Erica tersenyum penuh arti. Ini membuat bulu kuduk Erin berdiri, dan langsung sadar bahwa ia sedang mengalami fenomena tidak biasa bernama Erica.
Seakan dipanggil, perut Erin tiba-tiba berbunyi krucuk-krucuk. Erin speechless, mau menolak juga percuma.
Erin tidak bergerak. Ia masih berusaha mencerna informasi baru yang ia dapatkan dari "kembaran"-nya ini. Kemudian ia menjawab dengan cukup tegas.
Erica menatap Erin sekali lagi sebelum akhirnya keluar dari bilik. Mata Erin mengikuti gerakan Erica sampai menghilang di antrean prasmanan.
Erin kemudian mencoba menalar fenomena Erica ini. Ia melirik ke kameranya, membuka foto yang tadi ia ambil. Dan benar saja, yang tampak bukan Naya, tapi Erica di depan mic...
Erin memejamkan matanya, menenangkan diri. Kemudian ia mencoba mengingat lagi saat ia merasakan sensasi aneh, perubahan atmosfer sesaat sebelum bertemu Erica.
FLASHBACK: Erin mengingat ia menggenggam kameranya, mendapatkan bidikan, bersiap memotret. Lalu ia menekan tombol shutter, dan blitz, dan muncullah Erica.
Erin menatap tombol shutternya. Kedua tangannya mengangkat kamera, dan didekatkannya ke matanya hingga ia bisa mengintip dari viewfinder.
CLOSE UP dari samping, kita melihat Erin yang mengintip ke viewfinder, bulu matanya menyapu kaca mungil itu. Ia membiarkan instingnya bekerja. Kemudian telunjuk kanannya menekan tombol shutter.
KLIK!
Blitz putih itu lagi, dan...
Bulu kuduk Erin merasakan atmosfer aneh itu hilang, dan berubah jadi normal.
Ia menurunkan kameranya, dan mendapati Naya dan Wendy yang duduk di depannya, sedang fokus menerjemahkan, dan saat menoleh ke kanan, Idan yang tampak memperhatikan dua interpreter itu bekerja.
Tidak ada Erica.
Suara Erin yang syok dan tidak biasa ini membuat Idan mengalihkan perhatiannya ke Erin.
Kepala Erin terasa seperti baru membuka pintu air dan menumpahkan ratusan liter air ke dalamnya sekaligus. Ia menatap Idan, wajahnya cukup syok.
Erin segera menggamit lengan Idan dan mengajaknya keluar dari bilik, lalu keluar dari auditorium.
INT. SELASAR - PAGI
Ketika sudah ada di selasar, Erin memastikan tidak ada orang lain di dekatnya, lalu bicara.
Ia menunjukkan kameranya di depan Idan.
Idan menatap Erin, terpaku dan sulit memercayai ini. Sementara Erin merespon kata itu dengan sama terpakunya.
Dengan takut-takut ia mengatakan itu. Idan pun speechless. Erin kemudian membuka foto di kameranya.
Idan melihat foto itu.
Idan menahan umpatannya, ingin sekali menyumpahi kejadian aneh ini. Kemudian, ia seperti punya ide.
Erin merinding mendengarkan ide itu. Idan melihatnya, dan langsung paham kalau temannya ini masih terlalu syok.
Erin mengangguk, masih dengan pikiran yang penuh. Kemudian mereka berdua berjalan meninggalkan tempat itu.
FADE OUT
INT. KAMAR TIDUR ERIN - MALAM
MONTAGE
Di mejanya, kita melihat Erin sedang Zoom call dengan dosen pembimbingnya lewat HP. Ia mengangguk-angguk sambil tangan kanannya mencatat dengan giat di notepad.
Lalu kita melihat Erin mengetik skripsi di HP-nya, dengan melihat catatan notepad-nya. Tapi belum sampai lama, ia sudah mengibaskan telapak tangannya berkali-kali karena sudah lelah. Kemudian ia pun berhenti.
Erin menatap ke depan, ke arah wall gridnya, di mana ada Bucket List dan poster lomba foto yang ia tempel di situ. Ia pun mengambil spidol dan mencoret "INTERPRETER". Di situ juga terlihat bahwa sebelumnya kata "PELUKIS" sudah dicoret. Yang tersisa adalah:
3. Sutradara film ^.^
4. Guru Bhs Inggris!!
5. Desainer Grafis
6. CEO/Bos perusahaan startup
7. Badut Dufan
8. Staf Supermarket
9. PNS
Erin memandangi bucket listnya. Menghembuskan napasnya panjang, melipat kedua tangan di dadanya. Wajahnya tampak agak lelah dan bingung, tapi belum menyerah.
END OF MONTAGE
FADE OUT
INT. SUPERMARKET GROSIR INDOTAMA - SORE
Kita melihat suasana sebuah supermarket yang tidak sepi, namun juga tidak terlalu ramai. Dari ibu-ibu yang belanja bersama anaknya, mas-mas yang sedang kulakan barang, hingga beberapa remaja yang sedang memilih snack. Antrean kasir pun tampak normal, dan para staf tidak terlalu kewalahan.
Lalu kita melihat Idan muncul di pintu masuk dengan keadaan terengah-engah. Ia masuk sambil pelan-pelan mengontrol napasnya, sambil matanya mencari Erin.
INT. LORONG KOPI & TEH - SORE
Erin sedang menyusuri lorong perlahan saat dilihatnya Idan berlari kecil menghampirinya.
Erin menoleh ke Idan sambil melotot, lalu meninju lengan Idan sampai Idan bersuara "aw!" cukup keras. Mereka kemudian mulai berjalan menyusuri lorong berisi deretan kopi, teh, oatmeal, dan madu itu.
Kemudian, seorang staf supermarket memasuki lorong sambil membawa scanner barcode di tangannya. Ia berhenti di depan rak madu dan mulai memindai barcode satu per satu dan memeriksa di layar kecilnya. Jarak si staf dari Erin dan Idan cukup jauh berkat lorong yang panjang itu.
Sambil menyalakan kamera, Erin berpikir sejenak.
Kita melihat Erin mengangkat kamera dengan tangan kanannya, mendekatkannya ke matanya hingga mengintip ke viewfinder. Membidik staf perempuan itu. Sementara itu, dengan mata tetap di kamera, ia mengulurkan tangan kirinya ke Idan.
Idan melihat uluran tangan itu. Ia mengatur napas dan memandang Erin sejenak, sebelum menggandengnya.
Dengan tangan kanan di kamera dan tangan kiri mengenggam tangan Idan yang berdiri di sebelah kirinya, Erin pun menekan tombol shutter.
KLIK!
Blitz putih kembali menyapu seluruh pandangan Erin, suasana aneh yang sama mulai merasukinya, dan... Di sanalah Erica, sedang memindai barcode.
Erica menoleh ke Erin.
Erin menurunkan kameranya, sudah tidak kaget lagi melihat Erica. Ia malah cukup senang karena teorinya terbukti.
Tetapi Idan tidak ada.
Erica menghampiri Erin yang tampak stres.
Erin memejamkan matanya, tidak tau harus bagaimana. Namun sejenak kemudian, ia mengangkat tangannya, pasrah.
Erin memberi tatapan sinis pada "kembarannya" itu. Erica kemudian menyodorkan alat scanner barcode lain ke Erin, yang entah dia ambil dari mana. Dengan lemas dan enggan, Erin mengambilnya.
Erin menghela napasnya, menenangkan dirinya, sebelum menjawab dengan kepala yang lebih dingin.
Yang ditanyai langsung memalingkan muka, dan menyibukkan diri dengan terus memindai dan melihat layar.
Tawa Erica meledak. Ia tertawa kencang, dan Erin menoleh karena suara tawa lepas itu mirip sekali dengan suara dan caranya tertawa.
Ia terus memandangi Erica tertawa, dan lama-lama tak bisa menahan dirinya. Ia pun jadi ikut tertawa. Menertawakan dirinya sendiri.
Erin mendengarkan penjelasan itu, kemudian geleng-geleng tipis, sambil terus bekerja.
Erica menoleh, heran Erin merespon seperti ini. Wajahnya pun berubah jadi serius.
Erin berhenti memindai, berpikir.
Erica tergelak singkat.
Erin terdiam. Erica melihat reaksi itu dan tersenyum singkat pada dirinya sendiri.
Erin masih diam, ekspresi wajahnya tidak tertebak.
Erin menggelengkan kepalanya lagi, kali ini bisa merespon.
Erica menahan tatapannya di Erin beberapa saat untuk penekanan, dan menunggu reaksinya. Erin kepentok lagi. tak bisa menjawab.
Erica tertawa sangat singkat sebelum langsung kembali serius.
Ia mengambil bungkus kopi sachet dengan enggan dan membaliknya untuk memindai barcode, lalu melemparnya kembali ke rak dengan kesal.
Erica menoleh, yang disambut Erin dengan muka datar dan bosan.
Erin sudah meletakkan scannernya entah di mana dan berjalan menjauh dari Erica, tapi Erica terus membuntutinya.
Erin melotot kaget, bingung Erica tau soal itu dari mana. Tapi ia tidak ingin repot-repot menanyakannya, level kejenuhan dan keterusikannya sudah cukup tinggi. Untungnya ia teringat kamera yang sedang dikalunginya.
Erin menyalakan kameranya dan mulai membidik, dan Erica pun bereaksi.
KLIK!
Blitz putih mengelilingi Erin, Erica, dan seluruh supermarket.