Maaf, Sungguh Aku Tak Bermaksud Jatuh Cinta Padamu
13. Alien

ADEGAN 30

INT. APARTEMEN YONI-JAKARTA-SENJA

SUPER : LIMA BULAN LALU

Yoni tercenung. Ia menghela napas. Sorot matanya sedih, kalut, kecewa. Lingga merunduk. 

LINGGA
(penuh penyesalan)
Kau boleh menghukumku tapi tolong jangan tinggalkan aku.


Lingga meraih tangan Yoni. Menggenggamnya. Mereka bertatapan. Sorot mata Lingga berkaca-kaca. Yoni spechless. Lembar kertas hasil uji DNA yang tergeletak di meja, 99,98% Anjani adalah anak Lingga.

ADEGAN 31

EXT.RUMAH YONI-YOGYA-SIANG

Langit kelabu namun tidak muram. Suasana siang yang segar usai hujan pagi harinya. Anjani sedang bermain ayunan. Anak Perempuan #1 (8 tahun) mendorong ayunan. Raut wajah Anjani dan Anak perempuan #1 sumringah, mereka tertawa gembira.

Di halaman Anak Perempuan #2 (6 tahun), Anak Perempuan #3 (7 tahun), Anak Laki-Laki #1 (6 tahun), Anak Laki-Laki #2 (5 tahun) sedang bermain kucing dan tikus. Anak Perempuan #3 menjadi si kucing.

Di gazebo Anak Perempuan #4(11 tahun), Anak Perempuan #5 (12 tahun) sedang belajar membatik. Cemara (25 tahun), gadis berjilbab dengan kulit kuning langsat, bentuk mata agak sipit menjadi guru bagi mereka. 

Cemara berbicara dengan gerak tangan bahasa isyarat ketika menjawab pertanyaan dari Anak Perempuan #4. Cemara seorang tuna wicara dan tuna rungu. Kita melihat di telinganya ada alat bantu dengar.

Di bawah pohon mangga Bintarti (65 tahun) menari Jawa tanpa musik. Perawakan Bintarti kecil, dan kurus, nyaris kering. Rambutnya sudah sepenuhnya putih. Kita masih bisa melihat aura kecantikannya meski sudah keriput. Bintarti seolah berada di dunia yang lain.

Di teras Yoni sedang mengedit foto di laptopnya. Kardiman sedang berlatih memfoto jeruk nipis yang disinggahi sisa bulir air hujan. Tidak jauh dari situ angkringan putunya parkir. Sesekali anak-anak yang sedang bermain mengambil putu yang ada di meja teras.

KARDIMAN
(menghela napas, frustasi)
Mbak Yoni, kok foto saya ndak bagus ya. Ndak seperti yang terlihat itu?


Dua meter dari tempat Kardiman duduk, terlihat jeruk nipis yang terlihat dramatis disinggahi bulir tetes hujan.


KARDIMAN (CONT'D)
Coba Mbak Yoni lihat jeruk nipis yang ada air hujan itu kena sinar matahari pagi, kesannya nyess di hati. Tapi kok foto saya kesannya datar, hambar.
YONI
Coba, saya lihat Pak.


Kardiman mengansurkan kamera ke Yoni. Yoni mengamati beberapa hasil foto Kardiman.


YONI (CONT'D)
Yang mau bapak tampilkan bulir air hujan di jeruk nipis ya?
KARDIMAN
Ndak Mbak. Saya pengen seluruhnya. Jeruk nipis, bulir air hujan, sinar matahari. 


Yoni mengecek setingan kamera Kardiman.

YONI
Nah, gini Pak. Yang diatur buka-an lensa-nya. Namanya aperture. Satuan bukaan dimulai dengan huruf f. Angka yang kecil artinya buka-annya besar. Misalnya F/2, bukaan lensanya besar tapi ruang tajamnya semakin sempit. Sehingga bagian yang tidak fokus terlihat blur, jadi latar belakang-nya blur. 
YONI (CONT'D)
Tadi setingan kamera Bapak, aperture-nya angka besar, bukaannya kecil jadi latar belakang-nya jelas semua, makanya jeruk nipis, bulir hujan yang kena sinar matahari tidak menonjol.


Kardiman manggut-manggut. 

KARDIMAN
Saya kira kalau F/12 itu artinya 1/12 mbak, jadi kecil tho dibanding F/4 yang saya pikir artinya 1/4
YONI
(tersenyum) Memang soal aperture ini kalau masih belajar fotografi suka bikin bingung Pak.
YONI (CONT'D)
Tapi mudahnya gini aja. Lihat angka di bawah, misalnya F/4 anggaplah subyek yang jelas ditangkap cuma 4 jadi lebih banyak yang blur. Nah kalau F/12 artinya ada 12 subyek yang bisa ditangkap jelas, artinya blur-nya cuma sedikit. Biar Bapak ndak mumet, lepaskan dari teori bukaan besar angka kecil, bukaan kecil angka besar.
YONI (CONT'D)
Kalau Bapak mau foto pemandangan yang luas yang dipakai F/12 ke atas, tapi kalau mau menonjolkan subyek tertentu biar efek dramatis muncul dengan latar belakang blur yang dipakai F/4 ke bawah.


Kardiman tersenyum kecut.

KARDIMAN
Hualah dibilang ndak usah mumet tapi saya tetap mumet, Mbak. Ndak nyandak otak saya belajar fotografi. 
YONI
Jangan nyerah tho Pak. Memang harus banyak latihan mengambil foto dengan aneka komposisi segitiga exposure, membaca buku fotografi, dan memperhatikan hasil foto fotografer lain. Berbeda subyek foto, berbeda juga cara fotonya. Nanti pasti Bapak bisa.

Kardiman tercenung.

KARDIMAN
Masya Allah. Laa Haula Wala Kuata, ya Mbak. Allah menciptakan manusia punya rasa. Melihat dengan mata sekaligus merasakan dengan jiwa dalam sekejap. Di Fotografi semua harus diramu dulu.
YONI 
Nggeh, Pak leres. Pemandangan yang dramatis bisa terlihat sekejap bagus di mata manusia tapi belum tentu bisa ditampilkan dengan sama dramatis dalam foto.
YONI (CONT'D)
Karena otak manusia melihat dengan pandangan tiga dimensi jadi bisa mendapatkan kedalamannya, Pak.
YONI (CONT'D)
Sementara foto menampilkan dua dimensi makanya dibutuhkan ilusi kedalaman dengan menggunakan tehnik fotografi. Meramu segitiga exposure di kamera dan kalau belum cukup dramatis harus diedit lagi. Misalnya langitnya dibikin lebih gelap. Warna buah dibikin lebih cerah.
KARDIMAN
Enggeh, Mbak. Masih jauh perjalanan saya untuk belajar. Mbak Yoni belum dapat tugas lain kan? Jadi masih bisa ngajarin saya.
YONI
(mengeryitkan dahi) Tugas? Tugas lain apa, Pak?


Raut wajah Kardiman yang kalut. Ia menghela napas berkali seolah sedang menanggung beban berat. Sorot matanya terlihat sedih melihat Bintarti yang menari di bawah pohon. Bola mata Kardiman berkaca-kaca menatap Yoni. Yoni menelengkan kepala tidak mengerti.

KARDIMAN
(suara berat dan sedih)
Saya minta maaf. Baru saya sadari mana ada intel yang mau ngaku kalau dia intel. Begitu pun Mbak Yoni.
KARDIMAN (CONT'D)
Tapi saya ndak akan maksa Mbak Yoni ngaku. Namanya tugas negara ya harus dilakukan dan kalau memang harus berkorban ya juga harus dilakukan.
KARDIMAN (CONT'D)
Hanya saja saya sedih, kok orang sebaik Mbak Yoni tegel memanfaatkan Bu Bintarti yang pikun jadi ikut terlibat tugas yang mungkin berbahaya.
YONI
Saya kok nggak ngerti, Bapak ngomong apa? Saya bukan intel. Kan Bapak tahu saya kerja jadi CS di Bank BUMN.
KARDIMAN
(tersenyum pahit, pandangan nanar)
Sudah, tho Mbak, jadi CS juga cuma nyamar tho? Apalagi bank BUMN-itu kan punya pemerintah. Saya tahu semuanya. Saya ndak akan bilang siapa-siapa kok. Mbak Yoni tugas melindungi negara. Saya juga orang yang cinta negara ini. 
YONI
Pak, tolong jelaskan maksud Bapak apa? Bapak sehat-sehat saja kan?
KARDIMAN (CONT'D)
(ada kilatan terluka dikhianati di sinar matanya)
Mbak, sudah tho, saya tahu Bu Bintarti itu bukan ibunya Mbak Yoni. Anjani juga bukan anaknya Mbak Yoni. Dek Cemara juga bukan adiknya Mbak Yoni. Semua ini settingan. Mungkin di lingkungan ini ada teroris atau pengedar narkoba yang diam-diam sedang Mbak Yoni awasi, begitu tho?
KARDIMAN (CONT'D)
Dek Cemara tidak bisu dan tuli, alat bantu dengar itu alat untuk memberi informasi ke atasan. Jadi petugas intel-nya Mbak Yoni dan Dek Cemara.
KARDIMAN (CONT'D)
Sementara Bu Bintarti dan nak Anjani cuma dimanfaatkan supaya tidak bikin curiga.

Yoni tertawa.

YONI
Ya, ampun. Pak Kardiman ini, bisa jadi penulis novel spionase deh. Imajinasinya betul-betul tingkat tinggi.


Kardiman tetap serius menatap Yoni. Raut wajahnya merah karena marah.


KARDIMAN
Mbak! Saya bilang saya ndak akan bongkar ke siapa pun. Asal Mbak Yoni tahu, saya tahu Bu Bintarti punya anak laki-laki namanya Lingga. Ya, tho? 
(beat)
Jadi Mbak tolong kembalikan Bu Bintarti dan nak Anjani ke Mas Lingga. Kasihan mereka Mbak, kalau sampai kena bahaya. 
(beat)
Kena bom-nya teroris atau dibunuh bandar narkoba, misalnya. Di mana hati nurani Mbak Yoni dan Dek Cemara. Apa intel sudah ndak punya nurani?!


Yoni tercengang. Ia menutup mulutnya tertegun.

YONI
Bapak tahu Mas Lingga?


Kardiman mengangguk. Ia menatap tajam Yoni.


ADEGAN 32

INT. KAMAR TIDUR YONI- MALAM

Jam dinding menunjukkan pukul 09.55 malam. Yoni sedang mengetik di laptopnya. Anjani tidur dengan lelap di ranjang. Yoni sedang mengetik cerita di sebuah situs menulis novel online. Terlihat judul novel : Bunga Merah

FX : Alarm ponsel berbunyi. 

Jam dinding menunjukkan pukul 10.00 malam, Yoni men-save tulisannya. Ia mematikan laptop. Lalu menyimpan laptop ke laci meja. Yoni lantas merenggangkan tubuh.

TIME CUT : 

Yoni merapikan selimut Anjani. Yoni lalu keluar kamar.

TIME CUT :

Yoni yang usai minum air putih, melangkah masuk ke kamar Bintarti.


TIME CUT :

Bintari yang sudah lelap tidur. Selimutnya jatuh di lantai. Yoni memungutnya lalu menyelimutkan kembali pada Bintarti. Yoni duduk di tepi ranjang. Memandang Bintarti dengan raut wajah sedih.

CUT TO FLASH BACK

ADEGAN 33

EXT. TERAS RUMAH YONI-SIANG

YONI
(menghela napas) Pak Kardiman saya bukan intel. Dan Cemara memang bisu dan tuli sejak umur 4 tahun, ia harus pakai alat bantu dengar. Cemara kena panas tinggi saat masih kecil. Dia tinggal di Rumah Asih sejak umur 6 tahun. Saya kenal Cemara di Rumah Asih saat ia 17 tahun.
YONI (CONT'D)
Bu Bintarti calon mertua saya dan Anjani memang anak Mas Lingga.
YONI
Seharusnya saya dan Mas Lingga menikah dua bulan lalu, tapi ia menghilang entah kemana.


Kardiman terbelalak. Ia gantian menutup mulutnya yang ternganga dengan kedua tangan.


KARDIMAN
Tenan, Mbak?

Yoni mengangguk.

KARDIMAN
Punten geh, Mbak. Kulo salah nuduh Mbak Yoni. 


Kardiman memukul-mukul kepala kesal pada diri sendiri.


KARDIMAN
(pada diri sendiri)
Wong tuek so tahu! Sok tahu! Wis ndak usah nonton film-film intel bareng Jamal. Pikiranku tadhi ngawur. Wong tuek rak genah.


Yoni menghentikan laku Kardiman.

YONI
Bagaimana Pak Kardiman bisa kenal Mas Lingga?
KARDIMAN
Sebelum jadi tukang putu saya dulu Pak Pos. Saya kenal mereka karena sering mengantar surat dari Italia untuk Pak Piere, ayahnya Mas Lingga.
KARDIMAN (CONT'D)
Saya kenal Mas Lingga sejak dia kecil. Pak Piere sudah meninggal pas Mas Lingga lahir, tapi surat dari Italia tetap datang. Keluarganya di sana sepertinya tidak tahu Pak Piere sudah ndak ada. Mas Lingga dan Bu Bintarti hidup sebagai pemulung.
KARDIMAN (CONT'D)
(tersenyum)
Banyak orang heran ada londo kok jadi pemulung, ya itulah Mas Lingga. Tapi Mas Lingga itu pintar. Sekolahnya selalu rangking. 
KARDIMAN (CONT'D)
Terakhir ketemu Mas Lingga sepuluh tahun lalu. Saya menemukan Bu Bintarti menggelandang di pasar di Kulon Progo. Bu Bintarti saat itu sudah linglung. 
KARDIMAN (CONT'D)
Mbak Yoni kenal Pak Dirja?

Yoni menggeleng.

KARDIMAN
Pak Dirja itu ayah angkat Mas Lingga. Saya antar Bu Bintarti ke rumah Pak Dirja. Di situ saya ketemu Mas Lingga yang sudah jadi orang sukses. Alhamdulilah. 
KARDIMAN (CONT'D)
Saat Mas Lingga lulus SMA, Bu Bintarti minggat dari rumah. Kasihan Mas Lingga. Dia itu sayang betul sama ibunya, tapi ndak tahu kenapa Bu Bintarti ndak pernah sayang sama anaknya sendiri. 
KARDIMAN (CONT'D)
Melihat Bu Bintarti tambah sakit seperti sekarang, mungkin sakitnya sudah sejak dulu dari Mas Lingga kecil, hanya kami saja yang tidak tahu.
KARDIMAN (CONT'D)
Itu mungkin alasan Bu Bintarti ndak peduli sama anaknya sendiri. Otak dan jiwanya kisruh.
(sambil menggerakkan jari telunjuk di kepala melingkar-lingkar)
YONI
Apa mungkin Mas Lingga menghubungi Pak Dirja ya, Pak?
KARDIMAN
Waduh ndak mungkin, Mbak. Pak Dirja sudah meninggal lima tahun lalu. Tapi...se’ se’ Mbak. Istrinya masih hidup. Kalau Mbak Yoni mau nanti saya antar ke sana...


BACK TO PRESENT TIME :

ADEGAN 32

Yoni mengurut-urut kaki Bintarti.

YONI
Ibu, saya harap Mas Lingga baik-baik saja. Insha Allah besok saya dan Pak Kardiman mau ke rumah Bu Dirja. Mudah-mudahan kita bisa tahu dimana Mas Lingga dari beliau.


Yoni kembali merapikan selimut Bintarti, ia lalu melangkah ke luar kamar. Bintarti membuka mata ketika Yoni menutup pintu. Air mata meleleh di pipi Bintarti.







Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar