saat bekerja, semakin membuat Nisa tak bisa menahan air matanya.

Saat Nisa duduk di tempat biasa Regi mengerjakan pekerjaannya, tidak sengaja pandangannya tertuju pada sebuah kertas yang dilipat, dan di bagian depan bertuliskan nama Nisa, kertas itu tertindih oleh sebuah buku. Dengan sangat antusias bercampur rasa penasaran, Nisa langsung mengambil dan membuka lipatan kertas itu lalu membacanya.

REGI (O.S)

Aku tahu ini tak mudah bagimu
Melupakan semua yang telah terbingkai di hati
Tapi inilah yang terbaik untukmu
Relakan saja meski perih kan kau dapati
Maafkan aku yang tak pernah bisa
Ciptakan indah bertabur tawa
Terus kumanjakan dirimu dalam derita
Cerita pahit, sakit menahan luka
Kini sudah saatnya aku pulang
Bersama asmara yang tak pernah tertuang
Tersenyumlah selalu kau sayang
Karena tak akan ada lagi kasihmu yang terbuang
Oh Tuhan...
Kumohon berikan semangat senja
Untuk dia yang selalu setia
Menemani sampai waktu terakhirku tiba
Aku mohon...
Jangan ada air mata, jangan ada duka
Karena aku ingin selalu melihatnya bahagia

Nisa benar-benar tidak bisa menahan air matanya. Saat membaca sajak itu sambil mengenang kembali kebersamaannya bersama Regi. Meski terlambat ia temukan, namun Nisa bahagia. Karena ternyata Regi masih sempat menulis sajak cinta terakhir untuknya.

CUT TO:

133. INT. KANTOR MAJALAH (KANTOR BOS) - SIANG

Risya memberikan secarik kertas kepada Rian.

RISYA

Kak... ini sajak terakhir dari aku..

Kertas yang berisi sajak dengan tulisan tangan terakhir Regi, masih dengan kertas yang sama dengan kertas yang waktu itu Regi pakai. Karena masih jelas terlihat ada beberapa tetes darah yang sudah mengering menghiasi kertas sajak itu.

RIAN

Sajak terakhir, maksud kamu?..

Rian memandang heran kertas berhiaskan tetes-tetes darah yang sudah mengering.

RISYA

Ini sajak terakhir yang bakal aku posting di majalah ‘Bintang’ Kak...

RIAN

Ini maksudnya gimana? Saya tidak mengerti. Tolong jelaskan Ris!..

Awalnya Risya ragu, karena dia takut Rian akan marah kepadanya. Tapi Risya juga tidak mungkin terus berbohong, dengan terus berpura-pura mengakui kalau sajak itu karyanya. Padahal jelas-jelas bukan Risya yang membuatnya.

Akhirnya Risya menceritakan semuanya kepada Rian. Bahwa sebenarnya sajak-sajak yang selama ini diposting di majalah, bukanlah sajak yang dibuat Risya sendiri. Melainkan dari seseorang yang mengaguminya. Dan karena sang pengagum rahasia kini sudah tiada lagi di dunia, itu berarti tidak akan ada lagi sajak-sajak cinta untuknya. Dan tidak akan ada lagi sajak yang bisa Risya posting di majalah.

RISYA

Maafin aku Kak, aku benar-benar menyesal udah bohong. Aku siap, kalau Kak Rina mau hukum aku. Karena apa yang telah aku lakukan itu, adalah sebuah kesalahan..

Tapi untung saja Rian bisa mengerti dan mau memaafkan Risya.

RIAN

Iya Ris, saya maafin kamu..

RISYA

Makasih Kak..

Risya cukup lega.

CUT TO:

134. MONTAGE

Saat majalah ‘Bintang’ edisi terbaru keluar dan beredar di pasaran, dengan cover ‘Sajak cinta terakhir’ itu laku keras. Banyak sekali para pembaca yang menyukai sajak yang diposting di majalah ‘Bintang’ edisi terbaru itu.

Tapi tidak bagi Risya, Nisa dan Mahesa. Setiap kali mereka membaca sajak itu, mereka pasti akan meneteskan air mata dan langsung teringat kepada Regi. Karena hanya mereka bertiga yang benar-benar mengerti isi dari sajak terakhir itu.

Saat tubuhku semakin merapuh,

Harapan yang kupunya semakin sirna

Hingga segalanya serasa tak berjiwa

Hanya kepedihan yang mengisi hariku tanpa lelah

Kapan nafasku ini berhenti menghela?

Kapan sakit ini lelah menyiksaku?

Padahal aku sudah tak berdaya lagi

Bahkan air mata pun tak lagi kumiliki

Sajak ini, sajak terakhir untukmu...

Mungkin sudah saatnya aku berhenti

Untuk menjejalimu dengan segala rasa yang kupunya

Agar ketenangan dan kebahagiaan dapat lagi kau rasakan

Tanpa ada lagi aku, yang selalu mengusikmu

Utuh hatimu telah kau berikan padanya

Tulus cintamu telah kau serahkan untuknya

Dan aku semakin tak berhak, memilikimu

Sajak ini, sajak cinta terakhir untukmu...

Dan hari ini, maafkanlah rasaku

Yang t’lah menghadirkan resah dalam tiap nafasmu

Biarkan aku pergi bersama kesalahanku

Biarkan Tuhan yang akan menghukumku

Jika menyakitkan,

Aku akan tetap menikmatinya

Senja telah berbisik padaku, berpamitan tanpa suara

Menyambut malam yang dingin dan sunyi

Sudah waktunya kupejamkan mata yang lelah ini

Tapi aku takut?

Akankah pagi menyambutku dengan senyuman khasnya?

Ataukah mata ini akan terpejam selamanya?

Entahlah, aku hanya bisa memasrahkan diri

Hidup ini bukan milikku

Ada sebongkah kekuatan indah yang mengaturnya

Dialah yang paling mengerti akan sesuatu

Yang kelihatannya tak berarti

Seperti aku, manusia yang malang ini

Sajak ini, sajak cinta terakhirku...

Jika esok pagi tak lagi kutemui

Jika mentari sudah tak sudi memberiku hari

Maka biarkan kuberikan segaris senyuman

Untuk kalian simpan dalam ingatan

Bahwa aku pernah benar-benar hidup untuk kalian

Maafkan aku, maafkanlah rasakku

Kembalilah sayang!

Temukan semua yang t’lah hilang

Agar aku mampu tidur dengan tenang

Meski jauh aku akan tetap memandang

Berbahagialah wahai kalian yang aku sayang

CUT TO:

135. MONTAGE

Setelah kepergian Regi, Mahesa benar-benar menepati janjinya. Mahesa jadi lebih rajin kuliah, karena ini merupakan semester terakhir baginya. Meskipun harus mengerjakan banyak tugas, tapi Mahesa tidak pernah mengeluh atau bahkan menghindar seperti yang sering ia lakukan dulu. Mahesa sangat berharap sekali, jika dia mampu meraih nilai terbaik dan lulus dengan hasil tertinggi. Dengan kerja kerasnya, juga suport yang selalu Risya berikan untuk Mahesa selama masa-masa itu. Membuat Mahesa semakin bersemangat.

CUT TO:

ESTABLISH PERGANTIAN HARI.

136. EXT. HALAMAN KAMPUS - SIANG

Akhirnya, hari wisuda itu tiba. Mahesa benar-benar lulus dengan nilai terbaik. Di sela-sela pemberian selempang gelar dan toga, sesosok bayangan yang menyerupai Regi hadir dan tersenyum bangga melihat Mahesa, yang telah berhasil mewujudkan impiannya.

MAHESA (V.O)

Bang... ini untuk Abang..

Raut wajah Mahesa sedikit sendu saat memegang toga, dan tanpa terasa air matanya menetes begitu saja.

CUT TO:

137. EXT. PAMAKAMAN UMUM - SORE

Usai pelantikannya, dengan mengenakan jas putih, jas kebanggaan seorang dokter. Mahesa yang ditemani Risya dan Nisa pergi ke makam Regi. Mahesa ingin memamerkan apa yang baru saja ia dapatkan kepada Regi.

MAHESA

Bang... sekarang aku udah jadi dokter. Aku mampu bang. Bener kata abang, kalau aku pasti bisa. Dan semua ini berkat kerja keras abang. Tanpa jerih payah dan pengorbanan abang, aku nggak akan sampe di titik ini. Aku nggak akan jadi seperti ini. Tapi sayang, aku tidak bisa mendengar abang mengucapkan selamat dan tersenyum bangga untuk aku..

Mahesa sudah tidak bisa menahan lagi kesedihannya, sambil memegang batu nisan di tempat peristirahatan terakhir Regi.

RISYA

Bang Regi pasti melihat dan bangga sama kamu, Sa...

Risya mengelus pundak Mahesa yang saat itu berada di sampingnya.

MAHESA

Bang... aku bakal ambil spesialis nanti. Doain aku ya Bang!..

Mahesa tersenyum sambil mengelus Nisan Regi.

Secara bersamaan mereka memejamkan mata, dan mendoakan Regi di dalam hati. Setelah selesai, mereka menaburi bunga ke atas makam. Mahesa dan Risya beranjak dari duduk mereka, namun Nisa masih terlihat setia memandangi batu Nisan Regi dengan tatapan sendu, namun berusaha tetap tersenyum.

Mengerti perasaan Nisa, Mahesa dan Risya memilih pergi dan menunggu Nisa dari kejauhan saja.

NISA

Waktu telah berlalu begitu cepat, namun tidak secepat waktu yang berlalu aku mampu melupakan kamu. Bayangmu masih setia menemani hariku, dan cinta itu masih tetap setia berada di hati..

Nisa tersenyum sambil menatap batu nisan Regi.

NISA

Nisa sangat merindukan akang. Nisa tahu Akang pasti sudah bahagia, dan Nisa berharap akang selalu bahagia disana. Jangan tergoda bidadari surga ya kang! Tunggu sampe waktu Nisa tiba. Nisa pasti kesana nyusul akang..

Nisa tersenyum sambil mengelus nisan Regi lalu menciumnya.

-FREZEE-

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar