Skrip Sajak Cinta Terakhir
14. PART 14
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

107. EXT. TERAS DEPAN RUMAH NISA - MALAM

Nampak Risya sedang berdiri di depan rumah sambil menatap teras rumahnya.

RISYA

Sampai kapan aku harus menjalani hariku seperti ini? Memendam rindu yang tak terbalaskan. Dihantui ketakutan yang semakin menjadi-jadi. Dan menunggu sesuatu yang telah hilang..

Risya menghela nafas panjang. Langkahnya membawa ia berjalan menuju ujung teras rumahnya. Pandangannya menatap langit malam yang hanya berhiaskan bulan tanpa bintang.

RISYA

Duhai malam... buat hati ini sunyi. Agar rinduku ini tidak semakin bertambah. Duhai bulan... buatlah hatiku terang. Agar ketakutanku akan kehilangan, berhenti menghantuiku. Dan kau angin malam... berhembuslah untuk menenangkan diriku. Agar aku tak selalu menantikan, apa yang mulai hilang dari hariku..

Semua itu kembali muncul dalam pikiran Risya, terutama kebersamaan-kebersamaan dan semua kenangan bersama orang yang sangat ia cintai.

RISYA

Ini bukan tentang kamu... tapi terntang Rindu. Yang tidak bisa dipaksa untuk menunggu..

CUT TO:

ESTABLISH MALAM HARI.

108. EXT. TERAS DEPAN RUMAH REGI - MALAM

Regi dan Risya sedang duduk di depan teras rumah, sambil menatap ke arah langit malam yang penuh dengan hiasan bulan sabit dan bintang-bintang.

RISYA

Harusnya jangan diem di luar. Udaranya dingin Bang..

REGI

Kalau udaranya dingin, kamu juga jangan diem di luar! Nanti kalau masuk angin gimana? Nggak ada yang nemenin Abang dong..

Risya tersenyum, tapi terlihat gelisah

REGI

Kenapa? Kaya lagi mikirin sesuatu gitu..

RISYA

Aku lagi bingung Bang. Udah hampir satu bulan orang misterius itu nggak pernah lagi ngirim sajak cintanya. Jadi selama itu pula kolom sajak di majalah tempat aku kerja nggak pernah aku isi dengan sajak-sajak dari dia..

REGI

Maksud kamu? Sajak-sajak dari si pengirim misterius itu kamu posting di majalah?..

RISYA

Iya Bang. Itu sebabnya aku bingung banget. Bos marah, karena bos tahunya sajak-sajak itu aku yang buat. Sekarang aku bener-bener bingung Bang. Aku cuma dikasih waktu 2 hari. Gimana caranya dalam waktu yang sesingkat itu aku bikin sajak yang harus diposting di majalah minggu ini, sedangkan aku nggak bisa bikin kata-kata puitis seperti itu..

REGI

Abang boleh tanya sesuatu sama kamu?..

Risya menganggukkan kepalanya.

REGI

Apa kamu cinta sama si pengirim sajak misterius itu?..

Risya diam sejenak.

RISYA

Jujur aku sangat mengagumi dia Bang. Tapi hanya sebatas mengagumi. Dan jika ada kesempatan, aku ingin sekali bertemu dengan dia. Untuk berterimakasih karena telah menciptakan rangkaian kata-kata indah untukku. Tapi kalau untuk cinta, aku sama sekali tidak mencintainya. Karena cinta yang aku punya hanya untuk Esa. Meskipun dia pandai merangkai kata, tapi dia tidak pandai untuk merebut hati aku. Karena hati ini sudah jadi milik Mahesa seutuhnya..

Regi langsung terdiam, hatinya terasa sakit. Namun tatapannya masih terfokus pada wajah Risya, tanpa gadis itu tahu.

REGI (V.O)

Cinta Risya sangat besar. Dan dia tidak mungkin berpaling dari Mahesa. Aku merasa berdosa karena sudah menjadi penyebab perpisahan mereka. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa membuat Mahesa kembali lagi kepada Risya, mereka memang pantas bersama..

RISYA

Oh iya. Abang udah ketemu sama Nisa?..

REGI

Kamu kenal sama Nisa?..

Risya mengangguk.

REGI

Gimana ceritanya?..

RISYA

Tapi sebelumnya maaf ya Bang. Karena aku udah ngasih tahu kondisi Abang ke Nisa. Habis kayanya Nisa khawatir banget sama Abang. Abang nggak marah kan?..

Regi tersenyum.

REGI

Enggaklah, marah kenapa coba..

Risya tersenyum lega.

RISYA

Bang... ceritain tentang Nisa, dong! Kayanya ada sesuatu yang nggak biasa deh. Hehehe..

REGI

Iya, Abang akan cerita. Tapi kamu dulu yang cerita ke Abang. Gimana ceritanya kalian bisa ketemu? Abang penasaran lho!.

RISYA

Iya deh iya. Jadi waktu itu...

Risya menceritakan pertemuannya dengan Nisa, begitu pula Regi yang menceritakan siapa Nisa kepada Risya. Di malam yang sunyi ini, mereka membuat malam menjadi terasa hangat saat saling bertukar cerita.

CUT TO:

109. INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - MALAM

Regi berjalan menuju meja kerja. Ia duduk di kursi, lalu tangannya meraih sebuah buku. Namun tiba-tiba sesuatu terjatuh, sebuah kertas kecil berwarna biru, yang bertuliskan.

TEKS : ‘Tak mengapa jika harus sendiri, karena aku tidak butuh seseorang yang menemani, bila hanya untuk menyakiti.’

Seketika Regi kembali mengingat, sesuatu yang berhubungan dengan kertas kecil itu.

CUT TO FLASHBACK:

110.EXT. AREA PERKEBUNAN - SIANG

Saat itu Nisa sedang duduk sendirian di bawah sebuah pohon, tempat dimana Nisa sering menyendiri saat berada di perkebunan. Regi menghampiri Nisa yang saat itu sedang menulis sesuatu. Regi berharap Nisa sudah tidak lagi marah kepadanya. Mengetahui kedatangan Regi, Nisa langsung beranjak pergi. Dan tanpa terasa Nisa menjatuhkan kertas itu. Regi yang menyadari itu memutuskan untuk membawa dan menyimpannya.

BACK TO REAL:

111.INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - MALAM

Regi semakin memandangi kertas itu dengan tatapan tak biasa.

INSERT: Kebersamaannya dengan Nisa pun kembali terbayang dalam benaknya. Apalagi saat mereka saling mengetahui kalau Nisa memiliki perasaan cinta kepadanya. Meski Regi tidak bisa membalasnya, tapi Nisa masih tetap setia di samping Regi. Memberikan waktunya, memberikan semangat, bahkan memberikan sesuatu yang tak sepantasnya ia dapatkan dari Nisa.

Regi meneteskan air mata.

REGI

Egoiskah aku? Dengan tetap memilih mencintai seseorang yang jelas tidak mencintaiku, dan tetap menyakiti seseorang yang jelas-jelas mencintaiku?..

CUT TO:

ESTABLISH PERGANTIAN HARI.

112. INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - PAGI

Regi mencoba bangun dari tidurnya, namun badannya terasa lemas. Rasa sakit mulai hebat menyerangnya. Sebisa mungkin Regi menahan, kedua tangannya sampai memegang erat pinggir tempat tidur saat mencoba melawan rasa sakit yang semakin tak tertahan.

REGI (V.O)

Tuhan... sampai kapan aku mampu bertahan? Sejauh mana kaki ini mampu melangkah? Masihkah Kau memberi waktu untuk mata ini berkedip? Berapa lama lagi Kau beri kesempatan jantung ini tetap berdetak?..

Setelah berhasil melawan rasa sakitnya, Regi mampu mengangkat sebagian tubuhnya dari atas tempat tidur. Saat dalam posisi duduk, Regi kembali batuk-batuk. Dan lagi-lagi menyisakan bercak darah di telapak tangannya.

Nisa berdiri di depan pintu kamar yang sudah terbuka, ia dibuat kaget dengan apa yang ia lihat. Dengan wajah paniknya, Nisa berlari menghampiri Regi sambil membawa makanan di dalam sebuah susunan rantang.

NISA

Kang Regi...

Nisa meletakkan rantang di lantai.

REGI

Nisa...

NISA

Ya Allah Kang..

Tak ingin membuat Nisa semakin khawatir. Regi langsung meraih tisu yang ada di samping tempat tidurnya. Dan segera menghapus bercak darah di telapak tangannya.

REGI

Akang baik-baik aja Nis...

Regi membersihkan darah di tangannya.

Nisa hanya memandang wajah pucat Regi, diiringi tetesan air mata yang berjatuhan.

CUT TO:

ESTABLISH RUMAH REGI.

113. INT. RUMAH REGI (RUMAH REGI) - PAGI

Dengan penuh rasa sayang, Nisa menyiapkan makanan untuk Regi, bahkan sampai menyuapinya. Meski makanan itu susah masuk ke dalam perut Regi, karena mungkin selera makan yang menurun dan rasa mual yang muncul, membuat Regi susah untuk menelan. Namun Nisa tidak menyerah, gadis itu terus mencobanya dengan perlahan

Setelah itu, Nisa memberikan obat untuk Regi. Lalu Nisa menyuruhnya untuk beristirahat. Dengan setia Nisa berada di samping Regi sampai matanya terpejam.

Diam-diam Nisa menatap wajah Regi yang tengah terlelap. Nampaknya Nisa ingin sekali menyentuh bahkan mengelus pipi Regi. Namun, keraguan berhasil mengurungkan niatnya.

NISA (V.O)

Demi kata cinta, aku rela berjalan kaki menyusuri bumi. Demi kata sayang, aku rela merangkak naik ke gunung tertinggi. Demi kau terjaga, aku rela menunggu hingga dirimu terlelap. Demi itu semua, aku rela tersayat setiap waktu..

(PAUSE)

Entah, apakah aku memang sangat cinta? Ataukah, hanya ingin mengubur diri secara perlahan? Entahlah... Kata mata aku cinta, kata mulut aku sayang. Tak tahu dari mana datangnya itu. Inikah cinta buta itu?..

Seketika air matanya menetes, menyadari itu Nisa langsung menghapusnya.

Perlahan Regi membuka matanya. Regi tersenyum saat menatap Nisa yang masih setia berada di sampingnya. Tiba-tiba kedua tangan lemah Regi meraih kedua tangan Nisa, dan menatap wajah Nisa penuh perasaan.

Kini Nisa pun menatap tepat ke arah Regi, dengan tangan yang sedikit gemetar saat berada di dalam genggaman Regi.

REGI

Lihatlah aku! Kini serumpun gerak langkah kaki mulai melemah. Seiring denyut jantung kian lama kian terengah. Deru nafas tak terhempas. Mungkin pertanda nyawaku telah di ujung batas... Maafkan aku. Yang masih bertahan hanya untuk mendengar suaranya. Dan tetap menyebut namanya di sela-sela hembusan nafas. Sungguh, aku masih sangat ingin menemuinya. Menatap wajahnya dan merebahkan kepala di bahunya. Tapi aku lelah, tak mampu kupandang semua yang menghadang. Mungkin ini saatnya aku beristirahat panjang. Setelah kasih dan sayangku terbuang..

Seketika air mata Nisa kembali menetes, usai Regi mengatakan itu. Perlahan Regi melepaskan tangan Nisa dari genggamannya. Dengan tangan lemahnya, Regi mencoba menghapus air mata yang membasahi pipi Nisa.

REGI

Namun, ada air mata yang tercipta. Lewat senyum ketulusan yang kuterima. Tanpa sesal bahkan luka. Meski saat ku bahagia dengan orang yang ku cinta..

Regi meraih tangan Nisa dan mengelusnya lembut, penuh kasih.

REGI

Wahai bidadari tak bersayap, maafkanlah semua kebodohanku. Yang tak bisa membahagiakanmu, dan telah gagal membuat istana kebahagiaan di hatimu. Wahai bidadari tak bersayap, jangan pernah ada kata menyesal mengenalku. Karena semua sudah menjadi keputusanmu, yang terus mendampingiku tanpa ragu. Terimakasih bidadari. Karena telah mencintaiku tanpa balas, menyayangiku dengan ikhlas, mengisi hariku tanpa batas. Aku bahagia bisa mengenalmu, dan aku bahagia bisa dicintaimu..

Air mata Nisa kembali berjatuhan. Dengan pegangan tangannya yang melemah, Regi menghapus air mata di pipi Nisa.

REGI

Jangan pernah teteskan air mata kamu lagi, Nis! Itu akan semakin membuat aku terluka..

Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut Nisa, usai mendengar semua yang terucap dari mulut Regi.

Regi bangun dari posisi tidurnya.

REGI

Seharusnya, dalam keadaan seperti ini Akang tidak boleh tetap merasa angkuh dan egois. Maafin Akang Nis. Mungkin ini terlambat, tapi-

Nisa langsung memeluk Regi sambil menangis. Regi pun memeluk erat Nisa.

REGI

Ajari aku untuk mencintaimu Nisa!..

Regi meneteskan air mata.

Nisa hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya saja. Air matanya semakin deras menetes.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar